Waktu telah menunjukkan pukul 00.30 wib. Sebuah mobil berhenti tepat di depan pagar besi bercat hitam. Para penjaga keamanan rumah tersebut meningkatkan kewaspadaan mereka, saat melihat kendaraan yang tidak dikenal. Dalam diam terus mengamati situasi.
Pada saat melihat seseorang yang mereka kenal, turun dari dalam kendaraan itu. Barulah para security tersebut menghela nafas dengan lega. Salah satu penjaga bergegas membuka pintu gerbang dan bersiap menyapa majikannya.
"Terima kasih sudah mengantarku." ucap Aland sambil membungkukkan setengah tubuhnya ke jendela. Agar memudahkan ia untuk berbincang dengan salah satu rekannya.
"Tidak perlu sungkan, Bos! hubungi aku kapan saja, jika kau membutuhkan bantuanku." balas seorang pemuda dari balik kemudi.
"Ck, Jangan lupa! katakan pada Rio, besok jam 6 pagi si pinky sudah berada di halaman rumahku!" perintah Aland dengan tegas.
"Siap, Bos!" sahut Kenny.
"Sudah kubilang jangan memanggilku Bos!" tandas Aland sambil mengeryitkan dahi merasa tidak suka.
"Hohoho, tidak bisa! Karena itu sudah mendarah daging! Di tambah kau adalah atasanku." elak Kenny mencoba mencari alasan untuk membuat Aland kesal. Pasalnya ia mengetahui bahwa Aland tidak suka memandang rendah orang lain.
"Akan kupotong gajimu, jika masih memanggilku dengan sebutan Bos." putus Aland sepihak.
"Ah, tega sekali! Kau telah menyakiti hatiku, Bos." ucap Kenny sambil menampilkan wajah terluka dan salah satu tangannya memegang dada bagian sebelah kanan.
"Ck! Melihat kelakuanmu saat ini, kau pantas menjadi aktor daripada menjadi team IT -ku." decak Aland sambil menggelengkan kepalanya.
"Tidak tertarik! Aku lebih suka menjadi bawahanmu." balas Kenny tidak mau mengalah.
"Pergilah! Sampai kapan kau mau berada di sini!" usir Aland dengan acuh tak acuh.
"Hiks! Abis manis sepah di buang! Baiklah... Aku pulang dulu, jangan lupa mimpiin aku ya, Bos." kelakar Kenny sebelum menginjak pedal gas kendaraannya.
"Cih! Udah tidak waras nih orang!" decih Aland merasa sebal.
Setelah memastikan kendaraan Kenny menghilang dari pandangannya. Aland segera berjalan menuju gerbang rumah yang telah di buka oleh pak Didi. Ia membalas sapaan para security dengan sumringah. Kemudian melanjutkan langkah kakinya melewati halaman rumah, untuk memasuki kediaman keluarganya.
Namun, mendadak langkah kakinya terhenti. Saat menemukan sebuah mobil sport yang tidak asing lagi bagi dirinya. Dia pun berdecak dengan kesal. Dalam sekejap mata emosinya mulai tersulut. Aland memutuskan bergegas memasuki rumah.
Akan tetapi, ketika salah satu tangannya menjulur ke depan untuk meraih kenop pintu. Seseorang telah lebih dulu membuka pintu dari dalam. Hingga tatapan keduanya bertemu dan saling mengunci. Aura permusuhan menguar dari kedua orang tersebut. Suhu di sekitar menjadi naik beberapa derajat.
Sekujur tubuh Audy mengeluarkan keringat dingin. Saat ini, ia berharap dapat bersembunyi di dalam lubang. Namun, gadis itu harus menerima kenyataan bahwa rasanya tidak mungkin dirinya bisa melarikan diri. Ia segera memacu otaknya untuk memikirkan cara untuk mencairkan situasi yang terasa tegang.
"Aland, kau sudah kembali? Cepatlah masuk! Di luar sangat dingin!" sambut Audy penuh semangat.
Di sisi lain, terlihat jelas Aland tidak ingin membalas perkataan saudara kembarnya. Dia memilih untuk memusatkan perhatiannya pada Rey. Hal itu semakin membuat situasi memanas. Karena tidak ada satupun dari kedua pemuda tersebut yang mau mengalah.
"Jangan pernah menginjakkan kakimu disini lagi!" desis Aland sinis.
"Bukan urusanmu!" balas Rey sambil memalingkan wajahnya dengan acuh tak acuh.
