"Tunggu! Lo curang."
"Elonya aja yang lelet."
"Lo nyenggol mobil gue. Peraturannya enggak boleh main nabrak Anta!" Protes Cakrawala kesal.
Saat ini mereka berdua sedang bermain play station yang terletak di lantai dua rumah mereka. Dimana Antariksa dan Cakrawala sedang bermain balap-balapan, sementara Galaksi sedang tiduran di atas sofa singgasananya sembari membaca novel. Begitulah kegiatan malam mereka.
"Enggak sengaja."
"Enggak sengaja apanya. Keliatan banget lo sengaja!"
"Berisik." Protes Galaksi kesal.
Galaksi sedang asyik membaca novel, tapi kedua adiknya itu terlalu berisik, sehingga ia sedikit tidak fokus.
"Anta tuh."
"Dasar bocah!"
"Apa lo bilang?!"
"Bocah!"
"Lo!"
"Cakrawala! Antariksa!" Panggil oma Rita yang tiba-tiba datang menghampiri mereka.
Ketiganya pun menoleh dengan cepat ke arah sumber suara.
Oma Rita berkacak pinggang di tempatnya berdiri. "Kenapa kalian berisik sekali? Oma sampai tidak bisa mendengar suara opa kalian." Tegurnya.
Mendengar opa mereka disebut-sebut, ketiganya sontak duduk menegak. Terutama Galaksi yang tadinya tiduran, kini sudah berubah menjadi duduk.
"Opa Bima?" Beo ketiganya.
Oma Rita mengangguk pelan. "Opa nelepon oma tadi. Katanya minggu depan mau balik ke Indonesia. Ada urusan." Katanya memberitahu.
"Urusan apa sampai opa harus balik?" Tanya Cakrawala bingung.
Karena opa mereka termasuk orang sibuk dan hampir sangat jarang balik ke Indonesia kalau tidak ada urusan atau pun kegiatan penting lainnya.
"Katanya urusan penting. Oma juga enggak tahu apa itu." Jawab oma Rita seolah ia tidak tahu.
"Ini tanggal berapa?" Tanya Cakrawala ingin tahu.
"Tanggal 10, kenapa?" Jawab Antariksa.
Cakrawala mengangguk mengerti. Ia sudah ingat. "Minggu depan tanggal 17 dan itu adalah tanggal untuk memperingati mendiang grandma Rossavly." Kata Cakrawala mengingatkan kedua saudara kembarnya.
Galaksi dan Antariksa yang mendengarnya mengangguk membenarkan.
"Iya, Anta hampir lupa."
"Gue juga."
Oma Rita tersenyum simpul. "Ternyata kalian masih ingat. Oma senang mendengarnya." Katanya.
"Mana mungkin kita lupa. Opa dulu sayang banget sama grandma Rossavly." Ucap Cakrawala mengingat kenangan pada masa itu.
"Iya benar. Semenjak grandma meninggal opa sering melamun dan enggak fokus kerja." Kata Antariksa menambahi.
"Semua itu hanya formalitas." Celetuk Galaksi.
Oma Rita kembali tersenyum. "Kamu masih sama saja ya."
"Opa menikah lagi setahun setelah grandma meninggal." Kata Galaksi lagi.
"Disitu Anta senang karena opa udah enggak kayak dulu lagi."
"Cakra juga senang lihat opa senang."
Galaksi menghelakan nafasnya kasar. "Gue enggak suka." Katanya tanpa beban.
Memang sejak pernikahan kedua opa mereka, Galaksilah yang paling tidak suka. Ia sangat menyayangi grandma Rossavly, tapi opanya begitu cepat melupakan grandma kesayangannya.
"Tapi akhirnya lo suka, kan?" Sahut Cakrawala.
"Terpaksa." Jawabnya angkuh.
Pada awalnya Galaksi memang tidak suka, tapi lama-kelamaan ia bisa menerimanya. Apalagi oma Rita selalu baik terhadapnya. Ia tidak memiliki alasan untuk tidak suka pada wanita tua itu.
"Oma tahu kamu Galaksi. Kamu berpura-pura tidak suka, tapi nyatanya kamu suka. Kamu pura-pura tidak peduli, tapi kamu peduli."
Galaksi menunduk dalam. Menarik napas dalam-dalam, kemudian menghembuskannya secara perlahan.
"Oma?" Panggilnya membuat oma Rita tersenyum tulus.
"Oma akan terima apa yang ingin kamu katakan." Kata oma Rita terdengar tulus.
Galaksi mengangkat kepalanya menatap oma Rita.
"Maaf." Satu kata yang mengakhiri percakapan di antara keduanya.
Galaksi pun meninggalkan kebingungan di antara para adiknya dan masuk ke dalam kamarnya.
Antariksa dan Cakrawala saling bertukar pandangan, meminta penjelasan pada oma Rita.
