"Thankfully there were no serious injuries and only went into shock from the impact, now he is sleeping because he was given anesthesia" ujar seorang dokter setelah selesai memeriksa keadaan Jayco.
Keluarga bocah itu bernapas lega saking bersyukurnya. Bahkan kedua kaki Lionel menjadi lemas karena sejak tadi ia tegang takut terjadi apa-apa pada sang putra. Ini terjadi karena kelalaiannya sebagai orang tua yang tak bisa mengawasi Jayco dengan benar, hari ini masih di beri keselamatan bagaimana jika lain waktu? Tidak akan terjadi.
"Oh by the way I also wish a happy birthday to your son, it's a shame that on this special day Jayco had to experience something like this" imbuh sang dokter yang sama prihatin dengan keadaan bocah itu.
"This happened because of my negligence as a parent. I'm so sorry my son" sesal Lionel.
Dokter itu menggeleng, "No sir. Don't blame yourself because it was an accident" katanya.
"I hope Jayco gets better soon, and I also ask for permission to continue my work"
"Yes, Doc. Thank you" ucap Lionel sebelum dokter itu pergi melanjutkan pekerjaannya.
Lionel berjalan mendekat ruang rawat sang putra, dengan batasan kaca besar dia dapat melihat Jayco yang tertidur pulas dengan selang inpus tertancap di punggung tangan bocah itu. Beberapa perban pun nampak di lihat dengan mata telanjang membuat hatinya tercabik-cabik.
Air matanya menetes, dia terisak dalam sunyinya koridor rumah sakit. Saat punggungnya di pegang ia menoleh menampakkan sosok istrinya dan Jacob yang baru saja datang ke mari. Jika kalian bertanya apa Celine sebagai ibu tidak langsung ke rumah sakit begitu mendengar kabar putranya kecelakaan, jawabannya adalah benar. Wanita itu baru pergi setengah jam setelahnya. Karena Lionel tak mau pesta ulang tahun kedua putranya tambah kacau jika istrinya datang ke mari saat itu juga.
"Bagaimana keadaannya?" tanya Celine khawatir.
Lionel memeluk istrinya guna melegakan perasaan kalut yang sedari tadi ia tahan. Dia merasa kacau sekali.
"Dia tidak apa-apa, sekarang sedang tertidur karena efek bius" jawab Lionel.
"Syukurlah, kasihan sekali Jayco. Lihat luka-luka di badannya itu" imbuh Celine menatap sang putra.
Jacob sendiri melongo sedari tadi padangannya tak lepas dari sang kakak. Tangannya mengepal, napasnya tercekat seakan menahan sebuah tangis agar tak keluar. Namun semuanya sia-sia, dia tetap menangis pada akhirnya. Bukan lagi sebuah isak namun tangisan yang begitu kencang membuat kedua orang tuanya sedikit terkejut dan langsung menenangkan bocah itu agak tak teriak.
"Sudah.. Jangan menangis terlalu kencang nanti Jo tidak sembuh-sembuh karena terganggu" ucap Lionel lembut.
Tak mempan, Jacob malah semakin sedih.
"Sayangnya mama... Pasti sedih ya? Cup cup cup. Kakak gak papa kok, lihat dia masih napas tuh perutnya naik turun. Kalau kamu nangisnya kenceng kayak tadi nanti Jo nya kalo sembuh lama, emangnya kamu mau kalo Jo sakit?" kata Celine sembari berjongkok mensejajarkan diri dengan putranya.
Jacob menggeleng, "Ta..tapi Jo... Jo huaaaa—".
Dasar.
"Mama... Jo... Harusnya tadi kita tiup lilin berdua. Gara-gara aku Jo marah" isak Jacob tak kunjung reda.
Celine menakup wajah mungil putranya, "Nggak apa, Jacob. Ini bukan salah kamu, jadi jangan nyalahin dirimu sendiri. Mama justru bersyukur karena bukan kamu yang tertabrak. Kamu tidak terluka saja itu sudah cukup, biar kami saja yang menghawatirkan Jayco jadi kamu jangan sedih" ujar Celine.
Mendengar itu, Lionel sedikit tersinggung entah karena hatinya sedang kacau atau hal lain. Pria itu menyibak rambutnya ke belakang, lengan kemejanya ia naikkan sampai ke siku. Alisnya memincing dengan dahi yang berkerut hampir menyatu.
"Apa tadi kamu bilang? Jadi secara tidak langsung kamu bersyukur karena Jo yang sakit?" tanyanya sedikit terpancing emosi.
"Bukannya kamu juga begitu? Kita harus lihat ke belakang juga, Jacob sudah cukup dengan sakit yang dia rasakan bahkan tidak ada apa-apanya dengan yang terjadi dengan Jo sekarang. Dia bahkan setelah sembuh pun bisa beraktivitas seperti biasa, dia cuma luka. Sedangkan Jacob? Bagaimana jika Jacob yang tertabrak tadi? Mau sampai mana lagi dia merasakan sakit?" balas wanita itu.
Lionel terdiam, pria itu sampai tak bisa berkata-kata saking terkejut akan omongan sang istri. Bagaimana bisa Celine sebagai seorang ibu anak kembar bisa berbicara seperti itu. Ini bukan pertama kalinya dia membedakan sekali kedua putranya ini namun yang baru saja wanita itu sebut cukup membuat dirinya sebagai seorang suami dan ayah dari dua putra kembarnya menjadi tersakiti.
