Pagi yang cerah bagi Caramel yang untuk pertama kalinya ia bangun lebih pagi dari biasanya. Mungkin ini efek dari makan malamnya bersama dengan Galaksi kemarin malam, sehingga Caramel bisa bangun kepagian. Bahkan seluruh isi rumah mendadak di kagetkan akan kehadiran Caramel tanpa kerusuhan dan kehebohan di ruangan makan. Namun, kehebohan tetap terjadi karena keadaannya Caramel yang tampak sumringah di meja makan.
Sander mengernyitkan keningnya melihat wajah ceria putri sulungnya. "Kamu kenapa, Cara?" Tanyanya heran.
"Memangnya aku kenapa pa?" Caramel yang malah balik bertanya.
Cyntia yang baru datang membawa beberapa lembar roti panggang menggelengkan kepalanya pelan. "Vertur jajani kamu cokelat yang banyak?" Tanyanya untuk memastikan karena biasanya hanya cokelat yang membuat putri pertamanya itu berlaku seperti ini.
"Enggak, uang jajan aku udah habis gimana bisa traktir dia cokelat." Sanggah Vertur yang juga ada disana.
Sander menggeram memperingati. "Kak Caramel, bukan dia." Peringat Sander.
Vertur menghela napas kasar.
"Iya-iya, maaf."
"Terus kamu kenapa Cara, hem?" Tanya Sander lagi.
Caramel tersenyum geli, lalu menggelengkan kepalanya. "Enggak kenapa-kenapa kok pa. Udah ah, Cara mau berangkat sekarang." Katanya yang sudah beranjak dari kursi makan, setelah menghabiskan sebuah roti panggang yang di bawa oleh Cyntia.
"Loh kok buru-buru banget? Ini susunya belum diminum." Kata Cyntia yang tidak di gubris oleh Caramel.
Vertur berdecak sebal, pasalnya satu roti pun belum ada ia makan, tapi Caramel sudah lebih dulu meninggalkan area ruangan makan.
"Ck. Gue belum makan kak!"
"Mama buatin bekal aja mau?" Tawar Cyntia.
"Enggak usah ma, itu anak bakal ngeyel naik taksi kalau aku lama." Katanya yang sudah pergi mengikuti jejak Caramel.
Kini giliran Sander yang berdecak. "Sudah dibilangin manggilnya pakai kakak juga, anak kamu tuh." Ketusnya.
"Anak kamu juga."
***
Jam istirahat kedua baru saja berbunyi. Caramel yang sejak pagi tadi sama sekali tidak melihat keberadaan Antariksa langsung menghampiri Galaksi di meja kelasnya yang kebetulan mereka memang berada di kelas yang sama dengannya. Biasanya kalau ada Antariksa, Caramel lebih merecoki pria itu di jam-jam seperti ini, tapi sepertinya tidak untuk hari ini. Caramel lebih memilih untuk mengikuti Galaksi kemana pun ia pergi.
"Gue enggak ke kantin." Tolak Galaksi cepat ketika Caramel baru menghampirinya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
Caramel memayunkan bibirnya cemberut. Perubahan sikap Galaksi yang sangat manis kemarin malam, kini sudah kembali terasa dingin tak tersentuh bagaikan bongkahan es di Kutub Utara.
"Ke perpuskan?" Tanyanya yang tepat sasaran.
Galaksi tampak berdiam diri, lalu dengan penuh kesabaran ia memutar tubuhnya menatap Caramel yang memang lebih pendek darinya.
"Apa enggak cukup lo ngintilin gue sejak pagi?" Sarkasnya karena Galaksi merasa tidak terlalu nyaman kalau setiap kali Caramel selalu mengikuti langkahnya di sekolahan ini.
Memang ia sendiri yang meminta perjanjian selama sebulan itu, itu pun karena Galaksi terdesak oleh keadaan. Namun, jika 1x24 jam Caramel mengikuti kemana ia pergi, maka Galaksi tidak akan bisa menikmati masa senggangnya yang biasanya ia habiskan seorang diri. Galaksi seorang introvert yang tidak terlalu suka bergaul. Selama ini ia selalu berpergian seorang diri saja, tapi kehadiran Caramel di hidupnya membuat Galaksi tidak bisa menikmati waktunya sendiri. Caramel selalu saja mengusiknya.
Bukannya takut, Caramel malah tersenyum manis. "Gue bosan, lagian lo juga mau ke perpuskan? Kebetulan gue juga ada keperluan disana." Katanya menegaskan.
"Gue enggak suka lo selalu nempel sama gue." Kata Galaksi ikut menegaskan.
"Gue heran sama lo. Cowok tuh yang di pegang perkataannya, tapi kayaknya lo selalu--"
Caramel tidak bisa melanjutkan kalimatnya karena Galaksi yang mendadak membekap mulutnya dengan telapak tangannya.
Hik.
