"Oma masih belum balik?" Suara Antariksa langsung menyambut indera pendengaran Cakrawala.
Tampaknya Antariksa baru tiba di rumah mereka yang besar pagi ini, dimana Cakrawala sendiri akan segera berangkat sekolah. Itu artinya Antariksa memang sengaja mengambil penerbangan malam agar abangnya itu bisa menyempatkan diri untuk bersekolah hari ini, setelah masa libur mandirinya telah ia pergunakan selama 1 hari.
"Anta!"
Cakrawala memekik kuat, lalu berlari menghampiri Antariksa yang masih berdiri di tengah-tengah ruang tamu dan langsung memeluknya erat.
"Gue enggak bisa napas, Cakra!" Antariksa berusaha untuk melepaskan dekapan Cakrawala yang cukup erat, membuatnya kesulitan untuk bernapas.
"Gue kangen banget sama lo." Katanya dengan ekspresi wajah berseri-seri.
"Enggak usah lebay lo."
Cakrawala pun melepaskan pelukannya sembari melayangkan tatapan kekesalannya pada Antariksa.
"Lo itu ya! Gue tuh enggak punya teman selama lo pergi. Lo juga tahu gimana bang Galak, kan? Enggak asyik banget di gangguin." Ketusnya membuat Antariksa menggelengkan kepalanya pelan.
"Dimana dia?" Tanya Antariksa dan setelah ia mengeluarkan pertanyaannya Galaksi mendadak muncul dan berdiri tepat di hadapan Antariksa.
"Disini."
Antariksa menatap Galaksi lama, kemudian ia menepuk bahu abangnya itu pelan.
"Dia udah kembali." Kata Antariksa memberitahu.
Dengan tatapan datarnya Galaksi membalas tatapan Antariksa yang juga sama datarnya.
"Bagus."
Bagus? Hanya itu?
"Pantesan dia muak sama lo, lo itu dingin banget." Celetuk Cakrawala.
"Berisik." Kata Galaksi yang kemudian pergi meninggalkan kedua adik kembarnya di ruang tengah.
"Lihat tuh abang lo."
"Abang lo juga."
***
Antariksa baru saja akan memasuki area kantin, tapi ia sudah mendapat pemandangan yang merusak matanya. Di tempat khusus hanya bisa dimasuki oleh ketiga Trigonometri dan juga Vertur serta Caramel, Antariksa melihat sepasang insan yang sedang saling menghangatkan satu dengan yang lainnya. Tidak, bukan menghangatkan dengan menggunakan api atau apa pun itu. Sepasang pria dan wanita itu tampak berpelukan dengan erat, mengalirkan kehangatan yang mereka simpan di suhu tubuh mereka.
Tanpa harus menebak siapa gadis yang di peluk oleh abang tertuanya itu, Antariksa bisa memastikan dengan sangat yakin bahwa gadis yang di peluk oleh Galaksi adalah Caramel. Caramel tampak menikmati dan merasakan pelukan yang di balas oleh Galaksi. Dari tempatnya berdiri, Antariksa merasa bahwa ada sesuatu yang salah dengan dirinya. Entah mengapa kakinya berjalan menghampiri keduanya untuk menggubris kegiatan yang terjadi di antara Galaksi dan juga Caramel.
Namun sayangnya, belum sempat Antariksa melakukan aksinya, sebuah tangan mencekalnya.
"Cakrawala dalam masalah!" Ujar seorang siswa yang merupakan teman satu kelasnya.
Antariksa memejamkan matanya sejenak. Ia menatap kembali pada Galaksi dan Caramel yang sudah saling menguraikan pelukan mereka.
"Dia di tahan di ruangan BK. Guru BK minta gue buat manggil lo sebagai walinya." Katanya lagi yang membuat Antariksa tidak memiliki pilihan lain lagi selain untuk ikut bersama dengan teman sekelasnya itu menemui Cakrawala.
"Masalah apalagi sih dia?" Ketus Antariksa yang sudah melangkah meninggalkan area kantin, diikuti oleh teman sekelasnya itu.
Sesampainya di ruangan BK yang cukup luas dan sakral, Antariksa dapat melihat Cakrawala yang sudah duduk di bangku penghakiman. Di ruangan itu memang selalu ada julukan akan bangku penghakiman dimana di bangku itu nanti para siswa dan siswi yang bermasalah akan di hakimi dan di hukum. Kehadiran Antariksa bersama teman sekelasnya langsung mendapat perhatian dari seisi ruangan, termasuk Cakrawala.
"Antariksa!" Pekiknya heboh, merasa senang karena ada penolong yang akan membebaskannya.
