"Masuk lo"
Lalu sebuah bogeman mendarat tepat mengenai pinggang kiri seorang remaja laki-laki satu tahun lebih muda darinya.
"Siapa nama lo?"
Dengan suara bergetar, dia menjawab "Pasha, bang".
"Pasha? Oke, Pasha. Tadi lo ngelihatin gue kan? Sampe-sampe gue pikir jidat gue bakal bolong karena lo liatin terus"
Dia memanggil teman-temannya, "Heh, liat coba! Keknya kepala gue bolong gara-gara dia"
Mendengar itu teman-temannya yang ada di sana pun tertawa, sebuah tawa yang terdengar seperti hinaan untuknya. Remaja tadi hanya diam menunduk, tangannya mengepal kuat karena tak bisa melawan. Kumpulan kakak kelas yang terkenal nakal di kalangan siswa-siswi, bahkan bentakan para guru-guru pun tak ada apa-apanya untuk mereka.
"Eh, Pasha!" panggil laki-laki dengan seragam yang tak terkancing menampakkan kaos yang berbeda dengan putihnya kemeja.
Pasha tak mendongak masih setia menatap tanah berumput di belakang gudang sekolah.
"Ya? Kenapa lo nglakuin itu?" tanya laki-laki tadi.
Satu tamparan ia berikan, "Jawab!"
Kali ini beralih ke pipi sebelahnya, "Jawab pertanyaan gue! Bisu?"
Salah satu temannya menatap ke arah lain sembari menyesap sebatang rokok yang terselip di antara dua jarinya, "Eh... Jo!" sapanya.
Laki-laki tadi menoleh, "Apaan si bangsat, lo telat" tegurnya.
Jo masih mengantuk, muka bantalnya sangat ketara. Tangannya mengucek sebelah mata sembari menguap. "Iya, gue ketiduran. Omong-omong apa yang kalian lakuin ke adik gue?" ucapnya membuat semua orang gelagapan.
"Eh? Eeh?"
"Lah dia adek lo?"
Melihat wajah kaget orang-orang disana membuatnya tak sanggup untuk menahan tawa bahkan ia sampai menunduk saking gelinya. "Kocak banget bangsat, lo sampe ketakutan gitu hahahaha..."
"Sejak kapan gue punya adek? Sial sakit banget perut gue"
Yang lain tertawa, meski hanya lelucon garing namun terasa lucu.
"Brengsek, diem lo!" bentak laki-laki itu kepada teman-temannya namun mereka masih tetap menertawakannya.
"Bisa aja kan Jo punya adek yang di sembunyikan!" ujarnya membela diri.
Kemudian menatap Jo dengan kesal, "Si bangsat baru bangun tidur udah bikin keributan aja" umpatnya.
"Emang kenapa kalo dia bukan adek gue? Minggir" balas Jo.
"Apa?" balas pula temannya.
Jo merangkul leher Pasha, "Dia bisa jadi adik gue mulai sekarang, iya kan?"
Laki-laki tadi menyerah, "Emang dasar gila, ya. Terserah lo aja deh" katanya sembari melambai tangan tak perduli lagi.
Jo mengambil rokok milik temannya kemudian menyesap dalam-dalam sebelum menghembuskan asapnya ke udara. Dia sedikit menunduk, mendekatkan wajahnya ke telinga Pasha lalu membisikkan sesuatu yang hanya dia dan Pasha yang dapat mendengarnya.
"Tunggu bentar, gue bakal ngeluarin lo dari sini" bisiknya membuat Pasha menatap Jo heran.
Alis Jo terangkat, "Tangan gue berat? Oke sabar bentar aja, gue gini takut mereka ganggu lo lagi" imbuhnya.
Laki-laki tadi menegur, "Lo bisikin dia apa? Bikin merinding aja kek setan"
Jo tak menggubris lebih milih mengeluarkan jari tengahnya sebagai jawaban. Lalu tak lama seseorang datang, seorang ketua OSIS yang sepertinya mengenal Pasha. Laki-laki itu mengenakan baju karate menatap tajam 5 laki-laki sepantarannya.
"Pasha" suaranya membuat mereka terkejut bahkan ada yang rokoknya terjatuh mengenaskan di tanah yang sedikit basah.
"Ah sialan, bikin kaget aja! Kirain guru!" umpat salah satu dari mereka yang rokoknya jatuh tadi.
Laki-laki yang membawa Pasha tadi mendongak keatas karena ia sedang berjongkok, "Ha? Itu Dimas, kan?"
"Lo kenal?" tanya temannya yang lain.
"Iya. Dia, kan anak karate. Lihat aja kupingnya udah kek pangsit. Kenapa juga ketua OSIS ke sini? Mau ikut rokok juga? Hahaha..."
Tak peduli, "Pasha. Sini lo" perintahnya.
"Pasha?" tanya laki-laki tadi bingung.
"Kocak, itu yang sama Jo!" kemudian dia mengangguk.
Dia menghisap rokoknya, "Heh, lo bakal apa? Dia minta Pasha di kembaliin, tuh" ucapnya pada Jo.
Asap di hembuskan tepat di depan muka sang ketua OSIS, dan Jo membuang putung rokoknya. "Lo mau pergi, Sha?" tanyanya.
Pasha tak menjawab.
"Kalian saling kenal?" tanya Jo.
Pasha mendongak menatap si ketos, "Iya... Dia teman kakak gue"
"Oh, oke" ucap Jo, "Ayo!" imbuhnya.
Laki-laki tadi bingung, "Hah? Lo mau kemana?" tanyanya.
Jo menoleh, "Dia bilang pengen jemput bocah ini, kan? Jadi gue harus nganter dong" jawabnya.
