"Anjir...ini...masih...kurang...berapa sih?" tanya Ikhsan tersengal-sengal.
Angga dari depannya menyahut, "6 kalik... Kagak tau" balasnya mendapatkan geplakan di kepala belakangnya dengan mulus.
"3 bego" sahut Greysia membenarkan. "Buru jan lama-lama, capek nih gua" imbuhnya.
"Duh tungguin napas gue...napas gue tinggal senin...kamis...bukan, kamis juga gak tau...nyampe kagak" teriak Ikhsan memanggil dua temannya yang berada di depan.
Lari mengelilingi lapangan memang pilihan paling buruk saat mendapatkan hukuman. Namun setidaknya jauh sedikit lebih baik ketimbang harus membersihkan toilet. Murid bahkan guru pun tahu seberapa kotor beberapa toilet yang ada di sekolah melebihi toilet umum yang biasanya harus memberikan uang 2000 setelah menggunakan.
Benar memang, kita harus berteman dengan orang yang bisa memberikan keuntungan pada diri kita sendiri setidaknya untuk timbal balik. Namun ada kalanya pula seseorang yang jauh dari kata-kata tadi lebih memberikan dampak baik pada diri sendiri. Mereka memiliki citra sendiri dalam lingkup pertemanan, cara mereka bertingkah atau mengekspresikan diri membuat orang di sekitarnya menjadi bahagia dan terhibur.
Mungkin mereka bertiga menjadi bahan omongan siswa-siswi lain. Bagaimana tidak? Hanya orang bermasalah-lah yang sudi berlari mengelilingi lapangan disaat yang lain sedang di sibukkan dengan bimbingan guru juga rentetan kalimat yang musti di salin ke lembaran kertas bernama buku.
Bulir keringat sebiji jagung pun tak tertinggal. Tanpa keringat tak bisa di sebut lari. Bahkan baju seragam putih sudah setengah basah karena banyaknya keringat yang keluar meski hari ini sedikit mendung.
"Kak" panggil seseorang dari pinggir lapangan.
Ketiga orang itu kompak menoleh, di dapati dua orang laki-laki satu tingkat dibawah mereka melihat ketiga orang tadi dengan seksama.
"Bukan kalian! Tapi Kak Greysia!" teriaknya lagi.
Ikhsan dan Angga bercedak kesal melanjutkan larinya lagi.
"Bentar setengah puteran lagi" balas Greysia ikut menyusul dua temannya.
Dengan tenaga yang tersisa, Greysia mempercepat larinya sebelum nyawanya benar-benar hilang. Persetan dengan teman-temannya yang penting ia harus mengakhiri hukuman kali ini.
Di detik terakhir dia mengambil jalur lebih lebar ke kanan. Menjatuhkan diri ke ubin koridor tepat di depannya ada sebuah pohon memberikan hawa sejuk untuk dirinya. Erik dan temannya duduk menjejer di samping gadis tersebut, mengipasi Greysia menggunakan buku tulis baru yang mereka beli dari koperasi.
"Ngapain pagi-pagi udah di hukum aja?" tanya laki-laki itu.
"Itu noh si bajing mereka bertingkah gua juga yang kena" adunya.
"Abis apa emang?" tanyanya lagi.
"Mabok, bego bat tu dua anak" cerocosnya.
Tepat saat tatapan tajam gadis itu menatap dua pelari yang masih setia dengan tugasnya, dua orang itu berusaha menghindari kontak mata dengan si pemburu.
"WOI" teriak Greysia membuat dua orang tersebut menoleh.
"Ngapain? Sini gila rajin amat" imbuhnya.
Ikhsan membalas, "masih dua" jawabnya.
"Udahan sini" suruh Greysia.
Angga sih iya-iya saja. Tidak menolak malahan dia terlihat senang, sedangkan Ikhsan tak yakin dengan gadis itu.
"Udahlah ayo, lu kalo mo lanjut mah besok aja pas olahraga sekarang cabut" ujar Angga menarik kerah Ikhsan.
Dua laki-laki tadi ikut bergabung dengan Greysia dan yang lain. Berteduh, menghirup oksigen sebanyak-banyaknya agar paru-parunya kembali merasakan kehidupan. Buku yang tadi masih setia di tangan Erik langsung Greysia rampas dan ia gunakan untuk memukuli bahu Angga dan Ikhsan. Ia masih kesal dan tetap akan kesal dengan kelakuan dua orang itu.
Angga dan Ikhsan kompak mengaduh sembari menghindari amukan ketua kelas mereka.
"Awas aja ya kalo lu berdua ngulangin kejadian konyol kek gini lagi, gue gebukin lo berdua" ancamnya.
"Iye-iye ini terakhir dah. Lagian kita juga kagak tau anjir kalau semalem di deket rumahnya Pak Angga, kalo tau gitu kita juga gak bakal mau di ajakin minum"
"Gue tandain ya muka lo, awas aja"
"Sebagai permintaan maaf gimana kalo kita ke kantin" ajak Angga.
