Chereads / TRIGONOMETRI / Chapter 24 - Part 22

Chapter 24 - Part 22

Caramel memandang dirinya sendiri di depan cermin kaca yang ada di lemari putih miliknya. Ia menatapnya lama, berputar ke kanan dan ke kiri untuk memastikan bahwa memang tidak ada yang salah dengan pakaiannya dan juga dirinya pada malam hari ini.

Tentu saja malam ini, Caramel akan pergi bersama dengan Galaksi. Sang anak pertama dari keluarga Smith dan juga merupakan ketua geng dari para adik-adiknya Trigonometri. Beruntungnya Caramel, malam ini Vertur juga sedang tidak berada di rumah. Adiknya itu sudah pergi sejak sore untuk mengerjakan tugas kelompok bersama dengan teman-teman sekelasnya.

Bagus, bahkan sangat bagus.

Caramel tidak memiliki halangan apa pun. Walaupun ia sudah meminta ijin pada Vertur, tapi tetap saja kalau Vertur berada di rumah saat ini maka acaranya akan di awali dengan hal yang tidak terlalu mengenakkan. Vertur memang seposesif itu, padahal ia juga sudah mengenal bagaimana Trigonometri, bahkan kedua orang tua mereka sekalian.

"Gue udah deg-degan duluan njir! Padahal orangnya juga belum datang." Pekik Caramel tertahan sambil memegangi dadanya dimana jantungnya sedang berdegup dengan sangat cepat.

Jam sudah menunjukkan pukul 18:30 pm dan Galaksi akan menjemputnya di rumah setengah jam lagi. Caramel memang berbeda dengan remaja lain yang dimana mereka akan sibuk bersiap-siap setelah prianya sudah menjemput mereka. Caramel tidak seperti itu, ia bahkan sudah bersiap-siap sejak sejam yang lalu dan ia juga sudah berdiri memperhatikan dirinya selama 30 menit lamanya untuk memastikan bahwa memang tidak ada yang salah dengan dirinya.

"Ah ya, Antariksa!" Pekik Caramel kembali, lalu ia langsung mengambil ponselnya dan menghubungi Antariksa dengan panggilan video call.

Tidak di angkat.

Caramel pun tidak pantang menyerah, ia terus menghubunginya hingga pada panggilan ketiga Antariksa mengangkat panggilan video call dari Caramel. Caramel pun langsung menyerang Antariksa dengan suara hebohnya yang berisik.

"Heh, lo kemana aja?! Kayak pejabat aja lo susah banget di hubungi!" Ketus Caramel karena Antariksa tidak juga mengangkat panggilan teleponnya dua kali.

Antariksa tampak menjauhkan ponselnya dari depan wajahnya karena yang Caramel lihat saat ini adalah langit malam yang bertaburan bintang, bukannya wajah pria itu.

Caramel mengernyitkan keningnya heran. Tidak, tidak mungkin Antariksa berada di Jakarta saat ini karena langit-langit Jakarta tidak akan terlihat bintang sejelas itu. Apalagi kota mereka tidak berada di dataran yang tinggi.

Dimana pria itu sekarang?

"Berisik, gue lagi enggak dalam keadaan baik untuk dengerin teriakan lo." Ketus Antariksa yang merasa kesal.

Entah mengapa Caramel malah merasa bersalah karena telah mengganggu Antariksa yang pastinya memiliki urusannya sendiri saat ini.

"Ah, maaf gue cuman mau mastiin aja." Katanya yang sekarang sudah bisa melihat wajahnya Antariksa dengan kedua pipinya yang tampak memerah.

Kenapa lagi tuh bocah? Pikir Caramel.

Antariksa tampak memilih pasrah, kemudian ia menjawab.

"Cantik."

Satu kata yang memang ingin Caranel dengar dari mulut Antariksa sendiri untuk memastikan penampilannya malam ini bertemu dengan Galaksi.

Caramel tersenyum tipis. "Tahu aja lo." Kekehnya untuk mencairkan suasana.

"Galaksi belum jemput?" Tanya Antariksa yang sekedar berbasa-basi.

Caramel menggelengkan kepalanya, lalu melihat sekilas ke arah jarum jam di dinding kamarnya.

"Bentar lagi paling." Jawabnya yang mendapat balasan anggukan kepala dari Antariksa.

"Dia lagi di jalan, Cakra ngabarin gue. Tunggu aja, pasti dia bakal jemput lo." Kata Antariksa memberitahu.

"Pastilah, kalau sampai ingkar janji gue bakar tuh orang hidup-hidup!"

Antariksa tersenyum tipis mendengarnya. "Memangnya lo berani?" Katanya karena tahu Caramel tidak akan berani membuat perkataannya menjadi kenyataan.

"Ya, beranilah! Kan ada elo."

Antariksa tertawa renyah, tertular pada Caramel pula. Sungguh berbicara pada Antariksa sebelum Galaksi datang menjemputnya membuat hati Caramel merasa cukup tenang. Setidaknya ia tidak terlalu gugup dan kaku nantinya ketika Galaksi telah datang menjemput.

"Gue jauh."

Setelah mengatakan hal itu, tiba-tiba ada seorang wanita yang memanggil nama Antariksa dengan suara lembutnya. Caramel tidak bisa melihat dengan jelas wajahnya, ia hanya bisa melihatnya sekilas dan parasnya terlihat cantik. Ralat, bahkan sangat cantik walaupun hanya bayangan buram saja.