Seorang guru BK menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku cucu ketiga dari pemilik sekolahan elite ini. Walaupun Trigonometri merupakan cucu dari pemilik sekolah, tapi bukan berarti mereka akan selalu terlepas dari hukuman mereka kalau sedang berbuat salah. Semuanya sama rata, tidak ada yang membedakan namun tetap ada batasan untuk menghukum mereka. Mengingat juga ketiganya memiliki nilai plus dan spesial di sekolahan milik kakek mereka.
"Kamu seharusnya mengikuti jejak abang-abanganmu yang selalu membanggakan sekolah. Tidak sepertimu yang selalu berbuat onar, bukan begitu Cakra?" Tegur guru BKnya yang langsung menyerang Cakrawala kala Antariksa datang untuk menjamin adiknya yang bermasalah.
Cakrawala memayunkan bibirnya malas. "Kalau mereka bisa kenapa saya harus bisa? Tugas mereka membuat sekolahan ini mendapat akreditas yang bagus dan tugas saya sebaliknya. Itu hal yang wajar karena saya memang tidak suka belajar." Katanya dengan santai membuat dua orang guru yang berjaga disana merasa kesal.
Memang siswa mereka yang bernama Cakrawala ini cukup bebal. Sering sekali keluar masuk ruangan pendisiplinan untuk mendapatkan hukumannya.
"Apa kamu tidak merasa malu dengan dirimu sendiri?"
"Tidak, saya memakai pakaian lengkap. Kenapa saya harus malu?" Katanya melawan membuat sang guru hanya bisa terdiam melihat tingkah siswanya yang satu itu.
"Tolong jangan membuat saya marah, urus saja urusan anda." Katanya yang kemudian memilih keluar dari ruangan itu, ia sama sekali tidak peduli.
Antariksa menghelakan napas dengan kasar. Jika sudah seperti ini, Cakralawa memang sedang tidak ingin di ganggu. Cakrawala memang orang yang simple, tapi jika ada yang merendahkannya seperti itu ia akan merasa kesal. Seperti yang baru saja Cakrawala katakan, kalau kedua abangnya bisa, ia tidak perlu harus bisa. Lagi pula, masa depannya juga sudah aman. Apa yang perlu ia takutkan?
Cakrawala memang tidak sepintar Galaksi dan juga Antariksa, tapi ia memiliki kelebihannya sendiri.
"Kamu lihatkan kelakuan adikmu itu? Saya harap dia segera mendapatkan hukumannya. Kalau kalian selalu menyerahkan masalah ini pada atasan, apa yang akan kalian dapatkan? Tolong jangan terlalu bergantung pada sang pemilik sekolah, belajarlah untuk bertanggung jawab." Kata guru BK itu lagi.
"Dia enggak suka di hukum. Kalau ibu mau menghukumnya, hubungi saja opa saya." Kata Antariksa pada akhirnya, lalu segera meninggalkan ruangan BK dengan langkah cepat.
Diikuti oleh satu teman sekelasnya yang memanggilnya saat di kantin tadi.
"Lo enggak biasanya begini. What's going on, Anta?" Tanya temannya karena memang Antariksa tidak biasanya melakukan hal seperti ini.
Karena biasanya, Antariksa selalu membuat Cakrawala sadar akan kesalahannya dan bertanggung jawab dengan mengikuti hukuman pendisiplian sesuai dengan peraturan sekolah. Namun kali ini, Antariksa dengan mudahnya menyebut sang pemilik sekolah ini dengan sebutan opa untuk menunjukkan pada guru mereka bahwa keduanya memiliki kekuasaan disini. Ini bukanlah Antariksa yang ia kenal.
"Gue lebih kenal Cakra dari siapa pun. Lo enggak perlu nanya alasannya." Katanya dengan tegas.
"Of course, dia saudara kembar lo, tapi lo kayaknya beda banget hari ini."
"Gue enggak minta pendapat lo, Lio." Ketus Antariksa karena sedari tadi temannya yang bernama Emilio tampak terlalu berlebihan.
"Lo tadi di kantin lihat mereka, kan?"
Antariksa terdiam.
Ia menghentikan langkahnya dan langsung menoleh pada Emilio sambil melayangkan tatapan datarnya.
"Gue tahu." Kata Emilio lagi.
"Mau lo apa?"
Emilio menggelengkan kepalanya pelan. "Semenjak kehadiran cewek itu, lo dan yang lain jadi sibuk. Lo juga rada beda, apa lo suka sama--"
Brukh!
