Keesokan harinya, waktu telah menunjukkan pukul 06.15 wib. Seorang gadis cantik yang telah mengenakan seragam sekolahnya, terlihat menikmati roti sandwich buatan sang bunda di meja makan.
"Mau tambah, sayang?" tawar bunda sambil menyodorkan dua potong roti sandwich yang baru dibuatnya.
"Tidak Bun, perutku sudah terasa penuh sesak karena kekenyangan." tolak Audy sambil menggelengkan kepalanya.
"Ck, kenapa kakakmu belum turun juga ya?" tanya bunda mulai tidak sabar.
"Nanti juga turun, Bun." sahut Ayah sambil melipat koran yang baru selesai beliau baca.
"Kalau Aland bangun jam segini, bisa gempa bumi, Bun." kelakar Audy dengan mulut penuh roti.
"Huss! Jangan suka sembarangan ngomong!" tegur bunda sambil melototi anak gadisnya. Audy hanya tersenyum kecil menanggapi perkataan bundanya.
"Betul kata Audy, Bun! Punya anak laki kerjanya bangun siang melulu." celetuk Ayah membela putri semata wayangnya.
"Loh kok Ayah jadi ikutan." keluh bunda.
"Kenyataan Bun, anakmu itu paling malas bangun pagi dan suka keluyuran tidak jelas! Entah apa yang dikerjakan di luar sana?" terang Ayah.
"Namanya juga anak muda, Yah." bela bunda.
"Audy juga anak muda, tapi ia betah berada di rumah." balas Ayah.
"Audy anak perempuan, Yah." sahut bunda.
"Sama aja! Bagi Ayah tidak ada bedanya!" sela Ayah tegas.
Setelah mendengar perkataan suaminya, bunda langsung memasang wajah cemberut karena merasa kesal. Audy hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan bunda. Terkadang bundanya bersikap seperti anak kecil sehingga sang ayah harus ekstra sabar menghadapinya.
"Roti sandwich buat Ayah mana, Bun?" tanya Ayah saat melihat piring di hadapannya masih putih bersih mengkilap.
"Buat sendiri!" jawab Bunda dengan acuh tak acuh.
"Ehh... Bun... kok Ayah ditinggal?"
Bunda segera berjalan meninggalkan meja makan. Ia sedang tidak ingin melayani suaminya karena masih merasa kesal. Bunda memutuskan untuk membangunkan sendiri putra kesayangannya. Ayah melongo melihat bunda pergi begitu saja.
"Yang sabar ya, Bos." canda Audy sambil cekikikan, kemudian ia bangkit berdiri dari kursinya.
"Ehh, mau kemana kamu?" tanya ayah sambil melototi Audy.
"Audy mau pergi ke sekolah." sahut Audy.
"Kamu tidak bareng Aland?" tanya Ayah merasa heran.
"Nanti Audy telat lagi kalau nungguin Aland bangun." jawab Audy cepat.
Ia meraih ponsel miliknya dan sebuah tas sekolah yang tergeletak di atas meja. Lalu berjalan menghampiri sang ayah serta melayangkan sebuah kecupan ringan di pipi beliau.
"Audy pergi ya, Yah!" seru Audy sambil meninggalkan ruang makan.
"Hm, hati- hati!" balas Ayah.
Gadis itu segera berjalan menuju teras rumah. Kemudian memakai sepatu sekolahnya dengan cepat. Ia tidak mau sampai saudara kembarnya mengamuk karena melihat seseorang yang tidak diinginkan.
Audy berlari kecil melewati halaman rumah. Ia menuju sebuah mobil sport yang terparkir di depan gerbang rumahnya. Security yang sedang berjaga menyapa nona mudanya. Dengan senyum ramah Audy membalas sapaan tersebut.
Seorang pemuda telah berdiri di depan kendaraannya. Ia menunggu sampai gadis itu mendekat, kemudian membantu Audy membuka pintu penumpang yang berada di samping bangku kemudi. Semalam ia mengirimkan sebuah pesan kepada kekasihnya. Pagi ini ia akan menjemput Audy untuk pergi ke sekolah bersama.
"Baru sampai atau dari tadi? "tanya Audy sekedar basa- basi.
"Baru... Masuklah." sahut Rey.
