Karena terlalu lama duduk, betis Aubrey keram sehingga perempuan itu mendadak lemas saat hendak berdiri dan tiba-tiba terjatuh lagi keatas sofa. Tangan Liam yang menggenggam tangan Aubrey pun menjadi ikut tertarik sehingga keduanya terjatuh ke atas sofa dengan posisi Liam berada diatas Aubrey dalam keadaan menindih tubuh Aubrey yang terbaring sempurna diatas sofa panjang. Ciuman spontan pun tak terhindarkan diantara sepasang anak muda yang belum pernah berciuman sama sekali.
Kedua mata mereka spontan terbelalak satu sama lain. Aubrey mendorong tubuh William menjauh sehingga pria berambut perak itu hampir saja terjatuh ke belakang.
"Ma-maafkan aku, aku ... aku tidak sengaja." Liam berdiri dengan canggung, begitu juga dengan Aubrey yang mengelap bibirnya dengan pergelangan tangannya. Dosen muda itu pun keluar dari apartemen Liam tanpa berkata apapun sambil menunduk malu dan gugup juga panik dalam satu waktu. "Aubrey, tunggu aku!" Liam segera mengambil kunci mobil yang ada diatas meja bar dapur dan berlari menyusul Aubrey.
Sepanjang perjalanan menuju rumah The Green, Aubrey dan Wiliam diam satu sama lain. Tidak ada yang memulai pembicaraan sama sekali. Namun, Liam memberanikan diri untuk memecah kesunyian dengan mengajukan satu pertanyaan.
"Aubrey, besok aku jemput kerumah ya? Nanti kita sama-sama ke apartemen." Ucap Liam.
"Iya," Jawab Aubrey tanpa menoleh sama sekali ke wajah penanya. "Ciuman pertamaku direbut olehnya." Gumam Aubrey dalam hati. Perempuan itu menggigit bibirnya. Meskipun kejadian itu tak terduga dan tanpa disengaja, yang namanya ciuman tetap ciuman, bagaimanapun kondisinya. Pikir Aubrey.
Liam tahu kalau Aubrey berusaha untuk tidak tegang. Namun, semuanya langsung berubah sejak kejadian beberapa menit yang lalu. Akhirnya, mobil mereka pun sampai juga di depan pagar rumah keluarga The Green.
"Terima kasih sudah mengantarku pulang. Oya, besok aku akan berangkat sendiri saja. Kamu tidak usah menjemput aku." Aubrey melepas sabuk pengamannya dan hendak langsung keluar mobil. Namun, William mencegahnya.
"Tidak sopan kalau tidak mengantarkan anak gadis pulang di tengah jalan. Pintu gerbang sudah terbuka. Aku antarkan Aubrey sampai ke dalam rumah ya. Aku juga ingin bertemu dengan paman Jerry." Ucap Liam. Aubrey hanya melongo dan Liam pun menjalankan mobil hingga berhenti tepat didepan pintu rumah keluarga The Green.
"Tapi, ini sudah malam. Semua orang mungkin sudah tidur." Jawab Aubrey lagi.
"Begitukah?" Liam tampak berpikir. Sekali lagi, keberuntungan berada di pihak Liam. Tampak Jerry berdiri di luar pintu karena mendengar mobil datang.
"William? Aku tidak menyangka kamu datang. Aubrey?" Jerry kaget melihat William yang datang kerumahnya. Lebih kaget lagi melihat Aubrey keluar dari dalam mobil William.
"Selamat malam paman, aku mengantarkan Aubrey pulang karena tadi kami kemalaman. Hehehe," Liam menggaruk tengkuk lehernya dan memberikan ekspresi gugup dan takut berbuat salah.
"Ayo masuk dulu, cerita-ceritanya didalam saja. Itu kalau William berkenan untuk masuk." Jawab Jerry dengan ramah.
"Liam akan pulang sekarang, yah. Iya kan?" Aubrey memberikan sorot mata tajam pada lelaki yang mengantarkannya pulang itu, untuk mengatakan iya agar tidak perlu masuk kedalam rumah.
"I-iya, aku harus pulang sekarang, karena sudah malam." Jawab Liam panik. Aubrey tersenyum lebar pada ayahnya.
"Masuklah dulu, jauh-jauh mengantarkan Aubrey pulang, masa tidak mau mampir sebentar." Jerry menarik tangan Liam untuk masuk kedalam rumah. justru Aubrey lah yang panik dan tidak bisa berkata apa-apa.
