Chereads / ALONE WITHOUT PARENTS / Chapter 15 - Flashback

Chapter 15 - Flashback

"Oh iya. Salam kenal semuanya. Lu mau balik? Gua antar aja ya? Sebagai rasa terima kasih gua sama lu."

"Aneska mau main sama kita. Iya kan Nes?" tanya Ken mengalihkan semuanya.

"Yoi. Gua emang mau main sama merwka. Next time aja kali yoi."

"Oh gitu. Yaudah kalo gitu gua duluan ya semuanya. Bye."

"Bye..."

Akhirnya Kelvin pulang sendiri dengan menggunakan sepeda motornya yang di parkir di parkiran sekolahnya. Ken yang sepetinya tidak menyukai sikap Kelvin itu terus saja melihati Kelvin hingga Kelvib benar-benar pergi meninggalkan sekolah.

"Kayanya itu orang suma sama Aneska deh. Ketauan banget dari gerak gerik nya. Bocah cupu kaya gitu aja sok-sokan mau sama Aneska. Yang ga kaya dia aja di tolak. Apalagi yang kaya dia," pikir Ken di dalam hatinya.

"Woy. Jadi ga nih kita jalan? Kok malah pada diam-diaman kaya gini si?" tanya Rio memastikan.

"Yoi. Jadi dong."

"Yaudah yu kita berangkat aja langsung kalo gitu."

"Yoi."

Kini Aneska dan ketiga temannya memutuskan untuk pergi bermain bersama. Mumpung besok adalah hari Sabtu. Sehingga mereka semua lebih santai untuk datang ke sekolah. Karena mereka berempat itu memang sudah terbiasa absen pramuka dan di hukum oleh Guru BK mereka. Walaupun sebenarnya mereka semua tidak tahu pasti akan main kemana hari ini.

*****

Ketika Aneska belum pulang ke rumahnya, ternyata kakak ipar Aneska sudah menunggu kepulangannya di rumah. Dia sudah siap-siap untuk memarahinya karena Aneska tidak kunjung pulang juga hingga sore ini.

"Duh, si Aneska kemana si. Masa sampai jam segini dia belum sampai di rumah juga. Ga tau apa kalo di rumah lagi banyak kerjaan. Jangan-jangan dia malah enak-enakan main sama teman-temannya lagi," pikir kak Vanessa.

Bukannya Aneska yang pulang ke rumah, tetapi suaminya justru yang pulang ke rumahnya. Membuat kak Vanessa terkejut dengan kedatangan suaminya itu. Karena beberapa pekerjaan rumahnya belum selesai dia kerjakan. Karena kak Vanessa masih saja mengandalkan Aneska untuk mengerjakan semuanya.

"Assalamualaikum," sapa kak Reza.

"Waalaikumsallam. Eh, Mas. Kok tumben udah pulang?"

"Emangnya kenapa? Kok kayanya kamu ga suka ya kalo aku pulang cepat?"

"Engga. Bukan gitu Mas maksud aku."

"Yaudah lah kalo gitu aku mau mandi dulu."

"I... Iya Mas."

"Aduh, mampus nih gua. Mas Reza bakalan marah ga ya kalo di belakang itu banyak piring kotor yang belum gua cuci. Lagian kemana si Aneska. Awas aja kalo sampai dia pulang nanti," ucap kak Vanessa di dalam hatinya.

"Vanessa...," teriak kak Reza.

Kak Vanessa pun langsung berlarian kecil untuk menghampiri suaminya itu.

"Iya, kenapa Mas?"

"Kenapa, kenapa. Ini kenapa banyak piring kotor kaya gini? Kenapa di belakang kok kotor banget kaya gini? Kamu dari pagi kerjaannya ngapain aja si?"

"Ya aku ngurusin Cinta juga lah. Kamu tau sendiri kan kalo Cinta itu anaknya cengeng. Ga bisa aku tinggalin gitu aja."

"Alah alasan aja. Kaya kamu bisa aja ngurus anak kamu sendiri."

"Maksud Mas apa ya?"

"Ya contohnya semalam. Semalam aja kamu ga bisa kan buat Cinta diam dari tangisannya. Yang ada justru malah Aneska yang mampu tenangin Cinta kan."

