"Aubrey, jelaskan pada ayah. Apa yang terjadi? Kamu tidak mungkin mendorongnya begitu saja bukan?" Jerry menatap tajam anak perempuan yang sejak tadi diam itu.
"Huh, bukankah sudah bukan rahasia umum lagi kalau Chesa sering mencari gara-gara dan bertingkah baik ratu drama? Sudahlah, aku malah berdebat. Aku sudah lelah, mau istirahat." Aubrey masuk kedalam kamarnya meninggalkan tatapan nyalang Chesa dan Patricia. Jerry hanya bisa mendesah mendengar ucapan anaknya. Liam yang berdiri sejak tadi dibelakang mereka, hanya bisa diam menatap dua perempuan yang mengeraskan rahang dan mengeratkan bibirnya.
"Oh maaf William, kamu jadi harus menyaksikan kejadian ini. Kita kembali duduk saja." Jerry baru sadar ada tamunya yang ikut melihat momen tersebut.
"Hari sudah malam. Aku pulang saja, paman. Oya, besok pagi aku akan datang lagi menjemput Aubrey." Liam berkata sambil tersenyum lirih. Senyum yang lebih mirip orang bodoh namun tidak ada yang mengira kalau dibalik senyuman itu tersimpan aura mencekam bagi siapa saja yang berani mengganggunya.
"Oh, untuk apa kamu menjemputnya? Dia biasanya juga berangkat kerja sendiri." Jerry mengerutkan alis tidak mengerti.
"Hehehe, aku belum bilang ya kalau mulai besok, Aubrey akan tinggal di apartemenku. Tapi, dia akan tinggal sendiri. Paman jangan berpikir yang tidak-tidak. Aku masih akan tetap tinggal di rumah mommy." Jawab Liam sambil cengengesan.
"Apa? Dia mau tinggal di apartemen kamu? Tapi, dia tidak bilang padaku." Jawa Jerry.
"Keputusannya pun baru hari ini. Nanti paman bisa bicara dengan Aubrey untuk lebih jelasnya. Kalau begitu, aku akan pulang sekarang." Liam berpamitan dengan pemilik rumah lalu pergi melesat dengan mobil yang dikendarainya sendiri.
Tinggallah Jerry yang kebingungan. Kalimat yang diucapkan sungguh membuat Jerry tidak habis pikir. Dari dulu Aubrey selalu menolak untuk tinggal diluar dan dia juga tidak ingin anaknya untuk keluar dari rumah, sebelum waktunya menikah. Tapi kini, tiba-tiba Aubrey mau tinggal di luar. Pasti ada sesuatu yang disembunyikan anaknya. Jerry segera menuju kamar anak pertamanya itu dan mengetuk pintunya.
TOK TOK TOK ...
"Aubrey, ini ayah. Kalau kamu belum tidur, bisakah kamu buka pintunya terlebih dahulu?" Jerry mengetuk pintu dengan pelan. Berharap anaknya tidak terbangun dengan ketukannya kalau memang sudah tidur.
CEKLEK! Tidak lama kemudian pintu yang terbuat dari kayu kualitas terbaik itu pun dibuka.
"Ayah," Tampak penampilan Aubrey yang lebih segar dengan balutan piyama kaos dan celana panjangnya.
"Apa ayah mengganggu kamu tidur?" Jerry berkata dengan lembut.
"Tidak, masuklah." Aubrey membuka pintu lebih lebar lagi. Perempuan yang rambut pirangnya masih setengah basah itu, duduk di tepi ranjang kasurnya, sementara Jerry duduk di kursi rias yang ada didalam kamar.
"Aubrey, katakan pada ayah, kenapa kamu harus tinggal di apartemen Liam. Apa kamu sudah tidak betah tinggal dengan ayah?" Jerry menatap anak perempuan sulungnya itu dengan wajah memelas.
Aubrey menghela napas sebelum menjawabnya.
"Ayah, sudah waktunya aku untuk merasakan tinggal mandiri diluar. Aku masih akan kesini ... mungkin satu minggu sekali." Jawab Aubrey dengan kedua telapak tangan disatukan.
"Tapi, kenapa baru sekarang? Lagipula, kamu belum menikah."
"Tidak masalah ayah, aku tinggal disana juga sendiri, bukan satu atap dengan William. Dia hanya meminjamkan apartemennya padaku. Aku bersedia berpura-pura menjadi pacarnya dalam waktu 3 bulan saja. Dan, selama 3 bulan itu, dia meminjamkan apartemennya untukku." Jawab Aubrey mantap.