Greysia menggeleng sembari mengacungkan jari telunjuknya kekanan dan kekiri sebagai penolakan, "No no no... Gue gak mau ya di sogok sama makanan, cih murah banget gue" tolaknya.
"Sama minum?" imbuh Ikhsan.
"Oke caw" balas Greysia langsung sigap berdiri.
Sedangkan, Angga dan Ikhsan kopak bertos ria.
"Ikut gak?" tanya Ikhsan menawari dua adik kelasnya.
Erik menggeleng, "Masih ada kelas bang" balasnya.
Ikhsan mengangguk, "Duluan ya" ujar laki-laki itu kemudian berlari menyusul Angga dan Greysia yang telah terlebih dahulu jalan menuju kantin.
Teman Erik yang bersamanya sejak tadi merapatkan diri ke sebalah Erik. Menyenggol bahu laki-laki itu dan membisikkan sesuatu.
"Tuh cewek... Nyentrik ya" cetusnya heran membuat Erik tertawa kecil geli.
"Hahahaha ngertiin aja udah" balas Erik ringan.
———
"Lu tunggu sini" ujar Angga menepuk dua kali pundak Greysia agar gadis itu tetap duduk di salah satu bangku kantin.
"Yok San" tolehnya mengajak Ikhsan yang menatapnya cengo setengah duduk.
Beberapa saat kemudian pantat laki-laki itu mendarat di bangku kantin, "Yah udah terlanjur duduk" ceplosnya.
"Lu aja deh sana ya, samain aja" imbuh Ikhsan.
Angga berdecak lalu melengos pergi ke salah satu stand yang ada di sana, memesan makanan dan beralih ke stand sebelahnya untuk membeli minuman yang kemudian bergabung dengan teman-temannya.
"Btw, lo kenapa larinya gak ikut itungan awal aja?" tanya Ikhsan.
"Males, mending ikut pertengahan bisa bolos kelas" balasnya.
"Bener juga sih" ujar Ikhsan mengangguk.
Angga pun kini telah bergabung dengan dua temannya.
"Kalo lu ikut kehukum gini ngaruh gak sih sama nilai lo?" tanya Angga.
"Enggak, cuma ya gitu absen satu mapel. Kalo gak sering juga gak ngaruh sama sekali kecuali anak kelas kita bikin ulah terus giliran baru deh ngaruh. Daftar kehadiran gue di kelas juga bisa jadi pertimbangan guru"
"Aslinya mah gue gedek kalo ada yang bikin masalah gini, kalau aturan sekolah masih waras ngikut sekolah lain mah gapapa aja guenya. Ini beda. Teman berulah ketua tanggung jawab. Saat gue gak tau apa-apa yang mereka lakuin tapi gue juga kena imbasnya, gue harus lebih mikir keras biar nilai gue juga ngedukung nantinya. Biar gak jomplang"
"Makanya gue ngewanti-wanti temen-temen kalo mau nakal ya nakal aja tapi kudu pinter lihat sekitar. Jangan sampai ketahuan sekolah entah kegep dari gurunya langsung atau dari postingan orang yang berakhir guru tahu. Kalo udah ketahuan sekolah bakal ribet guenya, kalian juga"
"Kita minta maaf sangat. Kita udah bego Grey sampe ketahuan guru gini" sesal Angga di setujui Ikhsan.
"Yaudahlah udah kejadian juga, tinggal lu berduanya kedepan mau gimana" balas Greysia.
"Gak enak tauk" ujar Ikhsan.
"Kalo gak enak gak usah di ulangin gitu aja" jawab Greysia.
"Kalo nanti khilaf, maapin ya kak" cetus Angga.
Saat itu ibu penjual makanan pun datang membawa pesanan yang Angga pesan tadi. Disusul kemudian dengan seorang pria yang juga membawa tiga minuman segar sebagai pelengkapnya. Setelah semuanya ada di meja sesuai dengan sang pemiliknya, tak lupa Greysia dan teman-temannya mengucap terima kasih.
"Awas aja kalo ngulangin, ancaman gue gak main-main" lanjut Greysia benar-benar memperingati.
"Iye-iye"
Sesaat kemudian pesanan mereka pun datang. Tiga porsi gado-gado, dua ice cappucino, dan satu strawberry lime khusus untuk Greysia seorang. Mereka kompak mengucap terima kasih saat satu persatu piring di letakkan pada hadapan mereka.
Greysia memandangi piringnya yang penuh dengan gado-gado. Kepalanya beberapa kali menoleh kanan kiri sembari berpikir, lalu seakan telah menjadi rutinitas atau hanya sekedar pengetahuan umum bagi teman-temannya. Dua laki-laki tersebut kompak mengambil irisan ketimun dan tahu putih. Dua dari kesekian jenis bahan makanan yang tak di sukai oleh gadis itu.
Greysia tersenyum lalu mulai menyantap makanannya bersama yang lain.