"Belain aja kamu terus ade kamu itu. Padahal ade kamu itu ga ada apa-apanya. Yang ada dia hanya nyusahin aja di sini."

"Kamu bilang apa barusan? Ga pantas ya kamu bicara seperti itu tentang ade aku."

Kemudian temparan pun melayang tepat di pipi kak Vanessa sebelah kiri. Untung saja Aneska saat itu tidak sedang ada di rumah. Jika dia sedang ada di rumah, maka perasaannya pasti sangat terpukul dengan kejadian barusan. Akhirnya kak Vanessa pergi dari rumah meninggalkan suami dan anaknya. Entah dia akan pergi kemana kali ini.

*****

Sedangkan Aneska dan ketiga sahabatnya saat ini sedang berkumpul di salah satu Cafe yang biasa dia datangi. Di sana mereka hanya minum saja. Entah itu kopi ataupun minuman yang lainnya. Sudah pasti bukan minuman yang memabukkan. Sisanya mereka semua hanya saling mengobrol dan bercanda bersama. Hingga akhirnya mereka pasti akan lupa dengan waktu.

Ketika Aneska dan ketiga sahabatnya sedang berkumpul sambil bercanda bersama, tiba-tiba saja Aneska melihat ada seorang anak kecil yang sedang bersama dengan kedua orangtuanya. Membuat Aneska yang melihatnya merasa iri dengan anak kecil itu. Karena ketika Aneska masih berusia sekecil itu, yang ada Aneska hanya mendnegar pertengkaran yang sedang terjadi antara kedua orangtuanya.

Waktu Aneska seusia anak kecil itu, Aneska tidak pernah merasakan kebahagiaan yang di rasakan oleh anak kecil itu. Karena pada usia itu, Aneska hanya mendapatkan sebuah perlakuan yang seharusnya tidak dia ketahui pada usia sekecil itu. Pada waktu itu kedua orangtua Aneska sudah mulai renggang hubungannya. Semua itu terjadi karena terdapat permasalahan ekonimi di dalam keluarga mereka. Ayah Aneska yang sudah tidak bisa mencari nafkah lagi membuat Mamahnya harus mencari nafkah pada saat itu. Dan sejak itu juga Mamah Aneska merasa muak dengan suaminya yang sudah lama menjadi pengangguran.

"Kamu itu gimana si Mas? Kenapa kamu masih jadi pengangguran aja selama ini? Aku udah bantu kamu banyak loh. Aku udah cari uang buat keluarga kita. Tapi kamu malah kaya gini terus," tanya Mamah Aneska.

"Kamu pikir saya mau seperti ini terus? Saya juga ga mau. Tapi emang saya belum bisa mendapatkan pekerjaan baru untuk saat ini."

"Ya tapi sampai kapan Mas? Mencari nafkah itu kan kewajiban seorang suami. Bukan seorang istri."

Plak!!

Suara tamparan yang dilayangkan oleh Ayah Aneska kepada istrinya sendiri. Aneska hanya bisa diam di dalam kamarnya sambil mendengar semua keributan yang terjadi diantara Ayah dan Mamahnya. Ingin rasanya Aneska berteriak di hadapan kedua orangtuanya dan menghentikan semua pertengkaran itu. Tetapi semua itu hanya bisa tertahan sampai di tenggorokannya saja tanpa bisa keluar dengan lancar dari kedua bibirnya jika sebenarnya Aneska sangat tertekan dengan kondisi keluarganya saat ini. Rasanya sangat pahit ketika apa yang kita rasakan tertahan begitu saja tanpa bisa kita sampaikan.

"Tega kamu ya Mas tampar aku kaya gini?"

"Kamu duluan yang mulai kurang hajar sama suami kamu sendiri. Jadi jangan salahkan saya kalo saya juga bisa bersikap seperti ini sama kamu."

Pertengkaran itu bukannya semakin mereda, tetapi justru semakin parah dengan kepergian Mamahnya dari rumah. Aneska yang mengetahui jika Mamahnya akan pergi meninggalkannya, Aneska hanya bisa menangis. 

"Mamah, Mamah mau kemana?" tanya Aneska.

Mamahnya tidak menjawab pertanyaan Aneska barusan. Dia hanya memandangi wajah Aneska sambil menangis tersedu-sedu.

-TBC-