"Berpura-pura? Bukankah kamu bilang tidak ingin menikah dengannya?" Jerry mengerutkan alisnya.
"Hanya pacaran, tidak sampai menikah. Lagipula, William sudah berjanji pada kedua kakaknya untuk tidak menikah tahun ini." Aubrey berkata.
"Oh begitu. Ayah hanya bisa berpesan, hati-hati menjaga diri diluar. Kamu sering telat makan. Jaga kesehatan baik-baik." Jawab Jerry. Pria itu pun berdiri dan hendak meninggalkan kamar anak perempuan sulungnya itu.
"Besok William bilang akan menjemputmu pagi-pagi sekali untuk ke apartemen. Pergilah setelah sarapan. Ayah akan merasa kehilangan kamu saat-saat makan bersama lagi." Jawab Jerry. Pria yang memiliki dua anak itu pun berlalu dan Aubrey kembali sendirian didalam kamarnya. Perempuan bermata biru itu menghela napasnya lagi. Ada rasa sedih harus meninggalkan ayahnya sendirian dirumah ini. Tapi, Aubrey juga ingin sesekali merasakan hidup mandiri di luar. Aubrey menuju meja rias dan mengeringkan rambutnya yang masih setengah basah sebelum tidur.
-----
Seperti janji William, pagi-pagi sekali pria dengan warna rambut putih itu sudah duduk di ruang tamu, menunggu kehadiran Aubrey. Beruntung Jerry sudah siap menyambutnya karena memang tahu bakal kedatangan pria ini pagi-pagi sekali.
"Ayo kita sarapan dulu." Jerry mengajak William untuk ikut serta ke meja makan namun pria tinggi menjulang dengan penampilan semi formal hanya mengenakan kaos polo dan celana panjang bahan itu, menolak dengan halus.
"Maaf paman, aku sudah sarapan di rumah." Jawab William.
"Tidak apa, minum saja kalau begitu. Aku tidak enak kalau meninggalkan kamu sendirian disini." Jerry berkata. Dengan terpaksa, William pun menyetujui ajakan calon ayah mertuanya itu.
"Kalian sudah kumpul semua rupanya. Kita pagi ini kedatangan satu orang lagi yang akan bergabung di meja makan ini." Chesa dan Patricia menganga melihat William yang terlihat sangat tampan pagi ini. Dalam hati Chesa, perempuan manja itu merutuki kebodohannya menolak pria setampan William. Dia mengira kalau pria yang bernama William itu jelek, idiot, bodoh, dan sakit-sakitan. Ternyata semuanya bertolak belakang dengan kenyataannya. Aubrey yang melihat William datang pagi-pagi langsung mengerutkan alisnya. Pria itu pun akhirnya duduk di sebelah Aubrey sambil memberikan senyum ramahnya pada semua orang yang ada di ruangan makan.
"Kenapa kamu datang? Aku kan sudah bilang kalau kamu tidak perlu menjemput aku." Aubrey berbisik-bisik di dekat wajah William, dengan diiringi tatapan sinis Chesa dan Patricia.
"Hehehe, ada beberapa hal yang lupa aku jelaskan kemarin tentang apartemen itu." Jawab William.
"Aubrey, sudahlah tidak usah berbisik-bisik. Nanti saja bicaranya lagi. Sekarang kita makan pagi dulu." Aubrey pun kembali duduk tegak di kursinya. William pun spontan mengikuti gerakan Aubrey. Aneka sajian sarapan dihidangkan oleh para pelayan yang bergantian hilir mudik.
Lima orang yang mengelilingi meja makan pun makan dengan pikiran masing-masing. Chesa dan Patricia dengan pikiran keji dan tatapan sinisnya pada Aubrey dan Liam yang tampak sangat akrab bercakap-cakap, Jerry yang makan dengan pikiran penuh karena akan ditinggalkan oleh anak sulungnya pertama kali dalam hidupnya, juga Aubrey yang tidak sabar ingin segera menikmati kebebasannya tinggal diluar tanpa harus melihat wajah adik beda ibu dan ibu tirinya itu.
Selesai makan dan semua peralatan makan sudah bersih diangkat dari hadapan masing-masing, Jerry pun akhirnya berkata.
"Mulai hari ini, Aubrey akan tinggal di apartemen William."