Chereads / Spring Breeze - 春のそよ風 / Chapter 22 - Dua Puluh Satu

Chapter 22 - Dua Puluh Satu

Ryu meletakkan dus terakhir di atas tumpukan dus-dus yang kini menggunung di ruang tamu apartemen Haru. Ia menepuk tangan, membersihkan sisa debu di telapak tangannya lalu berkacak pinggang di sudut ruangan. "Apa ini dus terakhir?"

"Ya, sepertinya begitu," jawab Haru sambil bersandar di tembok, menyapu seisi ruangan sambil menghela napas panjang.

Apartemennya kini kehilangan segala perabot serta pernak-perniknya. Dapurnya sudah tak lagi diisi cangkir-cangkir serta piring beling kesukaannya. Televisi serta kotatsu sudah dibeli oleh tetangga baru di apartemennya yang kebetulan membutuhkan keduanya. Orang tuanya sempat datang untuk membantu memindahkan beberapa perabotan lainnya seperti lemari dan meja rias di ruang tidurnya. Kini, satu-satunya yang tersisa hanya futon untuk digunakan sebagai alas tidur di malam terakhirnya bersinggah di apartemen yang telah menjadi tempat tinggalnya selama lima tahun terakhir.

Angin musim semi yang mulai terasa seperti musim panas berhembus masuk lewat jendela yang dibiarkan terbuka di ujung ruangan. Tidak terasa, musim panas sudah menyapa. Satu bulan berlalu begitu cepat dan persiapan perpindahannya telah berakhir.

"Aku akan memastikan tidak ada yang tertinggal. Dan meski kau meninggalkan sesuatu, aku akan menyimpannya sampai...," Ryu menunduk dan menghembuskan napas dengan berat saat melanjutkan, "...kita bertemu lagi."

Haru kembali merasakan serangan rasa bersalah. Setiap saat seseorang atau siapapun menyinggung soal rencana kepergiannya meninggalkan Tokyo, Haru selalu merasa seperti ia tidak seharusnya pergi.

"Kita pasti akan bertemu lagi, Ryu." Haru berjalan menghampiri Ryu yang berdiri di ujung ruangan. "Kecuali kalau segalanya berubah."

"Apa maksudmu?"

"Kau tahu, segala sesuatu bisa saja berubah. Seperti hubunganmu dengan Yui, misalnya." Haru bersedekap sambil mengerutkan dagu.

"Oh, mulai lagi."

"Maksudku, kenapa kau memberitahunya kalau kau dan aku hanya berteman sedangkan kau tidak mengatakan hal yang sama pada Akira?"

Kedua mata Ryu melebar tidak percaya. Ia mendengus sambil setengah tertawa ketika membalas, "Tentu saja aku tidak bisa memberitahunya! Menurutmu apa yang akan ia katakan kepada kedua orang tuaku saat ia kembali ke Kumamoto? Menurutmu apa yang akan terjadi pada ayah dan ibuku ketika mereka tahu kalau putera semata wayang mereka sudah bertunangan tanpa sepengetahuan mereka?"

Setelah mencerna kalimat Ryu cukup lama, Haru menggigit sudut bibirnya. Kenapa tidak terpikirkan olehnya sejauh itu?

"Aku tidak ingin orang tuaku mendengarnya dari orang lain," tambah Ryu sambil duduk di salah satu tumpukan dus yang tampak kuat. "Aku ingin mereka mendengar tentang pertunangan kita dari mulutku sendiri."

Haru mengerjap lalu mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Kemudian ia berdeham dengan kikuk saat menimpali, "Kita tidak perlu berpura-pura lagi sekarang."

Ryu mendongak menatap Haru yang berdiri di hadapannya. "Apa?"

"Kau dan aku." Haru mengendikkan bahu, "Kita tidak perlu berpura-pura bertunangan lagi sekarang."

"Ya," jawab Ryu, singkat. "Tentu saja. Karena kita akan benar-benar bertunangan, bukan?"

Haru mendelik, kaget.

"Kenapa?" timpal Ryu. "Kau tidak mau menikah denganku?"

Haru mengerutkan alisnya dengan panik. Ia belum sempat bereaksi ketika Ryu menambahi, "Aku tidak mengerti. Kupikir kau menyukaiku."

"Berhenti bercanda dan mulailah bersih-bersih!" Haru berbalik memunggungi Ryu, menyembunyikan kedua pipinya yang terasa panas.

Ryu bangkit berdiri sambil tersenyum jail, menahan tawanya ketika melihat reaksi Haru. Ia lalu memungut sapu dan mulai membersihkan lantai. Gerakannya melambat ketika melihat Haru sibuk mengelap meja dapur, membelakanginya sambil bersenandung ringan.

Ryu berhenti seketika, menjatuhkan gagang sapu kemudian berjalan pelan menghampiri Haru. Ketika ia akhirnya hanya berjarak beberapa sentimeter dari Haru, Ryu berbisik, "Jangan bergerak. Aku akan memelukmu."

Kedua mata Haru melebar, kaget. Ia baru hendak berbalik ketika merasakan kedua lengan Ryu membungkus tubuhnya.

"Ryu..."

"Aku akan sangat merindukanmu." Suara Ryu begitu lembut di telinganya. Terdengar tak bertenaga namun menenangkan di saat yang bersamaan. "Berjanjilah kau akan kembali."

Ryu membenamkan wajahnya di leher Haru, bersembunyi di balik juntaian rambut yang terasa begitu lembut di kulitnya. Ia menghirup aroma itu - wangi susu yang bercampur dengan bau lavender. Ia ingin berada sedikit lebih lama. Ia akan menyimpan kenangan ini, aroma tubuh Haru dan waktu yang seolah berhenti ini di dalam ingatannya agar ia selalu bisa kembali ke saat ini setiap saat ia merindukan Haru.

Haru menarik napas dalam-dalam lalu memejamkan matanya. Kemudian dengan seluruh keberanian yang ia miliki, ia berbalik lalu menarik Ryu ke dalam pelukannya. "Aku berjanji."