Setelah memastikan Audy duduk di kursi penumpang, Rey segera berjalan melewati bagian depan mobil sportnya. Ia menaiki kendaraan miliknya dan duduk di belakang kemudi. Lalu melajukan kendaraan tersebut dengan perlahan, karena mereka masih berada di dalam kawasan perumahan.
Rey langsung menancap gas mobil sportnya. Ketika mereka memasuki jalan besar. Suasana di dalam kendaraan begitu canggung. Sehingga Rey menjulurkan tangan kirinya ke depan. Ia menekan head unit yang berada di dasbor depan.
Kemudian sebuah musik klasik mengalun memenuhi seisi ruangan mobil. Rey kembali memfokuskan pandangannya ke jalanan yang terlihat ramai lancar. Audy memilih sibuk mengotak- atik ponselnya untuk menghilangkan kebosanan.
40 menit kemudian, mobil sport yang dikemudikan oleh Rey memasuki kawasan sekolah Brunel International School. Kendaraan tersebut terparkir sempurna di parkiran.
"Terima kasih sudah menjemputku." ucap Audy dengan tulus.
Gadis itu memasukkan ponsel miliknya ke dalam tas punggung. Kemudian ia menyampirkan salah satu tali tasnya ke pundak kanan. Audy segera membuka pintu mobil, berniat untuk turun.
"Tunggu! Aku akan mengantarmu ke kelas!" tandas Rey sambil meraih salah satu lengan Audy.
"Tidak usah! Aku... Aku bisa sendiri." tolak Audy mendadak panik.
"Tidak ada penolakan sayang." tekan Rey sambil tersenyum.
Rey segera melepaskan lengan Audy. Lalu ia meraih tas sekolahnya terlebih dahulu. Setelah itu, Rey membuka pintu mobil dan bergegas menuruni kendaraannya. Pemuda itu berjalan mengitari bagian depan mobilnya menuju tempat Audy berada.
Pintu mobil yang berada di sisi kiri Audy di buka oleh Rey dari arah luar. Ia menghembuskan nafasnya dengan gusar. Sebelum dirinya menuruni kendaraan tersebut. Gadis itu tidak bisa menyembunyikan rasa panik yang melanda.
"Rey, kau tidak perlu repot untuk mengantarku sampai ke kelas." tegas Audy sekali lagi mengulang perkataannya.
"Beri aku alasan yang tepat." balas Rey sambil menatap wajah kekasihnya dengan ekspresi yang sulit diartikan.
Tubuh tegap pemuda itu berdiri bersandar pada mobil kesayangannya. Kedua tangannya melipat di dada. Rey terdiam membisu dan menunggu dengan sabar jawaban kekasihnya. Menyadari tatapan intens yang diberikan oleh Rey membuat Audy menjadi salah tingkah.
Di lihat dari posisi manapun Rey terlihat sangat tampan. Membuat kaum hawa terjerat oleh pesona yang dimilikinya. Audy sendiri merasa kesulitan mengontrol diri saat bersama pemuda itu. Gadis itu berulang kali menahan nafas, setiap Rey mengoda Audy dengan tatapan tajam yang dimilikinya.
"Aku hanya tidak ingin menjadi pusat perhatian seluruh penghuni sekolah." jawab Audy dengan jujur.
Rey merasa gemas sendiri mendengar jawaban dari Audy. Pasalnya selama ini semua gadis berlomba menarik minatnya. Pada umumnya, para gadis itu ingin hubungannya diketahui oleh seluruh penjuru sekolah. Namun, berbeda dengan Audy yang tidak ingin menarik perhatian orang banyak.
"Baik, tetapi ada syaratnya." jawab Rey.
"Benarkah? Apa syaratnya?" tanya Audy antusias.
"Kiss me now, baby girl." sahut Rey setengah menggoda kekasihnya.
"Apa??! Kurasa kau tidak waras! Otak mesum!" sembur Audy dengan kesal.
Audy memutar tubuhnya untuk bergegas pergi meninggalkan Rey sendirian. Akan tetapi, langkah kakinya mendadak terhenti. Karena dengan gerakan cepat Rey menarik lengan gadis itu. Lalu dalam sekali sentak tubuh langsing Audy berada di pelukan Rey.
Tidak membuang kesempatan yang datang, ia segera melingkarkan salah satu tangannya di pinggang ramping Audy. Membuat tubuh gadis itu menegang karena merasa terkejut. Rey tidak membiarkan Audy melarikan diri darinya.
"Mau kabur kemana, hm?" bisik Rey dengan nada lembut.