Aubrey yang sudah datang sejak tadi dan sedang berada di dapur, mendengarkan semuanya dengan perasaan gamang. Ternyata Chesa bukanya tidak mau menikah, tapi hanya tidak mau menikah bila calon suaminya adalah Liam.
Aubrey keluar dari dapur dan melewati tiga orang yang sedang berdebat sengit. Papi tidak mau tahu, pokoknya salah satu dari anaknya harus menikah dengan anak lelaki keluarga The Knight dan itu berarti dengan Liam. Papi merasa sangat berhutang budi dengan ayah mereka jadi hanya ini yang bisa dia lakukan untuk membalasnya.
"Nah, biar Aubrey saja yang menikah dengan pria idiot itu. Lagipula dia sudah lulus kuliah dan sudah bekerja jadi tidak ada masalah. Sedangkan aku masih menjadi mahasiswa, sudah pasti dia tidak ada beban." Seringai sinis tampak jelas terlihat dari bibir Chesa. Entah mengapa gadis ini selalu menampakkan wajah permusuhan dengannya. Begitu pula maminya yang tidak pernah suka melihat wajah Aubrey.
"Maka dari itu kamu cepat selesaikan kuliahmu! Jangan kerjanya hanya foya-foya dan keluyuran tidak jelas! Contoh kakakmu, Aubrey. Dia selesai kuliah hanya empat tahun, sedangkan kamu sudah lebih dari lima tahun masih belum selesai juga." Jerry tidak habis pikir kenapa Chesa memiliki sifat yang beda jauh dengan Aubrey.
Ucapan Jerry membuat Chesa dan Patricia bertambah kesal.
"Papi, aku juga belajar dengan keras. Kalau papi sangat membanggakan Aubrey, kenapa tidak dia saja yang menikah dengan Liam? Aku mau menikah dengan anak-anak dari keluarga The Knight, asalkan bukan dengan Liam!" Chesa berteriak dengan sangat kencang lalu berlari ke kamarnya di lantai dua.
"Kamu keterlaluan, sayang. Tidak seharusnya membujuk dengan kalimat seperti itu. Sekarang dia tidak mau, jadi terpaksa Aubrey yang harus menikah dengan anak mereka." Jawab Patricia sambil berlari menyusul Chesa ke kamarnya.
Jerry tidak tahu harus bicara apa dengan Phil besok. Kedua anaknya tidak ada yang mau menikah dengan Liam. Pria paruh baya itu pun duduk menghela napasnya dengan wajah gelisah. Aubrey sebenarnya sangat kasihan melihat papinya seperti itu. Tapi, dia juga tidak mau menikah saat ini. Bukan karena Liam yang menjadi calon suaminya, tapi karena terlalu banyak impiannya yang belum diraih. Dia tidak ingin semuanya menjadi berhenti hanya karena sebuah pernikahan.
"Ayah …" Aubrey menghampiri dan duduk disofa sebelahnya.
"Aubrey, katakan pada ayah … apa yang harus ayah lakukan? Ayah sudah tidak punya jalan keluar lagi." Terdengar napas berat dari bibir Jerry. Aubrey tidak tega melihat ayahnya menderita seperti ini.
"Ayah, ijinkan aku ikut denganmu besok untuk bertemu dengan tuan Phil." Aubrey bermaksud untuk bertemu dan berbicara ringan dengan ayah William tersebut. Setidaknya dia bisa memberikan alasan tepat untuk menolak perjodohan ini.
"Benarkah? Kamu mau ikut ayah besok bertemu tuan Phil?" Seketika wajah Jerry cerah dan penuh semangat.
"Ya tapi aku bukannya ingin menyetujui. Aku hanya ingin berbicara dengan tuan Phil saja." Jawab Aubrey.
"Ya terserah kamu, yang penting besok ayah ada bahan yang bisa dikatakan. Sudah malam, sebaiknya kamu tidur dulu. Besok jam 8 pagi kita berangkat dari rumah, okay." Jerry menepuk bahu anak sulungnya dan tersenyum senang lalu meninggalkannya ke kamar.
Demi ayahnya, Aubrey ikhlas untuk bertemu dengan tuan Phil besok. Hanya ayahnya keluarga satu-satunya didunia ini. Ibu yang sudah meninggal sejak Aubrey kecil, membuatnya jadi perempuan yang tangguh dan mandiri. Tidak ada saudara dan keluarga yang ada disampingnya saat dia membutuhkannya. Membuat Aubrey sadar kalau dia harus berdiri diatas kakinya sendiri, tidak bisa mengandalkan orang lain.
-----
Pagi menjelang disambut dengan wajah-wajah berbeda dari semua penghuni rumah The Green. Chesa senang karena dia akhirnya lolos dari perjodohan konyol antara dua keluarga yang calon suaminya justru pria dengan kriteria paling buruk yang pernah ada, menurutnya. Patricia senang anaknya tidak jadi menikah dengan pria idiot yang justru akan menyengsarakan putrinya kelak. Jerry dan Aubrey menikmati sarapan dengan damai tanpa ada rasa permusuhan ataupun iri dengki sama sekali.
"Aubrey, sebentar lagi kita berangkat. Kamu sudah siap?" Jerry berkata.
"Sudah, yah. Aku akan mengikuti mobil ayah dari belakang. Setelah bertemu dengan tuan Phil, aku langsung menuju kampus. Ada mata kuliah mengajar jam 1 siang. Semoga tidak lama pertemuannya nanti." Jawab Aubrey sambil mengelap bibirnya dengan serbet yang sudah disediakan.