Entah bagaimana, Caramel malah cegukan. Mungkin saking kagetnya karena telapak tangan Galaksi yang hangat menempel di bibirnya yang dingin.
"Kalau mau ikut, jangan berisik." Kata Galaksi yang kemudian pergi meninggalkan Caramel di ruangan kelas yang dimana sekarang ia menjadi pusat perhatian.
Beruntungnya Cindy sedang tidak berada disana karena kalau ada, maka gadis itu akan berteriak heboh dan dramatis.
"Galaksi, tungguin!" Teriak Caramel yang mulai berlari mengikuti Galaksi.
Sesampainya di perpustakaan, keduanya memilih duduk di area yang sepi dan termasuk pojok ruangan perpustakaan. Tempat itu merupakan salah satu tempat favoritenya Galaksi dan kurang lebihnya memang hanya Galaksi yang boleh menempatinya. Kalian masih ingatkan kalau sekolahan mereka adalah milik dari kakeknya Trigonometri? Tentu saja sekolah swasta elite itu memiliki beberapa area kekuasaan di antara ketiganya. Juga termasuk area khusus kantin dan juga rooftop. Tiga tempat itu adalah daerah kekausaan Trigonometri yang tidak boleh di masuki oleh siapa pun dari mereka yang merupakan murid biasa, kecuali Vertur dan Caramel.
"Lo suka baca gituan?" Tanya Galaksi membuka percakapan.
Caramel tampak melihat sampul buku bacaannya yang cukup bewarna, lalu menatap Galaksi.
"Ini? Gue emang suka baca tentang alam semesta gini." Jawab Caramel dengan suara pelan.
Galaksi tampak menganggukkan kepalanya pelan. "Kalau begitu harusnya lo tahu tentang satu hal mengenai alam semesta." Katanya membuat Caramel terdiam.
Sepertinya ia tahu apa maksud dari perkataan Galaksi karena ia sering mendengar tentang perumpamaan-perumpamaan mengenai alam semesta itu sendiri.
"Teka-teki yang sampai sekarang gue sendiri enggak tahu jawabannya." Kata Galaksi lagi.
"Lo enggak akan tahu jawabannya sampai kapan pun karena alam semesta mempunyai alasan tersendiri dan hanya dia yang mengetahuinya." Balas Caramel.
Galaksi menatap Caramel dalam, bahkan ia bisa melihat jelas pantulan dirinya di manik mata Caramel dan hal ini membuat Caramel terdiam membeku.
Deg.
"Lo."
"Gu...gue?"
Apa maksudnya? Pikir Caramel.
"Lo teka-teki yang gue enggak tahu jawabannya." Kata Galaksi melanjutkan yang kemudian ia beranjak dari kursinya.
Galaksi berjalan menghampiri Caramel, lalu merendahkan sedikit tubuhnya hingga wajahnya bisa sejajar dengan sisi wajahnya Caramel.
"Kehadiran lo masih menjadi tanda tanya besar, Caramel."
Setelah mengatakan hal itu, Galaksi memilih pergi meninggalkan Caramel yang masih membeku termenung memikirkan perkataan Galaksi yang membuat kepalanya menjadi sedikit pusing. Apa yang sebenarnya ingin di sampaikan oleh Galaksi padanya?
"Memangnya tanda tanya besar apa yang ada di pikirannya Galaksi tentang gue?" Batin Caramel yang juga merasa bingung, apalagi Galaksi menyebutkan namanya di akhir perkataan yang membuat jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.
"Gue nyariin lo, ternyata menyendiri disini ya!"
Caramel tersentak terkejut mendapati Vertur yang sudah berada di hadapannya saat ini. Sejak kapan adiknya itu berada disana?
"Lo ngagetin gue, Vertur!" Ketus Caramel.
"Lagian lo melamun enggak jelas, gue hubungi juga enggak di angkat." Kata Vertur kesal.
"Memangnya ada keperluan apa lo sama gue? Tumben banget." Sarkas Caramel.
"Papa juga udah hubungi lo, tapi lo enggak angkat. Lo ngapain aja sih kak?!"
Caramel tersentak kaget ketika Vertur mendadak meninggikan nada suaranya.
"Ck. Gue enggak suka cara bicara lo itu ya!" Balas Caramel karena nada tinggi Vertur membuatnya merasa jengkel.
Vertur menghelakan napas dengan kasar. Sekarang bukan waktu yang tepat untuk saling berdebat dan bertengkar di saat-saat seperti ini.
"Mama masuk rumah sakit."
Deg.
Mata Caramel membulat dengan sempurna.
"Lo kalau bercanda jangan kelewatan!"
Vertur menggelengkan kepalanya lemah. "Gue enggak bohong, sekarang kita nyusul papa yang udah ada di rumah sakit. Gue udah minta ijin untuk kita berdua." Kata Vertur membuat Caramel langsung bangkit dari duduknya.
"Ayo, Vertur!"
***