"Kalian berbagi sejak di dalam rahim, tapi begitu saja tidak mengerti." Celetuk oma Rita sembari tersenyum geli.
"Kita tuh bukan dukun oma. Ya, mana paham." Kata Cakrawala.
Oma Rita menggelengkan kepalanya. "Minggu depan jangan lupa. Opa enggak suka diabaikan." Kata oma Rita yang kemudian beranjak pergi, menuruni anak tangga dengan hati-hati.
"Lo tahu bang Galak minta maaf untuk apa?" Tanya Cakrawala yang masih penasaran.
Awalnya Antariksa tidak mengerti, tapi setelah ia pikir-pikir akhirnya ia mengerti. Galaksi meminta maaf atas ketidak sukaannya pada oma Rita dulu. Ia meminta maaf karena dulu Galaksi selalu menatap rendah oma Rita dan itu hanyalah masa lalu.
"Tanya aja sama orangnya." Kata Antariksa yang mengikuti jejak Galaksi, meninggalkan Cakrawala sendirian.
Cakrawala mendengus kesal. "Kenapa selalu gue sih yang ditinggalin!" Gerutunya kesal, kemudian ikutan masuk ke dalam kamarnya.
***
"Lo mikirin apa kak?" Sebuah suara yang tiba-tiba terdengar mengejutkan Caramel.
Caramel bahkan hampir berdiri dari duduknya.
"Bisa enggak kalau datang tuh bilang-bilang dulu? Kebiasaan." Omel Caramel dengan kesal.
Bukannya takut, Vertur malah menunjukkan deretan giginya yang rapi.
"Sengaja." Katanya tanpa dosa.
Caramel mendengus mendengarnya. Sudah biasa dia mendapat perlakuan seperti itu dari Vertur. Jadi tak heran lagi, tapi tetap saja ia akan selalu terkejut bila adiknya itu tiba-tiba datang ke kamarnya. Seperti yang ia lakukan saat ini.
"Lagi belajar?" Tanya Vertur sembari merebahkan tubuhnya di atas kasur Caramel.
Caramel tidak menggubris Vertur. Ia kembali mencoret-coret bukunya ngasal. Awalnya ia berniat untuk belajar, walaupun hanya mengerjakan 10 latihan soal. Namun, lama-kelamaan Caramel merasa bosan dan memilih untuk melamun.
"Kak?" Panggil Vertur karena merasa di acuhkan.
"Apa?"
Vertur menatap langit-langit kamar Caramel dengan tatapan tak terbaca.
"Lo beneran lagi deketin Galaksi?" Tanya Vertur membuat Caramel menegang.
Seharusnya Caramel tidak merasa terkejut, tapi entah mengapa rasanya ia seperti tercyduk telah berbuat yang tidak-tidak.
"Kok nanya gitu?"
"Berarti benar." Kata Vertur sembari tersenyum simpul.
"Kalau iya kenapa? Lo mau aduin ke papa dan mama?" Kata Caramel yang sudah memutar kursi belajarnya, menghadap ke ranjangnya dimana Vertur berada.
Vertur menggelengkan kepalanya pelan. "Itu hak lo. Gue enggak akan ngadu, tapi apa lo bisa janji satu hal ke gue?" Kata Vertur yang kini sudah mengalihkan pandangannya kepada Caramel yang juga tengah menatapnya.
"Apa?"
"Jangan sampai terluka." Katanya dengan makna yang tersirat dalam.
Caramel dapat merasakan ketulusan Vertur ketika adiknya mengatakan hal itu padanya.
"Siapa pun orang yang buat lo terluka, gue orang pertama yang akan bunuh orang itu." Katanya tanpa keraguan sedikit pun.
Caramel tersenyum mendengarnya. Merasa aman akan perkataan Vertur yang mengatakan secara tidak langsung bahwa dirinya tidak akan bisa terluka jika ada Vertur.
"Kok lo jadi sweet gini sih." Kata Caramel yang kemudian menghampiri Vertur, menidurkan dirinya di sebelah adiknya itu.
"Gue cuman enggak mau pindah sekolah lagi." Celetuk Vertur.
Caramel menjambak rambut Vertur kesal. "Lo ya paling bisa ngehancurin suasana!" Ketusnya membuat vertur tertawa.
"Tapi gue serius kak." Kata Vertur yang kini sudah menghentikan tawanya.
Vertur memutar badannya menghadap kepada Caramel, kemudian memeluknya. Caramel pun membalas pelukan hangat Vertur.
"Tolong, jangan sampai terluka." Bisiknya yang menghangatkan hati Caramel.
Caramel memeluk pinggang Vertur semakin erat.
"Enggak akan." Jawabnya meyakinkan.
"Gue enggak akan sanggup lihat lo terluka lagi kak." Batinnya yang kemudian sudah terlelap.
***