Catatan Penting Caramel!
1) Galaksi suka makan sushi
2) Galaksi suka minum milkshake
3) Galaksi suka makanan pedas
4) Galaksi suka matematika
5) Galaksi suka baca novel
6) Galaksi suka main basket
7) Galaksi enggak suka diganggu
Tunggu.
"Ini kenapa nomor tujuh gitu?" Protes Caramel ketika Antariksa memberitahukan apa-apa saja yang Galaksi suka, tapi tiba-tiba Antariksa memberitahunya apa yang Caramel tidak ingin tahu.
"Kenyataannya gitu." Jawabnya acuh.
Caramel mendengus kesal. "Enggak ada. Yang ini gue hapus." Katanya, kemudian menghapus kalimat yang ia tulis di nomor 7.
"Enggak percaya?"
"Percaya banget, tiap hari gue selalu diusir sama dia!" Ketusnya.
Antariksa terkekeh pelan.
"Tapi lo tahu enggak?" Kata Caramel membuat Antariksa penasaran.
"Apaan?"
"Semalam gue jalan sama Galaksi." Katanya berbangga diri yang mendapat balasan dari Antariksa hanya dengan mengedikkan bahunya acuh.
Antariksa sudah tahu.
"Ih kok lo kayak enggak terkejut sih!" Protes Caramel.
Antariksa menoleh pada Caramel, kemudian ia memasang wajah terkejutnya.
"Masa sih?!" Caramel memukul lengan Antariksa dengan kesal.
"Enggak asyik ya lo!" Rajuknya.
"Iya-iya, apaan?"
"Males!"
Antariksa kembali terkekeh melihat Caramel yang merajuk terhadapnya. Antariksa pun menggeser posisi duduknya semakin dekat dengan gadis itu, lalu menoel pipi Caramel dengan gemas.
"Gue mau dengerin nih, lo enggak mau cerita?" Katanya membuat Caramel menoleh cepat padanya.
Caramel menahan napasnya seketika karena wajahnya dan wajah Antariksa terpaut begitu dekat. Bahkan hidung mereka hampir bersentuhan, hampir.
"Gue...gue... Ah, Anta jangan dekat-dekat!" Caramel mendorong wajah Antariksa menjauh, wajahnya memerah bagaikan tomat saat ini.
Rasanya memalukan sekali berdekatan begitu intim dengan Antariksa.
"Kenapa?" Tanya Antariksa dengan polos.
"Pokoknya jangan. Nanti kalau ada yang lihat mereka bisa salah paham." Kata Caramel beralibi.
Antariksa mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru di sekitarnya. Tidak ada siapa-siapa disana, hanya ada mereka berdua.
"Enggak akan ada orang yang bakal ke rooftop." Katanya memberitahu.
"Ini tuh tempat umum Anta. Siapa aja bisa naik ke atas sini."
Antariksa menggelengkan kepalanya cepat. "Kalau pun ada, udah pasti mereka Galaksi atau Cakrawala."
"Kenapa gitu?"
"Karena yang memiliki kunci rooftop hanya kami bertiga." Jawab Antariksa.
"Paham gue." Kata Caramel cepat.
Caramel baru sadar jika Trigonometri adalah cucu sang pemilik sekolah dimana mereka menimba ilmu.
"Lo jadi enggak ceritanya?" Tanya Antariksa sedikit mendesak.
Caramel mengangguk. "Semalam gue jalan sama Galaksi. Kita lunch bareng, terus dia ngantar gue pulang." Kata Caramel bercerita.
"Ada kemajuan, tapi apa ada hal lain?"
"Maksudnya?"
"Seperti perlakuan dia ke elo? Atau cara bicaranya?" Tanya Antariksa penasaran.
Caramel mengangguk antusias. "Cara bicaranya halus bener kayak pantat bayi!" Katanya membuat Antariksa tertawa.
Caramel tersenyum simpul melihat Antariksa tertawa. Entahlah, sesuatu seperti menyelimuti hatinya. Terasa hangat.
"Kalau perlakuan sih kayaknya masih rada-rada sama, tapi not bad." Lanjut Caramel.
Antariksa berdehem pelan untuk menetralkan suaranya. "Dari cerita lo gue bisa ambil kesimpulan kalau Galaksi ngasih lo kesempatan."
"Kan memang gitu. Sebulan, tapi lo tahu enggak apa yang Galaksi bilang sama gue?"
"Apa?"
"Dia mau naklukin gue juga!" Kata Caramel dengan nada meninggi.
Antariksa sampai terbatuk dibuatnya. Ia terlalu terkejut mendengar pernyataan itu. Itu Galaksi abangnya, kan ya?"
"Lo enggak mimpikan?"
"Gue juga ngira semalam gue mimpi, tapi nyatanya itu memang nyata!"
"Jadi, dalam sebulan kalian harus bisa saling jatuh cinta?" Tanya Antariksa memastikan.
Caramel kembali memgangguk membenarkan. "Kalau dalam sebulan kita saling suka Galaksi enggak bakal nyuruh gue pergi, tapi kalau sebaliknya mungkin gue yang bakal pergi." Kata Caramel terdengar lesu.
Antariksa menautkan kedua alisnya bingung. "Apa maksudnya lo bakal pergi?" Tanyanya tidak mengerti.
"Lo pikir gue bisa tetap disini sambil lihatin tuh cowok sama cewek lain? Pastinya, gue bakal malu banget. Lo tahu enggak, gue merasa kayak cewek enggak tahu malu." Kata Caramel dengan nada berbeda dari cara wanita itu berbicara seperti sebelumnya.
