"Semua bajumu sudah kau bawa? Tidak ada yang tertinggal?" tanya Tristan sambil membawa tas milik istrinya ke dalam bagasi taksi yang sudah menunggu di depan rumah mereka.
Kyra tersenyum ceria sambil mengelus perutnya yang membuncit. "Aku hanya menginap di rumah ibu selama dua hari. Tidak perlu membawa banyak baju, kan?"
Tristan menatap istrinya itu sejenak sebelum menyahut, "Hn, kau benar."
"Kau benar-benar tidak bisa ikut ya?" tanya Kyra lagi.
Tangan kanan Tristan terangkat untuk mengelus lembut pipi Kyra. "Maaf, tapi aku benar-benar sedang sibuk di kantor. Titip salam dariku untuk ibu."
Wajah Kyra terlihat sedikit cemberut. "Baiklah, aku mengerti. Tapi, apa kau tidak bisa menemaniku pagi ini untuk ke dokter kandungan?"
Kembali Tristan menghela napas. Dengan lembut ia menarik Kyra kemudian memeluknya. "Maaf, aku ada rapat penting pagi ini. Kau tahu kan kalau aku itu anak tunggal, jadi semua urusan perusahaan menjadi tanggung jawabku setelah ayah pensiun."
Kyra segera melepas pelukan mereka. "Maaf, Tristan, akhir-akhir ini aku menjadi terlalu manja. Padahal aku tahu kalau kau sangat sibuk," balas Kyra kemudian mengecup pipi Tristan sekilas. "Kalau begitu aku berangkat ya..."
"Ya," Tristan segera membuka pintu penumpang kemudian membantu Kyra masuk ke dalam taksi. "Hati-hati di jalan, Sayang."
Tristan kemudian menoleh ke arah supir taksi, "Tolong hati-hati membawa mobilnya," pintanya. Kyra tersenyum mendengar semua ucapan suaminya yang penuh perhatian itu. Ia kemudian melambaikan tangan saat mobil yang ia tumpangi perlahan meninggalkan kediamannya.
Mata Tristan memperhatikan taksi yang ditumpangi Kyra dalam diam. "Selamat bersenang-senang, Kyra," ucapnya sambil menyeringai.
.
.
.
Tepat pukul delapan pagi, Tristan sampai di kantornya. Hari ini langkahnya terasa sangat ringat. Begitu sampai di lantai teratas dan berjalan sebentar, matanya dapat melihat ruangan kerjanya dan bilik sekretarisnya.
"Freya, temui aku di ruanganku," perintahnya pada sekretaris yang sudah bekerja selama dua tahun dengannya.
"Baik, Pak," sahut Freya patuh sambil membawa beberapa berkas yang memang harus diperiksa Tristan.
Saat masuk ke dalam ruangan Tristan, mata Freya dapat melihat Tristan yang duduk membelakanginya. "Kunci pintunya," perintah Tristan lagi.
Freya tersenyum penuh arti saat mendengar perintah Tristan. Ah! Bukan berkaslah yang ingin atasannya itu periksa saat ini. Tangannya segera meletakkan berkas yang ia bawa di atas sofa.
Gadis bernama lengkap Freya Isaldina itu kemudian berjalan perlahan menuju Tristan sambil membuka tiga kancing teratas kemejanya. Tanpa aba-aba, ia segera duduk di atas pangkuan Tristan. "Kau menginginkanku?" tanyanya dengan wajah memerah.
Tristan menyeringai saat melihat Freya telah duduk di pangkuannya. "Hm." Detik berikutnya Tristan segera mencium bibir Freya dengan lembut.
Awalnya memang hanya kecupan-kecupan manis yang lama kelamaan membuat kepala Freya pening. "Lakukanlah," pinta Freya.
"Sesuai permintaanmu, Sayang," ucap Tristan dan segera mengulum bibir dengan rasa peach itu. Bibir Tristan dengan ganas menyedot dan mengulum bibir bawah Freya. Membuat kedua tangan Freya terangkat naik untuk menyalurkan kenikmatannya dengan meremas rambut Tristan.
"Huhh..." desah Freya saat lidah Tristan menyeruak masuk ke dalam mulutnya dan memaksa lidahnya untuk berdansa bersama.
"Hmm... Ahh..." Ciuman itu terputus saat keduanya memerlukan oksigen. Dada Freya terlihat naik turun untuk meraup oksigen sebanyak-banyaknya.
"Kau sengaja memasang wajah menggoda, ya?" ucap Tristan sambil melepas seluruh kancing kemeja Freya. Dengan cepat ia menaikkan bra Freya sehingga mata hitamnya dapat melihat buah dada Freya yang sangat menggoda.
"Tris-Tristan?" tanya Freya karena melihat atasannya itu terdiam cukup lama.
"Dasar tidak sabaran," balas Tristan kemudian menenggelamkan wajahnya di lekukan leher Freya. Dikecupnya satu titik di leher Freya dengan sangat keras kemudian disedotnya hingga membuat Freya menggelinjang.
"Sshh... Uhhh..." desah Freya begitu merasakan kedua tangan Tristan yang mulai meremas payudaranya. Lidah Tristan masih setia menjilat dan mengigit leher Freya.
Melihat sekretarisnya yang sudah hampir kehilangan akalnya, Tristan kembali mencium bibirnya dengan penuh nafsu. Tanpa Freya sadari, Tristan malah menurunkan bra Freya dan merapikan kemeja gadis itu.
"Eh? Ke-kenapa?" tanya Freya terbata-bata sambil menstabilkan napasnya.
Tristan tersenyum miring. "Rapikan penampilanmu. Sekarang kau harus menemaniku ke rumah untuk mengambil berkas yang tertinggal. Kau sekretarisku jadi kau harus ikut denganku, mengerti?" titah Tristan yang disambut dengan wajah cemberut Freya.
"Dasar! Kau suka sekali menggodaku," ucapnya kemudian berdiri dan merapikan penampilannya. "Baik, Pak, sekarang saya sudah siap," ucap Freya kemudian.
"Bagus."