"Gue harus pergi. Lo berhutang cerita ke gue, ingat!" Kata Antariksa pula, lalu ia pun memutuskan sambungan video call itu secara sepihak.

"Siapa wanita itu?"

***

"Lo mau pesan apa?" Tanya Galaksi setelah mereka tiba di sebuah hotel berbintang dan duduk di rooftop restaurantnya.

Caramel tampak memperhatikan daftar menu dengan harga makanan yang selangit. Sebenarnya Caramel juga sama sekali tidak masalah jika ia membayar makanannya sendiri melihat harga makanan restaurant ini yang terlihat mahal, tapi pria tipe seperti Galaksi pasti tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Namun tetap saja Caramel merasa tidak nyaman dengan kemewahan ini.

"Lo yakin kita akan makan disini?" Tanya Caramel dengan suara pelannya.

Galaksi hanya membalasnya dengan anggukan kepala saja.

"Mahal banget, Galaksi." Cicit Caramel pula.

"Gue enggak nyuruh lo lihat harganya, pesan sekarang." Kata Galaksi menekankan Caramel untuk segera memesan.

"Kita pindah tempat aja yuk?" Kata Caramel lagi yang mulai sewot.

Galaksi mencoba untuk bertahan dan mempertahankan moodnya agar tidak buruk malam ini.

"Gue udah susah payah reservasi ini tempat. Kalau lo enggak mau pesan, kita pulang." Putusnya yang akhirnya Caramel memilih untuk pasrah.

Caramel pun terpaksa harus memilih menu yang sebenarnya ia pun tidak sukai, tapi Caramel terpaksa agar tidak membuat Galaksi kembali mengajaknya untuk pulang. Tentu saja ia tidak akan membiarkan hal itu terjadi, apalagi moment ini sangatlah langka terjadi.

"Galaksi?" Panggil Caramel yang mendapat balasan deheman kecil dari Galaksi.

"Gue mau nanya, tapi lo jangan marah ya?" Tanya Caramel dengan nada hati-hati, takut Galaksi akan berubah dingin.

"Tanya aja."

"Hem, sebenarnya lo kenapa ngajak gue makan malam gini?" Tanya Caramel yang mendapat respon kernyitan kening dari Galaksi.

"Lo udah janji untuk enggak marah!" Tahan Caramel agar memastikan kalau Galaksi tidak akan merusak suasana yang harmonis di antara keduanya sekarang ini.

"Yang mau marah siapa?" Sarkas Galaksi pula.

Caramel mampu bernapas dengan lega mendengarnya.

"Habisnya lo kayak mau marah." Ujarnya pelan, bahkan setengah berbisik.

"Lo lupa?" Tanya Galaksi yang membuat Caramel merasa bingung.

"Apa yang gue lupain?" Batin Caramel bertanya pada dirinya sendiri.

"Kita harus saling suka dalam waktu sebulan. Lo harus tetap ingat itu." Kata Galaksi mengingatkan Caramel kembali agar gadis itu sadar bahwa kedetakan mereka saat ini memilik batas waktu.

Caramel mengangguk pelan mendengar perkataan Galaksi yang seolah-olah hal itu adalah sebuah perpisahan yang terjadi di antara keduanya.

"Tinggal tersisa 2 minggu lagi." Ujar Galaksi pula.

Caramel menatap Galaksi lama, sama sekali tidak berniat melirik makanan mahal yang sudah terhidang di atas meja mereka.

"Lo belum ngerasain apa pun ke gue?" Tanya Caramel hanya untuk ingin memastikan sudah sejauh apa dia berjuang.

Karena selama ini, Caramel sudah berusaha sekeras mungkin untuk membuat Galaksi menyukainya balik. Bahkan ia sudah terlibat kontrak dengan Antariksa untuk membantunya agar ia bisa berhasil membuat Galaksi jatuh ke dalam pesonanya selama sebulan ini.

Galaksi menggelengkan kepalanya pelan. Sebenarnya ia juga tidak ingin membalasnya jujur seperti ini, tapi Galaksi sangat tidak menyukai kebohongan. Perasaan sakit yang Caramel rasakan tidak penting baginya karena jujur adalah nomor satu bagi Galaksi.

"It's okay, kita masih punya waktu 2 minggu lagikan?" Kata Caramel yang sebenarnya hanyalah sebuah pertanyaan untuk menguatkan dirinya saja.

"Gue udah berusaha."

"Gue juga udah berjuang, tapi gue yakin tetap bisa menaklukin lo."

Galaksi menatap Caramel datar, tak terbaca.

"Lo orang baik." Kata Galaksi secara tiba-tiba membuat hati Caramel menghangat mendengarnya.

Setidaknya, Galaksi sudah mulai menerima kehadirannya dan mengharaginya. Itu saja sudah lebih dari cukup baginya.

"Lo juga, bahkan lebih baik dari yang gue kira."

Galaksi tersenyum.

Ingat ya, tersenyum!

"Mungkin gue belum bilang ya?" Tanya Galaksi yang membuat Caramel menjadi bingung sendiri.

"Memangnya lo belum bilang apa?" Tanya Caramel.

Galaksi pun memajukan wajahnya, mendekati Caramel yang membeku di kursinya.

"Lo cantik malam ini, gue suka."

Deg!

Caramel sepertinya akan mati di tempat dengan diagnosa serangan jantung mendadak.

***