Sejak pagi Galaksi menginjakkan kakinya di sekolah hingga saat ini, ia tidak mendapatkan gangguan sama sekali. Gangguan yang dimaksud adalah Caramel. Caramel sekali pun tidak menunjukkan batang hidungnya di hadapan Galaksi dari pagi tadi.
Apa gadis itu menyerah?
"Lo cari Caramel?" Sinis Vertur yang sedari tadi memperhatikan Galaksi mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kantin.
Vertur bisa menembaknya tepat sasaran.
Saat ini Galaksi dan Vertur sedang berada di kantin seperti biasanya. Walaupun jam istirahat baru akan berbunyi satu jam lagi, tapi mereka berdua sudah lebih dulu mengunjungi kantin.
Semenjak pertama kali mereka bertemu, Vertur tampaknya terlihat lebih akrab pada ketiga anak Trigonometri. Mereka seperti saudara kembar 4 yang tidak terpisahkan. Walaupun Vertur merupakan adik kelas disana, sedangkan ketiga Trigonometri kakak kelasnya Vertur sama seperti Caramel. Mereka hanya terpaut jarak satu tahun dengan perbedaan satu angkatan saja.
"Enggak."
"Jangan sampe lo kepincut karena enggak akan gue restuin!" Katanya dengan sungguh-sungguh.
"Bodoh." Umpat Galaksi bukan bermaksud mengatai Vertur.
Galaksi secara tidak sengaja melihat Caramel berlari kecil di ujung sana yang hendak menghampirinya. Tapi gadis itu malah menabrak seorang kakak kelas yang notabenenya terkenal akan kesombongannya dan sok berkuasa.
"Lo ngatain gue?!"
Galaksi menatap Vertur malas.
"Lo punya mulut untuk jawabkan?!"
"Caramel." Tunjuk Galaksi menggunakan dagunya.
Vertur mengalihkan pandangannya dan menatap Caramel yang kini terlihat seperti sedang--berdebat?
"Maaf enggak sengaja."
"Enggak sengaja gimana? Seragam gue kotor!"
Caramel mengambil tissue di atas meja dan hendak membersihkan baju siswi yang tidak sengaja ia senggol, tapi siswi itu langsung bergerak mundur.
"Tangan lo kotor!"
Caramel mengangkat tangannya ke depan wajahnya. "Tangan gue bersih kok." Katanya dengan ekspresi polos, tak berdosa.
"Itu yang lo lihat. Tangan lo itu banyak kumannya." Katanya mencoba berlagak layaknya siswi berkuasa yang harus ditakuti.
"Kotoran mana sama mulut lo yang kayak sampah?" Sindir Caramel yang tak suka di kata-katai.
"Apa lo bilang?! Sampah?" Amuk siswi itu marah.
Siswi perempuan itu pun langsung mengambil kecap asin di atas meja dan menumpahkannya di atas kepala Caramel.
"Ini baru sampah!"
Karena merasa geram dan tidak terima diperlakukan seperti itu. Caramel pun membalasnya dengan mengambil botol saus, tak mau kalah. Ia memencetnya kuat, sehingga saos yang berada di dalam botol mengenai wajah tebal siswi itu.
"Ini namanya cabe-cabean."
"Apa yang lo lakuin bangsat?!"
"Impas. Harusnya kalau lo mau dihargai, lo juga harus bisa menghargai orang lain. Coba aja lo enggak galak pasti gue enggak akan berani sama lo." Katanya kelewat santai.
"Lo!" Baru saja tangan siswi itu hendak menampar Caramel, tiba-tiba seseorang memegang tangannya.
"Galaksi?" Cicit Caramel pelan melihat Galaksilah yang melindunginya.
"Lo sentuh aja kakak gue sekedar ujung kukunya, habis lo sama kita!" Kata Vertur yang sudah berada di samping Galaksi.
Caramel tersenyum tipis. Adiknya itu memang paling bisa di andalkan pada situasi seperti ini.
"Ga...Galaksi?"
"Minta maaf." Suruh Galaksi dengan nada datarnya.
"Ta...tapi bukan gue yang salah."
Caramel mendumel tidak jelas. Awalnya memang bukan kakak kelasnya yang salah, tapi kakak kelasnya itulah yang langsung memperbesarkan masalah seolah-olah semuanya di salahkan pada Caramel.
Begitulah tingkah kakak kelas yang sok merasa paling hebat.
"Minta maaf!" Kata Galaksi penuh ancaman.
Galaksi bahkan sudah melayangkan tatapan tajamnya pada siswi seangkatannya itu yang langsung membuatnya tidak berani melawan dan memilih untuk menuruti apa yang Galaksi perintahkan.
