Happy reading,
Awan hitam yang mengelilingi kota Jakarta sejak tadi siang. Menjadi pertanda akan turun hujan deras, tetapi seorang gadis mengabaikan tanda- tanda alam tersebut. Akhirnya disinilah ia berada. Terdampar di sebuah halte bus, yang letaknya persis di depan sekolah tempat ia menimba ilmu.
"Ah! Hujan! Menyebalkan! " keluh Audy, yang kini menggigil kedinginan.
Kedua telapak tangannya ia gosok berulang kali. Berharap dapat menciptakan sedikit rasa hangat. Karena udara dingin berhasil menembus sweater yang ia kenakan dan terasa sampai menusuk kulit. Sedikit penyesalan hinggap di dalam hati gadis itu. Mengingat tawaran teman- temannya untuk pulang bersama.
Namun, mau tak mau ia pulang terlambat karena ingin mengumpulkan tugas, dan kebetulan guru yang bersangkutan tidak ada di tempat. Hingga ia harus mencari guru tersebut di setiap ruang kelas. Motor matic yang biasa Audy gunakan, sedang dalam perbaikan di bengkel langganan. Kendaraannya rusak karena ulah ceroboh saudara kembarnya.
Kemudian, ia memeriksa tas punggungnya untuk mencari ponsel kesayangannya. Gadis itu berniat menghubungi saudaranya. Setidaknya pemuda bernama Aland itu harus peduli dengan kesusahannya. Setelah berhasil mendapatkan ponselnya, Audy melihat ke arah layar ponsel tersebut, dan ekspresi wajahnya langsung berubah masam.
"Yahh... Lowbatt! Huh!" desah Audy dengan lirih.
Lalu ia kembali memeriksa isi tasnya untuk mencari power bank, tetapi sekali lagi Audy harus menelan kekecewaan. Ia lupa membawa alat pengisi daya tersebut. Gadis itu menghela nafas dengan kasar untuk menyalurkan kekesalannya. Dan memutuskan untuk memasukan kembali ponselnya ke dalam tas.
Audy terpaksa menunggu sampai hujan reda. Kedua matanya mengamati area sekitar. Lalu menyadari bahwa bukan dirinya saja yang terjebak di halte bus ini. Banyak siswa dan siswi berasal dari sekolah yang sama dengannya. Memilih menggunakan halte bus ini untuk tempat berteduh. Terlihat bus dan angkutan umum berlomba memakirkan mobilnya di pinggir jalan untuk mencari penumpang.
Karena ia tidak bisa menghubungi Aland. Rasanya tidak mungkin ia berharap minta di jemput oleh pemuda itu. Dengan pasrah ia harus menggunakan angkutan umum, untuk bisa pulang ke rumahnya yang masih terletak di kawasan Jakarta barat.
Sebenarnya ia ingin menyetop taksi yang melewati halte bus tersebut, tetapi saat kondisi seperti sekarang ini, semua taksi terisi penuh. Andaikan ponselnya tidak lowbatt, mungkin ia bisa meminta bantuan Aland untuk menjemputnya atau memesan taksi online.
2 jam kemudian, hujan deras mulai mereda, yang tersisa hanyalah rintik - rintik hujan. Audy segera memastikan tas punggungnya tertutup rapat. Kemudian ia berdiri perlahan sambil menatap ke arah sekumpulan mobil angkot yang berhenti di dekat trotoar. Setelah memastikan keberadaan angkot yang menuju ke arah komplek perumahannya, ia berlari menghampiri angkot tersebut.
35 menit waktu yang ditempuh oleh Audy hingga sampai di depan komplek perumahan. Biasanya perjalanannya akan memakan waktu lebih lama sekitar 1 jam. Sehabis hujan jalan raya terlihat sepi, berbeda jika dibandingkan hari biasa. Jalan raya akan padat merayap menciptakan kemacetan di beberapa tempat.
Setelah turun dan membayar ongkos angkot yang ia tumpangi. Audy berjalan menuju gerbang perumahan yang ada dihadapannya. Gadis itu menyapa dengan ramah satpam komplek perumahan yang sedang berjaga di pos.
Walaupun Audy berasal dari keluarga yang cukup terpandang, tetapi ia adalah gadis sederhana dan ramah kepada siapapun. Kemana saja ia pergi, semua orang sangat menyukainya karena kepribadian Audy yang low profile. Akhirnya gadis itu sampai di depan sebuah rumah bercat putih. Ia segera membuka pintu pagar besi yang berwarna hitam.
Tok... Tok... Tok...