Kemudian sebuah tinju melesat cepat kearah depan. Kepalan tangan dengan tenaga ekstra tersebut nyaris menghantam wajah tampan Rey. Namun, Aland harus kecewa karena pemuda di hadapannya menghindari pukulannya tepat waktu.
Melihat hal itu, Audy langsung memekik karena merasa terkejut. Lalu ia segera menutup mulut dengan kedua tangan. Di sisi lain, Rey memilih mundur satu langkah untuk menghindari pukulan keras milik Aland tersebut. Akan tetapi, Rey tidak akan tinggal diam.
Aland sendiri tidak ingin menyerah begitu saja. Kemudian ia segera melancarkan serangan lagi. Namun, kali ini ia memberikan pukulan tangan kanan sambil melayangkan tendangan kaki kiri. Ternyata usahanya berhasil melukai Rey.
Bugh! Bugh!
"Rey!" ucap Audy lirih.
Tendangan tersebut mengenai area perut Rey hingga pemuda itu mundur beberapa langkah ke belakang. Rey dengan mudah menangkis pukulan Aland. Akan tetapi, dia lengah terhadap tendangan yang datang. Hal itu membuat emosinya meledak.
Detik itu juga, Rey membalas pukulan Aland dengan melakukan sambion jireugi berulang kali. Sejenis pukulan yang mengarah pada bagian bawah, perut dan kepala. Sehingga posisi Aland menjadi terdesak dan hanya bisa terus menangkis serangan tersebut. Rey tidak ingin memberi jeda istirahat pada sahabatnya.
"Rey! Aland! Cukup! Hentikan! Kita bicarakan semuanya baik- baik!" teriak Audy dengan keras.
Namun, teriakannya diabaikan oleh kedua pemuda yang sedang berkelahi itu. Sebagai penonton hati Audy merasa sangat cemas. Dia takut Rey maupun Aland terluka parah. Akhirnya Audy memutuskan untuk meminta bantuan kepada keamanan yang berjaga di gerbang depan. Untuk memisahkan perkelahian dua orang tersebut.
Setelah mendengar panggilan dari nona mudanya. Ketiga orang penjaga keamanan langsung bergegas berjalan menuju ke dalam rumah. Audy segera memberi perintah kepada para security agar secepatnya menghentikan perkelahian Aland dan Rey. Dengan bantuan pak Didi dan rekan- rekannya, Aland dan Rey berhasil dipisahkan.
"Lepaskan Aku! Kalian tidak perlu menahanku! Biarkan aku menghajarnya!" teriak Aland emosi.
Sepertinya Aland masih merasa tidak puas. Terlihat dari tindakan pemuda itu yang terus memberontak saat tubuhnya ditahan oleh penjaga keamanan. Padahal Aland memiliki luka memar paling banyak apabila dibandingkan oleh Rey. Namun, kondisi saat ini memaksanya untuk mengontrol emosinya.
"Aku tidak akan memukulnya kembali! Lepas!" titah Rey dingin.
Para security mempercayai perkataan yang dilontarkan oleh Rey. Sehingga mereka segera melepaskan pemuda itu. Berbeda dengan Aland yang kesulitan mengontrol emosi. Rey terlihat lebih mampu mengendalikan diri.
Setelah penjaga keamanan melepaskannya, Rey membuktikan perkataannya untuk tidak berkelahi lagi. Ia mulai berjalan menuju pintu keluar. Dengan wajah tanpa ekspresi ia pergi meninggalkan rumah tersebut. Pemuda itu memilih menghentikan perkelahian yang akan berdampak negatif untuknya. Dia tidak ingin Audy semakin membenci dirinya.
Beberapa menit kemudian terdengar suara mesin kendaraan yang mulai menjauh. Lalu Audy bergegas menghampiri saudara kembarnya untuk memeriksa keadaan. Ia meminta seorang pelayan mengambil sebaskom air hangat dan sebuah kotak p3k. Gadis itu menarik salah satu lengan Aland perlahan dan membawanya menuju sofa.
"Duduklah." pinta Audy.
Dalam diam Aland mengikuti keinginan adik kembarnya. Tanpa protes lebih jauh ia mendaratkan pantatnya di atas sofa empuk. Ditambah tubuhnya sudah terasa sangat lelah. Ia membiarkan Audy mengobati luka- luka yang dialaminya.
Sesekali rintihan keluar dari bibir Aland. Kala Audy tanpa sengaja menekan terlalu keras luka di wajah tampannya. Gadis itu tidak menyembunyikan kekesalan terhadap dirinya. Membuat ia mengerti bahwa Audy mengkhawatirkannya.