"Bocah sinting. Hahaha!"
"Anter dia dengan selamat, Jo!"
Sedetik kemudian padangannya berubah, "Jayco bangsat..!"
Ketua OSIS terus memanggil nama Jo, laki-laki pindahan itu terus merangkul Pasha sejak tadi bahkan tak menggubris panggilannya sama sekali. Mereka sekarang ada di lorong kelas yang sepi karena ini memang telah melewati jam pulang sekolah. Langkahnya berhenti mengikuti dua orang di depannya.
"Lo bakal balik lagi ke sana?" tanya Jo membuat Pasha menggeleng.
Jo tersenyum tangannya terangkat mengacak-acak rambut Pasha sembari tertawa kecil, "Bagus" ucapnya kemudian melangkah pergi.
Melihat Jo yang berjalan menjauh, dia segera menjejerkan diri di samping Pasha. Menanyakan dan meminta penjelasan dari Pasha atas kejadian ambigu yang baru saja terjadi.
"Apa? Ada masalah apa? Lo di ganggu sama Jo?" tanyanya.
"Enggak..." bantah Pasha.
"Apanya yang enggak? Jelas-jelas tadi dia nahan lo di sana biar gak pergi, kalo aja gue gak dateng apa lo bakal lolos? Jujur aja deh"
"Bukan dia, justru dia yang nolongin gue. Intinya Bang Dimas gak perlu memikirkan hal buruk tentang Bang Jo" belanya.
"Ngomong apa sih? Bicara yang bener! Kakak lo ngehawatirin lo"
"Apa? Mau ngadu lagi ke kakak? Cih.."
"Bukan gitu, gue gak bilang. Sekarang pun gue gak bilang apa-apa ke Nashya. Gue tadi gak sengaja liat lo jadi gue ikutin, emang lo pikir gue ini apa bakal nurutin semua omongan si Nashya..."
"Bang..." panggil Pasha.
Dimas menoleh, "Bang Dimas, lo cuma bikin hidup lo susah sendiri" ucapnya kemudian berlalu pergi.
Hari yang panas untuk menjelang sore. Jam pulang telah lewat belasan menit yang lalu namun ia masih betah di sekolah meski hanya berkeliaran di koridor kosong. Meski ada beberapa murid yang sedang menjalankan kegiatan klub, ia sungguh tak memiliki kegiatan apapun.
Jo menatap jengah lokernya yang selalu saja berisi surat-surat atau tak juga beberapa manisan yang sengaja di taruh di sana agar mendapat perhatian darinya. Dia tak pernah mengunci lokernya, kuncinya hilang entah kemana dan ia terpaksa merusak gembok hanya untuk mengambil barangnya yang tertinggal di loker. Nyatanya sampai sekarang ia tak pernah mengganti dengan gembok yang baru, dia malas.
Dia mengambil tasnya, berjalan malas-malasan meninggalkan kelas dan menuju parkiran motor. Disana teman-temannya sedang menunggu di gazebo taman dekat parkiran. Mungkin hanya anak sekolahnya saja yang tahu sikap asli dirinya, dan ia rasa gadisnya tak perlu tahu akan hal tersebut.
"Dari mane si?" tegur Bima begitu Jo bergabung dengan mereka.
"Tadi gue liat dari atas, lo ngapain ke belakang?" tanya Predi.
Jo menimang jawaban apa yang ingin ia katakan, "Hmm... Ngelakuin sesuatu yang bikin tangan kotor"
"Apa dah?"
Kemudian, Jo terlihat melepas kemeja putihnya kearah Predi membiarkan kaos hitam sebagai gantinya. Dia menghela napas berat, menatap langit-langit dengan tatapan tak terbaca. Sedangkan yang lainnya hanya memperhatikan gerak-gerik laki-laki itu, mereka malas berkomentar tak berguna.
"Si ketos? Cerewet banget ya..." ucap Jo.
Alis Miko terangkat heran, "Dimas? Abis ngapain lo sama tu anak?"
"Emang Dimas itu ketos ya?" sahut Bima.
Terpaksa Predi harus melempari laki-laki itu dengan seragam milik Jo tadi, "Mingkem aja bangsat bikin kesel!" umpatnya.
"Orang kagak tau, congok!" balas Bima.
"Kayaknya gue bakal repot karena dia" ucap Jo.
"Emang dia berani sama lo?" tanya Miko.
Bahu Jo terangkat singkat, "Emang gue peduli kalau dia berani sama gue?" jawabnya enteng.
Saku bergetar, ada sebuah panggilan masuk ke nomornya. Jo segera menekan tombol hijau hingga sebuah suara menyapa dengan segar gendang telinganya membuat garis lengkung tipis pada bibirnya.
"Ya, cantik?"
Dia mengangguk, "Masih di sekolah sama yang lain sambil nunggu kamu juga sih hahaha"
"Udah pulang? Aku kesana ya nanti pulang sebentar terus ke rumah mama, udah di tunggu juga ini aku bilang nunggu kamu pulang sekolah"
"Capek ya? Kalau capek gak usah gapapa kok"
"Beneran? Dasar... Yaudah tunggu di pos aja aku kesana sekarang" panggilan selesai.
Laki-laki itu segera mengambil tasnya bersiap untuk pergi, melihat itu teman-temannya pun mengikuti yang Jayco lakukan.
"Balik nih?" tanya Bima.
"Iyalah, emang lo mau nginep di sekolah?" balas Jo.
"Seragam lo kocak" kata Miko.
Jo hanya melirik sekilas lalu membuangnya ke tong sampah, "Gue gak suka make baju yang udah kotor" ujarnya lalu berjalan pergi menuju parkiran di susul juga yang lain.
"Tungguin..."