Pintu rumah diketuk olehnya, dan tidak menunggu lama pintu itu dibuka oleh salah satu pembantu yang berkerja di rumahnya. Audy langsung melangkah masuk sambil membawa sepatu sekolah, yang tadi sempat ia lepas di depan teras.
Audy segera berjalan menuju kamarnya. Ia melewati ruang tamu sebelum menaiki anak tangga. Pada saat berada di lantai atas, sayup - sayup ia mendengar suara berisik berasal dari kamar saudara kembarnya. Gadis itu mengeryit heran karena biasanya Aland tidak pernah membawa siapapun ke rumah.
Audy merasa kelelahan dan tubuhnya sangat lengket karena keringat, sehingga ia segera berjalan menuju kamarnya yang terletak di depan kamar Aland. Pada saat salah satu tangannya terulur meraih kenop pintu kamar, Audy mendengar suara Aland memanggil namanya, sehingga ia menoleh sebentar. Kemudian memutar tubuhnya menghadap Aland yang tengah bersandar di daun pintu kamar.
"Apa?" tanya Audy.
"Dari mana? Kenapa baru pulang?" tanya Aland sambil menatap saudarinya dengan tajam.
"Sekolah! Aku pulang terlambat karena siapa?! Udah tahu si pinky lagi masuk UGD, bukannya jemput!" jawab Audy kesal.
"Eh, sorry... lupa " ringis Aland merasa bersalah sambil menggaruk kulit kepala yang tak terasa gatal.
Gadis itu mendengus tak suka setelah mendengar perkataan Aland, dan langsung membalik badan membelakangi kembarannya tersebut, ia kembali meraih kenop pintu kamar. Namun, Aland lebih dulu meraih tangan kanan Audy. Lalu menarik saudarinya untuk memasuki kamar pemuda itu.
Sesampainya di dalam kamar, Audy melihat tiga pemuda yang tidak asing lagi baginya. Karena mereka semua cukup populer di sekolah, termasuk Aland saudara kembarnya. Aland dan teman- temannya lebih dikenal dengan sebutan the prince's. Selain memiliki wajah tampan nan rupawan bagaikan para dewa, keempatnya memiliki prestasi di berbagai bidang. Ditunjang pula dengan latar belakang mereka yang membuat orang lain iri.
Aland mengenalkan adik kembarnya kepada ketiga sahabatnya. Reaksi dari ketiganya sangat beragam dan membuat Audy merasa salah tingkah.
"Mohon perhatiannya, guys! ini Audy, adik kembarku." ucap Aland sambil menatap ketiga temannya.
"Hai Audy, aku Marco." sambut salah satu pemuda tampan tanpa mengalihkan pandangannya dari camera EOS R miliknya.
"Hai! " balas Audy sekenanya sambil tersenyum masam.
"Aku Jason." timpal Rey dengan santai, ia mengamati ekspresi gadis itu.
"Ah, ya... Audy." sahut Audy linglung, ia menatap Jason sambil mengangguk.
"Rey." ucap pemuda yang sedang merokok di depan jendela.
"Audy." balas Audy singkat.
Tiba- tiba ia merasakan aura dingin berasal dari pemuda bernama Rey itu. Sehingga dalam hitungan menit sekujur tubuh Audy merinding. Pada awalnya Rey terlihat sedang menikmati sebatang rokok, dan tangan kirinya sibuk mengutak- atik iphone miliknya.
Namun, ketika gilirannya memperkenalkan diri, ia mengangkat pandangannya dan menatap Audy penuh arti. Senyum samar tersemat di bibirnya. Kemudian ia memilih melanjutkan kegiatannya seolah tidak terjadi apapun.
"Udahkan? Aku mau ke kamar! Cape!" gerutu Audy dengan sinis kepada Aland.
"Ehh, ya udah sana." balas Aland seenaknya tanpa rasa bersalah.
"Ingat! Kau harus jadi supirku, selama si pinky belum keluar dari bengkel!" sindir Audy sambil berjalan meninggalkan kamar Aland.
"Iya, bawel!" celetuk Aland.
Pada saat melangkah meninggalkan kamar saudara kembarnya. Audy dapat merasakan sepasang mata mengawasi dengan intens. Membuat dirinya merasa tidak nyaman berada di dalam kamar Aland. Gadis itu segera memasuki kamar pribadinya. Ia menaruh sepatu sekolahnya di rak besi yang berada di dekat pintu. Lalu berjalan menuju meja belajarnya untuk meletakkan tas sekolahnya.
Sebelum mengistirahatkan tubuhnya, Audy memutuskan untuk membersihkan diri terlebih dahulu. Tanpa disadari olehnya, takdir mulai berjalan mengarah kepadanya.