"Tapi yah,"
"Sudahlah Aubrey, kamu masuk kedalam kamar, ganti baju. Baru keluar lagi menemani William dan ayah mengobrol di ruang tamu. Okay?" Jerry mendorong Aubrey untuk masuk kedalam rumah terlebih dahulu. Aubrey hanya bisa mengerucutkan bibirnya, mendapati ayahnya lebih memilih bersikap lembut pada William daripada dirinya, anak kandungnya. Aubrey bisa melihat ekspresi William yang terkekeh melihat dirinya di usir secara halus.
Aubrey pun berjalan meninggalkan dua pria beda generasi tersebut. Ketika dirinya akan berjalan menuju kamarnya, tampak Chesa sedang menatapnya dari jauh. Kedua matanya menyiratkan kebencian yang teramat sangat dan bibirnya menyeringai sinis. Aubrey yang sudah terbiasa dengan perlakuan adik tirinya itu, mengabaikan perempuan manja yang masih berkutat dengan kuliahnya yang tidak kunjung selesai.
"Cih, anak perempuan belum menikah malah pulang malam-malam, dengan seorang pria juga. Sungguh anak yang sangat berbakti dan penuh etika." Chesa menyandarkan tubuhnya di dinding lorong kamar dan berkacak pinggang menantang kakak tirinya tersebut. Aubrey yang tidak pernah menanggapi ucapan Chesa, berjalan lurus seolah-olah tidak ada manusia lain di lorong itu selain dirinya.
"Aubrey, aku berbicara padamu!" Chesa hendak menarik tangan Aubrey namun Aubrey lebih sigap dan memelintir tangan perempuan manja yang tidak tahu sopan santun itu ke belakang tubuhnya lalu mendorongnya ke depan hingga jatuh terduduk diatas lantai.
"Atas dasar apa kamu berteriak padaku? Aku ini kakak kamu, meskipun aku juga malas mengakui kamu sebagai saudara satu ayah. Tapi, aku tidak akan tinggal diam kalau kamu berlaku semena-mena lagi padaku. Aku bukan Aubrey kecil yang lemah dan mudah ditindas. Ingat itu!" Aubrey mendekati Chesa yang terduduk di atas lantai.
"Dasar perempuan sialan! Pantas saja tidak ada lelaki yang mau sama dirimu, huh!" Chesa menggeram menahan emosi.
"APA YANG KAMU LAKUKAN?" Suara teriakan Patricia, ibu tiri Aubrey menggema membuat Jerry dan William yang berada di lantai 1 terperanjat kaget.
"Anak kurang ajar! Apa yang kamu lakukan pada anakku?" Merasa mendapatkan peluang emas untuk menarik perhatian, Chesa langsung pura-pura menangis dan berakting seolah-olah tertindas.
"Mommy, Aubrey mendorongku hingga jatuh ke lantai. Padahal aku hanya bertanya, kenapa kakak pulang terlalu malam? Huhuhu ..." Chesa langsung mengeluarkan air mata seketika dan memeluk mommynya erat-erat, membuat Patricia semakin berang. Aubrey mengernyitkan alisnya melihat betapa berbakatnya Chesa jika menjadi ratu drama karena kemampuan bersandiwaranya yang sangat jempolan.
"Aubrey, jelaskan padaku apa yang kamu lakukan pada adikmu? Dasar kurang ajar!" Tanpa bertanya alasannya, Patricia melayangkan tamparan diudara hendak mengenai Aubrey, namun Jerry datang tepat pada waktunya.
"Hentikan!" Tangan Patricia yang masih diatas udara berhenti seketika mendengar suara suaminya yang melengking tinggi. Tampak dibelakangnya seorang pria muda yang sangat tampan dengan warna rambut putih.
"Apa yang kamu lakukan, hah? Kamu ingin menampar Aubrey?" Jerry berjalan cepat menghampiri tiga perempuan yang sedang berselisih tersebut. Aubrey bersikap tenang dan diam. Perempuan itu ingin menonton drama keluarga yang sering terjadi di dalam rumah ini. Ibu dan adiknya ini akan selalu mencari gara-gara agar Aubrey disalahkan ayahnya.
"Anakmu! Dia mendorong Chesa hingga terjatuh ke lantai. Kamu bisa lihat sendiri." Patricia menunjuk posisi Chesa yang belum bangun dari posisi jatuhnya.
"Aubrey, jelaskan sama ayah. Apa yang terjadi? Kamu tidak mungkin mendorongnya begitu saja bukan?" Jerry menatap tajam anak perempuan yang sejak tadi diam itu.