Chereads / TRIGONOMETRI / Chapter 16 - Part 14

Chapter 16 - Part 14

Sudah terhitung 3 hari Antariksa tidak masuk sekolah. Caramel sendiri merasakan hal yang seharusnya bisa ia hilangkan, tapi rasanya sulit. Bukan rasa seperti yang kalian pikirkan. Caramel hanya merasa bersalah karena kejadian itu disebabkan olehnya dan juga Vertur. Rasa bersalah selalu saja menghampirinya. Walaupun demikian, Caramel tidak berani menanyakan keberadaan Antariksa pada kedua saudara kembarnya.

"Lo melamun lagi?" Suara Cindy membuyarkan lamunan Caramel.

Saat ini mereka sedang berada di kantin.

"Enggak. Gue cuman enggak suka aja sama minumannya." Jawab Caramel ngasal.

Cindy menatap Caramel lekat-lekat. "Lo enggak perlu bohong sama gue. Gue perhatikan belakangan ini lo beda. Suka melamun dan juga terlihat murung." Kata Cindy ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

Caramel menopang kepalanya di atas meja. "Ini soal Antariksa." Katanya mengaku.

"Antariksa? Kalian ada hubungan apa?" Tanya Cindy penasaran.

"Enggak ada hubungan apa-apa, tapi kemarin--"

"Enggak ada hubungan, tapi lo selalu melamun karenanya?" Kata Cindy memotong kalimat Caramel.

Caramel pun melayangkan tatapan jengkelnya. "Gue belum selesai ngomong ya!" Ketusnya.

Cindy terkekeh pelan. "Iya maaf. Emangnya ada apa?"

Caramel pun menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Tidak menambahi atau pun melebih-lebihkan cerita.

"Lo kan bisa tanya sama Galaksi atau Cakrawala." Kata Cindy mengingatkan.

Caramel menggelengkan kepalanya lemah. "Gue ada alasan kenapa enggak mau nanya ke mereka." Katanya dengan suara yang pelan.

"Jangan temuin dia dulu."

Suara Galaksi seperti menggema di pendengaran dan juga pikirannya. Hal tersebut yang selalu menyadarkan Caramel agar tidak bertanya pada kedua saudara kembar Antariksa. Ia tidak ingin menjadi beban bagi mereka.

"Kalau gitu kenapa enggak nanya sama Vertur? Gue dengar mereka cukup dekat." Kata Cindy membuat Caramel langsung menegakkan badannya.

"Benar juga sih."

"Ternyata lo rada-rada ya. Adek sendiri juga." Kata Cindy dengan nada bergurau.

"Tapi dia bakal curiga enggak ya?" Tanya Caramel pada dirinya sendiri, tapi sepertinya Cindy salah tangkap.

"Curiga apaan dah. Lo kan cuman nanya doang, lagian lo juga terlibatkan?" Kata Cindy yang mulai membuat Caramel memikirkan hal itu.

"Ah, lo benar! Huwaa makasih ya Cindy. Lo teman terbaik gue deh!" Pekiknya heboh.

Cindy tersenyum senang melihat Caramel mulai kembali ceria. Ia senang bisa membantu.

"Enggak gratis loh."

"Dasar ya sama aja lo kayak Vertur!"

Cindy tertawa. "Pokoknya cokelat yang di loker lo hari ini milik gue." Katanya membuat Caramel cemberut.

"Enggak adil deh. Padahal gue suka banget." Lirihnya.

"Enggak adil gimana. Lo udah gue bantu ya."

Caramel berdecak kesal. "Iya deh buat lo semua. Udah ah, gue mau pergi dulu!" Pamitnya.

"Eh, mau kemana?!" Panggil Cindy yang tidak digubris Caramel.

Caramel terus berjalan menuju ke kelas Vertur. Kebetulan sekali ia menemukan adiknya itu di kelas. Caramel pun melangkah masuk tanpa ijin dari penghuni kelas dan hal itu menarik seluruh perhatian dari penghuni kelas Vertur.

Tunggu dulu!

"Lo ngapain disini?" Pertanyaan yang keluar dari mulut Vertur, Caramel abaikan begitu saja.

Caramel terlalu fokus pada sosok pria yang selama 3 hari ini membuatnya selalu dirundung rasa bersalah.

"An...Antariksa?"

Antariksa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Seharusnya tidak seperti ini. Ia sebenarnya ingin menjumpai gadis itu setelah urusannya dengan Vertur selesai, tapi kenapa malah begini?

"Eh, hai?" Sesaat setelah sapaan itu keluar dari mulut Antariksa, Antariksa langsung menepuk mulutnya pelan.

"Lo ngapain bego?" Celetuk Vertur melihat Antariksa yang terlihat canggung.

"Bodoh, lo ngapain Anta!" Pekiknya dalam hati.

"Ah, itu nyapa siswi di depan pintu." Alibinya karena sudah kepalang malu.

"Lo udah masuk sekolah?" Sebenarnya itu bukan pertanyaan, tapi sindiran untuk Antariksa. Namun, sepertinya Antariksa tidak peka.

"Baru hari ini."

"Lo belum jawab gue kak. Lo ngapain kesini?" Tanya Vertur untuk kedua kalinya.

Caramel berjalan menghampiri keduanya. "Gue mau minjam pulpen." Jawabnya ngasal.

"Lah mesti banget ke gue? Kayak enggak ada--"

"Emang enggak ada. Penghuni kelas gue pencuri semua! Kebetulan gue lewat kelas lo jadi sekalian aja minjam ke elo." Jawabnya dengan cepat, takut jika Vertur curiga karena adiknya yang satu ini memang sangat curigaan padanya.