"Okay, kita berangkat sekarang. Pat, aku berangkat sekarang." Jerry menatap Patricia sekilas dan berjalan beriringan dengan Aubrey yang tampak sangat rapih dengan kemea polos warna biru pas ditubuh dan rok ketat warna senada sepanjang lutut, dengan rambut pirang keemasan digerai indah. Kecantikan Aubrey sangat alami dan tanpa polesan make up yang tebal. Karena kecantikan sesungguhnya dari seorang wanita adalah sikapnya dan cara berpikirnya. Banyak pria yang menaksir Aubrey tapi tidak ada satupun yang ditanggapinya. Karena Aubrey tahu mereka hanya main-main dan tidak ada yang serius.
"Huh, dasar perempuan sombong! Biar dia rasakan punya suami idiot dan buruk rupa. Mana punya muka dia saat menghadapi banyak orang nanti." Chesa menyeringai sinis menampakkan rasa tidak sukanya yang sangat berlebihan. Baginya, Aubrey adalah musuh abadi. Papinya selalu membandingkannya dengan dirinya. Dalam hal apapun, Aubrey pasti selalu melebihi dirinya. Begitu pula Patricia yang sangat membenci anak tirinya itu sejak pertama dia menikah dengan Jerry dan masuk kedalam kediaman ini. Aubrey selalu unggul dalam hal apapun dibandingkan Chesa, anakknya. Dan itulah yang membuatnya sangat membenci Aubrey. Ditambah lagi, Aubrey tidak pernah menurut padanya dan selalu melakukan apa yang dia lakukan. Itu membuat Patricia semakin membenci Aubrey.
Mobil sedan mungil berwarna kuning milik Aubrey yang dia beli dari tabungannya sendiri, mengekori mobil sang ayah yang berjalan didepannya mendahului. Mereka beriringan menuju rumah keluarga The Knight sesuai perjanjian sebelumnya. Phil tidak memberitahu ketiga anaknya perihal kedatangan keluarga The Green, ditambah lagi hari ini masih jam kantor jadi semua masih sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.
Butuh waktu sekitar 1 jam perjalanan hingga mereka sampai di pagar besi yang tinggi menjulang milik sebuah rumah mewah yang mungkin paling luas diantara rumah-rumah mewah lainnya di perumahan elit tersebut. Aubrey menghela napas dalam-dalam. Ini adalah pertemuan pertamanya dengan keluarga The Knight. Entah mengapa jantung Aubrey berdegup kencang. Semoga dia tidak melihat Liam disini. Karena pria itu selalu muncul setiap harinya menemui Aubrey dengan berbagai alasan.
Dua mobil warna hitam dan kuning pun masuk setelah memperkenalkan diri untuk menemui sang pemilik rumah. Aubrey keluar dari mobilnya dan menghela napas berkali-kali. Jerry melihat anak perempuannya itu tampak deg degan. Dia pun tersenyum penuh kasih.
"Kemarilah sayang, jangan khawatir. Ada ayah disini. Kita akan menghadapi bersama-sama, okay?" Ujar Jerry yang dibalas dengan anggukann oleh Aubrey.
"Selamat datang di kediaman kami. Jerry, ayo masuk-masuk." Phil menyambut kedatangan Jerry sejak kedua ayah dan anak itu memasuki rumah. "Dan ini adalah …" Phil memicingkan matanya. Perempuan muda dan cantik didepan matanya sungguh mampu membuat dirinya terkagum-kagum.
"Ini putri pertama saya, Aubrey. Aubrey, perkenalkan tuan dan nyonya Phil Knight." Jerry memperkenalkan anaknya dengan calon mertuanya.
"Selamat pagi dan salam kenal tuan dan nyonya Knight. Nama saya Aubrey Green." Dengan penuh kesopanan dan pembawaan yang elegan dan dewasa, Aubrey menunjukkan ciri khas seorang perempuan yang tahu sopan santun dan menghargai yang lebih tua umurnya.
"Oh, cantik sekali dan sangat anggun. Ibumu pasti cantik luar biasa." Anna, menyukai Aubrey sejak kesan pertama. Dia sudah punya firasat kalau Aubrey adalah jodoh yang tepat untuk anak bungsunya, William.
"Terima kasih nyonya. Ibu saya memang wanita paling cantik sedunia." Jawab Aubrey dengan senyum cerah dan gembira karena ibunya dipuji oleh wanita lain.
"Ayo silahkan duduk. Dirumah tidak ada siapa-siapa, Cuma kami berdua dan beberapa pelayan. Anak-anak sudah di kantornya masing-masing." Ujar Anna sambil menggandeng lengan calon menantunya yang sangat cantik tersebut. Tidak henti-hentinya, Anna memandang wajah cantik Aubrey.
Jerry dan Phil duduk di sofa single yang bersisian, sementara Anna menarik lengan Aubrey untuk duduk bersama dengannya di satu sofa panjang. Sudah sejak lama Phil tidak melihat senyuman cerah di bibir sang istri. Penyakit parah yang hinggap ditubuhnya sejak lama, membuatnya selalu murung dan menolak bila bertemu dengan orang-orang.
"Pakaianmu sangat rapih seperti orang bekerja. Apakah kamu memiliki pekerjaan diluar?" Anna bertanya penasaran, melihat pakaian Aubrey yang rapih dan bersahaja.
"Betul nyonya, saya adalah seorang dosen di salah satu kampus terkenal disini." Jawab Aubrey sambil tersenyum malu.
"Kamu … seorang dosen? Memangnya berapa usiamu sekarang?" Tanya Anna heran.
"Tahun ini saya berusia dua puluh empat tahun." Jawab Aubrey ramah.