"Bagaimana kamu bisa berbicara seperti itu? Apakah pantas jika omonganmu terdengar orang lain atau putramu?" kata Lionel kecewa.
"Memang apa yang salah dengan perkataanku? Bukankah aku benar? Aku hanya berbicara yang sebenarnya karena memang itu yang ada. Mereka hanya kembar, Lionel, rupa saja yang sama. Tapi Jacob jauh di atas Jayco, Jo yang tak sebaik Jacob selalu saja membuatku frustasi. Sekarang pun sama saja, andai dia tidak pakai acara kabur tepat di pesta ulang tahunya tadi mungkin dia tidak akan tertabrak kan? Anak itu saja yang terlalu bandel dan seenaknya"
"Cukup!" ucap Lionel sedikit membentak, pria itu mengacak-acak rambutnya kasar, "Kamu. Benar-benar keterlaluan, Celine" imbuhnya dengan nada yang di tekan setiap katanya.
———
Sudah dua hari satu malam Jayco di rawat di rumah sakit. Keesokan pagi setelah hari kecelakaan, Jayco di pindahkan ke rumah sakit yang sama dimana Jacob melakukan cek up kesehatannya. Menurut orang tuanya itu adalah pilihan terbaik daripada harus wira-wiri di dua rumah sakit yang beda apalagi tak searah, akan membuang-buang waktu.
Dan kemarin baru saja Jacob melakukan pemeriksaan, dan menginap selama 3 hari karena adanya tanda-tanda kanker pada otaknya kian berkembang. Mereka satu kamar, hanya di pisahkan pada sebuah tirai biru sebagai penghalang.
Hari telah malam, mereka jarang bertemu dengan Lionel karena beliau yang kian sibuk sejak kemaren lusa jadi hanya akan berkunjung saat malam hari dimana ia baru saja selesai dengan pekerjaannya. Terkadang diantara mereka berdua selalu tidur pulas saat papa datang sehingga tak sempat menyapa papanya ketika datang berkunjung, namun kali ini berbeda.
Mata kecil itu berkedip beberapa kali sembari di usap karena masih terbawa hawa kantuk. Samar-samar ia mendengar seseorang mengobrol dari lorong rumah sakit yang berada di depan kamar inapnya. Dia turun dari atas brankar dengan kaki yang terbalut sandal rumah sakit, pelan-pelan bocah itu membuka pintu kamar agar tak terdengar dari luar. Kepalanya muncul meski hanya sebagian, memperhatikan kedua orang tuanya yang sedang mengobrol. Tanpa sadar bocah itu ikut menguping pembicaraan dua orang dewasa itu.
"Benar hanya ini saja yang kamu butuhkan?" tanya Lionel.
Celine memeriksa kembali papper bag di tangannya, "Iya, ini cukup untuk Jacob. Besok pasti dia akan senang kalau kamu membawakan ini untuk dia" balas wanita tersebut.
"Apa Jayco tidak usah di bawakan sekalian? Aku bisa besok saat istirahat membawakannya" tawar Lionel.
"Tidak usah, Jayco kan sudah hampir sembuh. Mungkin saja besok sudah di bolehkan pulang, dia bisa main mainan di rumah saja, daripada disini nanti malah bikin berantakan. Oh iya kata dokter, belum ada tanda-tanda penyakit Jacob kian membaik"
"Jangan terlalu stress, kita akan terus berusaha yang terbaik untuk Jacob. Kalau perlu aku akan membawa dokter terbaik di negara ini untuk membantu kesembuhan putra kita"
Celine mengangguk dengan mata yang sedikit berair. Lionel membawa istrinya kedalam dekapannya sembari mengelus puncak kepalanya hangat. Bahkan tanpa mereka sadari ada satu anak yang merasa sakit dan kecewa atas apa yang telah ia dengar. Bocah itu menutup kembali pintu yang sedikit terbuka lalu berlari ke atas kasurnya dan menutup rapat tubuhnya di balik selimut. Dia terisak tanpa suara di dalam sana.
"Kamu mau menemui mereka dulu sebelum pulang?" tanya Celine kemudian mengantar suaminya itu masuk kedalam.
Mereka berjalan menuju brankar sebelah kanan dimana Jacob terlihat tidur dengan sangat pulas dan tenang. Lionel mengecup lembut dahi putranya itu sembari menatapnya sendu penuh kehangatan. Samar-samar pria itu mengucap sebuah kalimat harapan yang tulus untuk kesembuhan Jacob. Ia sangat sedih melihat putranya terus menderita melawan sakit di usianya yang masih muda sekali.
"Sudah aku pulang ya" pamitnya pada sang istri.
"Jayco tidak kamu kunjungi?" tanya Celine.
Lionel sedikit mengintip ke kasur sebelah, "Tidak usah deh, lihat dia sepertinya sudah tidur pulas. Besok aku akan kesini lagi kalau dokter mengizinkan Jo untuk pulang ke rumah"
"Iya, hati-hati di jalan. Kalau mengantuk berhentilah dulu di minimarket yang masih buka jangan di paksa nanti takut terjadi apa-apa di jalan"
Lionel mencium kening istrinya, "Terima kasih" ujarnya sebelum benar-benar pulang.