Antariksa terdiam sejenak, mencoba mencerna setiap kata yang dilontarkan oleh Caramel.
"Lo bukan cewek kayak gitu." Kata Antariksa menghibur.
Caramel menoleh pada Antariksa dan menatapnya tepat di manik mata pria itu, begitu juga dengan Antariksa.
"Lo lebih beharga dari apa pun."
Caramel terdiam. Rasa-rasanya ia tidak bisa berkata-kata lagi dan entah mengapa jantungnya berdegup lebih kencang.
Ada apa ini? Pikirnya.
"Walaupun nanti Galaksi nyuruh lo pergi karena gagal. Gue harap lo enggak benar-benar pergi." Kata Antariksa yang mendapat keberanian darimana untuk mengatakan hal seperti itu.
"Ke...kenapa?" Tanyanya gugup.
Mengapa ia jadi gugup?
"Karena ada gue."
DEG.
Antariksa sialan!
"Gila ya lo!" Caramel mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Menatap manik mata yang indah itu bersamaan kata-kata yang Antariksa ucapkan membuat jantungnya kembali bekerja lebih cepat.
"Mikir apa lo? Maksudnya ada gue itu karena lo bakal tetap jadi teman gue. Masa lo main pergi aja tanpa pamitan!" Kata Antariksa mulai sewot.
Pasalnya ia juga sangat gugup untuk mengatakan hal meniijikkan seperti itu, tapi Caramel malah merespon seperti itu.
"Habisnya lo ngomongnya gitu."
"Otak lo aja yang kemana-mana!"
Caramel mendengus.
"Gue mau nanya."
"Lo kalau mau nanya ya nanya aja. Enggak usah malah ditanya dulu." Kata Caramel ikutan sewot.
"Sebenarnya, perasaan apa yang lo miliki untuk Galaksi?" Tanya Antariksa tanpa keraguan.
Antariksa hanya ingin benar-benar tahu agar lebih mudah mendapatkan ide untuk membuat Caramel sukses bersama dengan Galaksi.
Caramel terdiam. Ia mengenadahkan kepalanya ke langit biru di atas sana. Caramel juga tidak tahu rasa apa yang ia miliki untuk Galaksi. Rasanya ia nyaman dan juga kagum. Tidak, itu bukan perasaan yang ingin Antariksa dengar. Seperti kata Galaksi, nyaman bukan berarti suka. Lalu rasa apa yang Caramel miliki ini? Mengapa ia ingin bersama Galaksi?
"Lo masih belum tahukan?" Kata Antariksa membuyarkan lamunan Caramel.
Caramel menoleh pada Antariksa. "Gue nyaman." Katanya.
"Rasa nyaman akan kalah dengan degupan gila dari jantung lo." Kata Antariksa membantah.
"Gue merasakan itu, tapi hanya dalam beberapa moment. Enggak selalu." Aku Caramel.
Antariksa menatap Caramel dengan tatapan tak terbaca. "Itu tandanya lo belum benar-benar suka sama Galaksi." Katanya menyimpulkan.
"Gue rasa begitu."
Antariksa mengangguk mengerti. "Kalau gitu, lo enggak boleh suka duluan sama Galaksi, tapi lo harus buat Galaksi suka sama lo dulu."
"Kenapa?"
"Lo mau Galaksi nyuruh lo pergi? Pastikan dulu kalau dia suka sama lo. Setelah itu gue yakin kalian berdua bisa bersama." Kata Antariksa memberi saran.
"Kalau gitu, gue perlu bekerja lebih keras dan lo harus bantu gue apa pun caranya!" Kata Caramel yang kembali mulai bersemangat.
Antariksa tersenyum. "Lo harus turuti apa pun yang gue minta." Katanya menambahi.
Caramel memukul lengan Antariksa kesal. "Selalu gitu ya lo!" Ketusnya.
"Hubungan mutualisme, Caramel." Katanya mengingatkan.
Caramel sedikit terkejut. Entah mengapa ketika Antariksa memanggil namanya, rasanya begitu berbeda dan ini untuk pertama kalinya ia merasakan hal yang seperti ini.
"Lo curang, selalu minta yang aneh-aneh." Celetuknya.
"Emangnya kapan gue minta yang aneh-aneh?"
"Kemarin lo minta bolos bareng."
"Itu juga untuk ngasih tahu kesukaan Galaksi, kan?"
Caramel kalah, ia pun mengangguk membenarkan.
"Tapikan sama aja aneh!"
"Lo nganggap gue aneh?"
Caramel mengangguk sembari tersenyum lebar. Ekspresi tidak suka Antariksa membuatnya ingin tersenyum untuknya, sangat lucu.
Antariksa tertegun melihat senyuman itu, terlalu manis.
"Lo juga aneh!" Balas Antariksa tak terima.
"Kok jadi gue?"
"Dasar manja!"
"Dasar aneh!"
"Cengeng!"
"Pemaksa!"
"Bawel!"
"Jelek!"
"POKOKNYA GUE BENCI LO!" Teriak mereka bersamaan.
Keduanya saling menatap terkejut. Bagaimana bisa mereka meneriakkan sebuah kalimat secara bersamaan?
Setelah terdiam cukup lama, keduanya tiba-tiba tertawa. Tertawa begitu lepasnya di atas rooftop yang hanya ada mereka berdua. Keduanya terlihat begitu bahagia sebagai sepasang teman yang menjalin hubungan mutualisme.
Hubungan yang saling menguntungkan satu dengan yang lainnya.
***