"Terus lo ngapain kesini?" Tanya Caramel pada Antariksa.

"Ada urusan sama gue." Jawab Vertur tak kalah cepat sebelum Antariksa mengeluarkan suaranya.

"Gue enggak nanya elo ya!"

"Emang bener kita lagi ada urusan." Kata Antariksa membenarkan.

Caramel menatap Vertur tajam, tapi sepertinya adiknya itu tidak takut dan malah tersenyum mengejek.

"Urusan apa sampai datang ke kelasnya dia?" Tanya Caramel dengan ketus.

"Heh gue punya nama! Enak aja bilang dia-dia segala." Protes Vertur tak suka yang di balas Caramel dengan memeletkan lidahnya.

Gantian!

"Enggak penting sih. Vertur cuma minta maaf." Jawab Antariksa untuk mencairkan suasana.

"Harusnya dia yang datang ke kelas lo, bukannya sebaliknya." Kata Caramel yang ikutan kesal.

"Dia juga enggak keberatan, kok lo yang sewot sih? "

"Suka-suka guelah!"

"Suka-suka gue juga!"

Antariksa memijit keningnya pelan. Rasanya ia tidak bisa berlama-lama menghadapi dua kakak-beradik ini. Kalau tidak, mungkin kepalanya akan meledak.

"Cara gue mau ngomong sama lo." Kata Antariksa yang sudah berjalan lebih dulu, melewati Caramel yang masih setia berdiri di tempatnya.

Vertur menatap Caramel tajam. "Ingat, lo masih gue pantau!"

Caramel pun membalas tatapan itu tak kalah tajam.

"Lo juga gue pantau!"

***

"Antariksa gue mau minta maaf." Lirih Caramel ketika mereka sudah berada di rooftop sekolah karena tempat itulah yang paling memungkinkan untuk mereka berdua bisa berbicara dengan tenang.

Antariksa memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya sembari menatap kesibukkan ibu kota dari atas sana.

"Lo marah sama gue?"

"Gue enggak ada alasan buat marah sama lo." Jawab Antariksa setelah sekian lama mendiamkan Caramel.

"Soal kejadian kemarin gue benar-benar minta maaf. Gue merasa bersalah banget sama lo." Kata Caramel sembari menundukkan kepalanya dalam, takut menatap mata Antariksa yang tampaknya sedang damai.

Antariksa menoleh sekilas pada Caramel. "Lo enggak salah kok."

"Gue salah. Kalau gue enggak maksa lo buat temani gue ke kantin, lo enggak bakal kayak gitu."

"Emangnya gue kayak mana?"

"Lo terluka."

Caramel tersentak terkejut mendengar Antariksa tertawa. Ia pun memberanikan diri untuk menatap pria itu. Sinar matahari pagi yang menyapa keduanya membuat penampakan wajah Antariksa lebih bersinar. Caramel tersenyum simpul melihatnya.

"Kenapa?" Tanya Antariksa ketika mendapati Caramel menatapnya begitu lama.

"Eh, enggak. Gue bingung lo tiba-tiba ketawa." Jawabnya kelabakan.

"Habisnya lo lucu. Gue enggak kenapa-kenapa juga, tapi lo terlihat panik banget."

Harusnya Caramel senang dengan perkataan Antariksa, tapi sepertinya perkataan Galaksi lebih mempengaruhinya.

"Anta?" Panggil Caramel membuat Antariksa menoleh padanya.

"Gue enggak egoiskan ya?" Tanyanya pelan membuat Antariksa mengernyitkan keningnya heran.

"Kenapa lo nanya gitu?"

Caramel menggelengkan kepalanya cepat. "Nanya doang."

"Nanya tanpa sebab?"

"Ah, udah lupain aja." Balas Caramel cepat, tidak ingin membuat suasana menjadi aneh.

"Lo enggak egois kok." Kata Antariksa tiba-tiba.

Caramel memilih untuk diam, menanti perkataan Antariksa selanjutnya.

"Mungkin lo terlihat egois menginginkan Galaksi seutuhnya, tapi kalau gue jadi lo. Gue juga bakal lakukan hal yang sama." Lanjut Antariksa membuat Caramel tersenyum tipis.

"Disaat gue juga membutuhkan bantuan lo?"

Antariksa terdiam cukup lama. Sepertinya ia tahu maksud dari pertanyaan Caramel. Antariksa mengangkat tangannya, kemudian menepuk puncak kepala Caramel beberapa kali.

"Itu bukan egois, tapi hubungan mutualisme. Kita saling menguntungkan satu sama yang lainnya." Jelas Antariksa.

"Gue dapat keuntungan dan lo juga?" Tanya Caramel yang mendapat balasan anggukan kepala dari Antariksa.

Caramel tersenyum penuh. "Makasih lo udah mau bantu gue."

"Dan lo udah mau nuruti semua perkataan gue." Kata Antariksa membalas perkataan Caramel.

"Teman selamanya?" Tanya Caramel sembari mengacungkan jari kelingkingnya dan Antariksa kemudian menautkan kedua kelingking mereka.

Jauh di belakang mereka tepatnya di dekat pintu masuk ke rooftop sekolahan, ada seseorang yang merekam seluruh perkataan dan perbuatan mereka. Bukan merekam menggunakan kamera, melainkan ingatan seseorang itu.

"Tidak ada kata teman selamanya."

***