Antariksa tanpa sadar mendorong dada Emilio yang membuat punggungnya terbentur ke tembok koridor.
Emilio menunjukkan senyuman sinisnya. "See? Lo bahkan menjadi emosional gini. C'mon Anta, udah saatnya kita bangun kembali. Gue capek menangani semuanya seorang diri. Gue enggak masalah kalau pun lo suka sama dia, tapi ingat satu hal."
"Caramel akan membawa pengaruh yang besar buat lo."
"Itu bukan urusan lo. Jangan bawa-bawa nama Caramel karena dia sama sekali enggak ada hubungannya sama gue. Jangan lo pikir gue bodoh, lo pasti udah tahu kemana gue pergi kemarin. So, Caramel sama sekali enggak ada sangkut pautnya." Kata Antariksa memberitahu dengan tatapan datarnya yang memang khas seorang Antariksa ketika sedang ingin menegaskan sesuatu dan marah.
"Bagus kalau gitu, gue cuman mau mengingatkan aja."
Antariksa menatap kepergian teman dekatnya Emilio itu dengan tatapan datarnya yang selalu menempel padanya.
"Lo enggak perlu tahu apa-apa."
***
"Lo temannya Caramel, kan?" Tanya Antariksa kepada salah seorang siswi yang merupakan teman dekatnya Caramel.
Cindy yang memang merupakan teman dekat Caramel menganggukkan kepalanya ketika Antariksa menghampirinya. Tidak bisa ia pungkiri, pesona Antariksa tidak kalah dengan pesona abangnya Galaksi. Keduanya memiliki wajah yang berbeda walaupun mereka merupakan anak kembar. Antariksa bahkan lebih ganteng dan menawan ketika di lihat lebih dekat seperti ini. Sungguh, Caramel memiliki hati setebal baja. Bisa-bisanya temannya itu kuat menghadapi pangeran-pangeran di BIHS yang merupakan incaran seluruh siswi yang ada disana.
"Iya, tapi Cara udah enggak ada di kelas." Jawab Cindy langsung to the point.
Antariksa mengangkat alisnya sebelah. "Udah pulang?" Tanyanya lagi merasa heran, bisa-bisanya Caramel pulang lebih cepat dari biasanya tanpa perlu merecokinya.
Cindy malah terpesona dengan ekspresi Antariksa yang sangat menawan baginya.
"Sial, ganteng banget." Batinnya.
"Dia pulang sendiri?"
"Ah, iya. Lo enggak tahu kalau nyokapnya Cara masuk rumah sakit?" Kata Cindy membuat tubuh Antariksa menegang mendengarnya.
"Masuk rumah sakit?" Beonya tanpa sadar.
Cindy menganggukkan kepalanya membenarkan. "Cara enggak bilang?" Katanya ingin mengetahuinya saja.
Kenapa Caramel tidak memberitahu Antariksa? Pikir Cindy, mengingat mereka berdua juga cukup akrab dan dekat.
"Lo tahu di rumah sakit mana?" Tanya Antariksa yang langsung mendapat jawaban dari Cindy.
Setelah Cindy memberitahukan nama rumah sakit dimana ibunya Caramel di rawat, Antariksa langsung bergegas meninggalkan Cindy dan pergi dengan mobilnya menuju ke rumah sakit untuk menghampiri Caramel.
Jangan bilang kalau pagi tadi pelukan yang di berikan oleh Galaksi untuk menenangkan Caramel? Kenapa Antariksa baru tahu? Dan kenapa pula Caramel tidak memberitahukannya? Padahal biasanya, apa pun yang terjadi Caramel selalu menghubunginya dan memberitahukannya apa yang sedang terjadi pada wanita itu, tapi sepertinya kali ini Caramel tidak kepikiran akan dirinya. Apa hanya karena Antariksa tidak muncul selama sehari saja?
Jarak antara rumah sakit dan sekolah mereka tidak terlalu jauh, hingga akhirnya Antariksa tiba di gedung besar itu dan memarkirkan mobilnya di parkiran depan, khusus VIP. Tak lupa Antariksa juga membawa sebuket buah-buahan untuk ia berikan pada ibunya Caramel. Karena tidak mungkin ia datang dengan tangan kosong.
Lucky him, karena saat Antariksa melewati koridor rumah sakit ia tidak sengaja bertemu dengan Caramel yang tampak sedang berjalan menuju ke taman rumah sakit. Secercah senyuman pun terbit di bibirnya Antariksa.
"Caramel?"
Deg.
Caramel membalikkan tubuhnya ketika sebuah suara yang familiar baginya memanggil namanya.
"Antariksa."
***