"Maaf."
"Yang jelas! Lo minta maaf ke Caramel bukan ke setan." Protes Vertur membuat Caramel terkekeh geli.
Sepertinya ia akan mebalas kebaikan Vertur yang satu ini, nanti.
"Gue minta maaf ya Caramel."
Caramel menganggukkan kepalanya pelan. "Gue juga minta maaf." Katanya ikutan meminta maaf karena walau bagaimana pun ia juga salah.
"Pergi lo!" Usir Galaksi yang mendorong siswi itu dengan kasar.
"Sialan!" Umpatnya, lalu pergi.
Caramel tersenyum lebar. "Makasih ya Galaksi."
"Ke gue enggak?"
"Makasih juga ya adik tengil."
"Masih untung gue bela." Ambek Vertur kesal.
Caramel terkekeh pelan. "Yaudah, entar gue traktir cokelat."
"Seriusan? Jangan bohong lo kak."
Caramel mengacungkan jari jempolnya. Lalu pandangannya jatuh pada Galaksi yang baru saja membalikkan badannya hendak pergi, meninggalkannya disana. Caramel pun langsung menghadangnya.
"Mau kemana?"
Galaksi memutar bola matanya malas. "Bukan urusan lo." Jawabnya malas.
"Memang, tapi gue mau minta lo buat temenin gue ke UKS." Kata Caramel tanpa nada permintaan, melainkan pernyataan.
"Lo udah besar, enggak perlu ditemani."
"Gue maunya lo temani!"
Galaksi membuang napasnya dengan kasar. "Gue enggak mau." Tolaknya lagi.
"Gue cuman minta temani aja. Setelah itu lo langsung pergi juga enggak apa." Pinta Caramel dengan nada memohon.
Galaksi benci dipaksa.
"Jangan buat gue marah Cara."
"Apa salahnya sih tinggal temani aja? Baju gue kotor. Gue mau--" Perkataan Caramel terhenti ketika Galaksi dengan santainya membuka seragam putihnya dengan gerakan yang terlihat seksi.
Untungnya ia memakai kaos dalam, sehingga mata Caramel tidak ternodai.
Pluk.
Baju seragam Galaksi mendarat mulus di atas kepala Caramel. Menutupi kepala dan juga wajahnya.
"Lo temani dia." Kata Galaksi yang kemudian Caramel mendengar suara langkah kaki menjauh.
Dia pergi.
"Ayo gue antar." Entah bagaimana caranya, Antariksa sudah berada di sebelahnya.
Menariknya menjauh dan membawanya ke UKS.
Caramel mendesah pelan. "Dia terlalu dingin."
Antariksa tersenyum tipis. "Tapi peduli." Katanya membuat Caramel mendongakkan kepalanya agar bisa melihat Antariksa yang lebih tinggi darinya.
"Baru kali ini gue lihat Galaksi meminjamkan miliknya." Lanjut Antariksa.
"Maksudnya?"
"Dari dulu, apa pun yang menjadi milik Galaksi akan selalu menjadi miliknya."
"Gue enggak paham." Caramel menggaruk pipinya yang tidak gatal.
"Walaupun dia cuman minjamin lo seragamnya, tapi gue yakin Galaksi mulai peduli." Katanya dengan nada rendah.
Caramel tersenyum penuh kebahagiaan mendengarnya.
Apa dia mulai bisa meluluhkan hati bekunya Galaksi?
"Lo yakin?"
"Setidaknya untuk hari ini ada kemajuan."
"Dan itu tanpa bantuan lo." Katanya berbangga diri.
Antariksa terkekeh mendengarnya, lalu menyentil kening Caramel dengan gemas.
"Aw, sakit!"
"Ini masih awal. Lo perlu banyak bantuan gue nantinya, percayalah."
Caramel mendengus kesal. "Terserah lo aja!"
Antariksa tergelak. "Setelah ini lo harus temani gue beli sesuatu."
"Lo ngajakin gue bolos?!" Protes Caramel menatap tajam Antariksa.
"Lo mau?"
"Ya enggaklah!"
"Peraturan kedua, apa pun yang gue minta harus lo turuti."
"Curang!"
"Ya itu sih kalau lo enggak mau tahu tentang makanan kesukaannya Galak--"
"Iya gue mau!" Sambarnya cepat.
Antariksa tersenyum penuh kemenangan. "See you at the parking, Cara."
Caramel berdecak kesal menatap kepergian Antariksa sesaat mereka tiba di depan pintu ruangan UKS.
"Pemaksaan!"
***