Setelah satu minggu penuh Eckart memikirkan kata-kata Raymond, akhirnya dengan segenap keberaniannya, Eckart akhirnya memutuskan untuk bertemu dengan teman sekelas Louise. Hari ini, sepulang menjemput Nuri, Eckart berencana akan mengajaknya makan siang bersama.
"Baiklah, meeting hari ini sudah selesai. Saya harap laporan tentang proyek musim sebelumnya untuk segera diselesaikan dan saya tunggu perbaikan proposal dari team dua secepatnya. Selamat siang."
Eckart berjalan keluar dari ruang meeting dengan santainya. Pekerjaan hari ini sudah selesai dengan sempurna. Tinggal menanyakan pada sekretaris andalan Eckart apa agendan selanjutnya.
"Lee, apa jadwalku setelah ini?"
"Hanya ada jadwal bertemu dengan client nanti jam dua di restoran biasanya."
Langkah Eckart terhenti dan menoleh ke belakang, "Tolong, Lee, kamu pindahkan janji nanti siang ke besok di jam yang sama dan kosongkan jadwalku hari ini hingga malam."
"Baik Tuan Landyn."
"Saya akan pergi menjemput Nuri, kemungkinan tidak akan kembali lagi ke kantor. Kamu nanti tidak perlu menunggu saya, kalau sudah jam pulang, langsung pulang saja."
"Baik, hati-hati di jalan Tuan."
Tanpa menunggu lama lagi, Eckart langsung melesat pergi menjemput Nuri di sekolahnya. Beruntung meeting hari ini berjalan dengan lancar tanpa ada hambatan yang berarti.
Pertemuan hari ini sebenarnya sudah diatur oleh Louise sedemikian rupa. Jadi, setelah menjemput Nuri, ayah dan anak itu langsung menuju tempat yang akan menjadi meeting point mereka berdua - Eckart dan teman Louise yang katanya adalah seorang omega manis dari Indonesia.
"Daddy." Panggil Nuri dengan nada penasarannya.
"Iya sayang. Ada apa, hm?"
"Kita mau kemana?"
"Kita mau ketemu teman Daddy. Nuri mau kan makan siang sama teman Daddy?"
"Mau, Nuri ma-"
Drrrtt... Drrrtt...
Belum sempat Nuri melanjutkan kalimatnya, ponsel Eckart sudah bergetar hebat sambil melantunkan lagu favoritnya.
"Sebentar ya sayang, Daddy angkat telpon dulu." Ujar Eckart yang hanya direspon dengan anggukan oleh Nuri.
"Kakak tertua, kamu dimana? Aku dan Nala sudah menunggu di depan kampusku dari tadi." Terdengar protes dari Louise di seberang sana.
"Tunggu sebentar, aku sudah bisa melihatmu. Coba menoleh ke kiri."
Louise pun menuruti perintah Eckart dan dia langsung dapat melihat mobil Eckart yang sedang melaju dengan pelan menuju ke arah mereka berdua, Louise melambaikan tangan, "Aku bisa melihatmu, aku tutup telponnya."
Setelah mobil milik Eckart berhenti, sosok itu pun turun keluar dari dalam mobil. Dengan santainya dia berjalan menuju Louise dan temannya yang sejak tadi sudah menunggu.
"How have you been bro?" Sapa Louise.
"So so. Kamu gimana?"
"Luar biasa seperti biasanya." Louise berhenti sejenak, "Oh kenalkan ini temanku. Nala dan Nala ini sepupu kakak iparku, Eckart."
Setelah diperkenalkan oleh Louise, Eckart mengulurkan tangannya dan disambut baik oleh Nala.
"Eckart Landyn. Kamu bisa memanggilku Eckart."
"N-nala, Anala Wicaksana."
Keduanya berjabat tangan dan saling tersenyum sambil memperkenalkan nama masing-masing.
"Ekhem, nah, kalian sudah kenal, so, aku harus pergi, seseorang menungguku." Ucap Louise sambil mengedipkan matanya panuh arti.
"Maaf merepotkanmu Lu." Ucap Nala sambil membungkuk.
Louise menepuk punggung Nala pelan, "Tidak apa-apa. Aku pamit okay? "Semoga berhasil kencan kalian." Louise segera pergi sambil melambaikan tangan kepada Eckart dan Nala.
Sekarang, keduanya berdiri berhadapan dengan suasana yang sangat cangggung. Nala menundukkan kepalanya, kakinya memainkan ujung sepatunya. Dia tidak berani menatap sosok Eckart yang terlihat luar baisa dengan setelan kemeja kerjanya.
"Ekhem." Eckart berhedam pelan, Nala yang mendengarnya langsung mengangkat kepalanya. "Aku membawa anakku Nuri di dalam mobil. Kalau bisa, bolehkan kita langsung berangkat sekarang?"
Nala mengangguk tanda setuju. "A-ah, maaf, aku tidak tahu kamu membawa anakmu."
"Tidak perlu minta maaf dan jangan terlalu gugup, aku tidak akan memakanmu."
"Maaf, a-aku memang selalu seperti ini jika bertemu orang baru." Ujar Nala, malu.
Eckart membukakan pintu mobil bagian depan, "Silakan."
"Terima kasih." Ucap Nala sambil duduk.
Nala mengenakan sabuk pengaman sedangkan Eckart berlari kecil mengelilingi mobil dan tak lama kemudian sudah duduk di belakang kemudi. Matanya langsung melirik ke seat bagian belakang dimana Nuri duduk sementara tangannya sibuk memasang seatbelt.
"Nuri, my dear, kenalkan ini Nala dan Nala, kenalkan, my baby, Nuri."
Nala menoleh kebelakang dan menatap anak kecil berumur tujuh tahun tersebut. "Hai Nuri. Aku Nala."
Nuri tersenyum, "Salam kenal kakak."
"Ummmm. Nuri mau duduk di depan bersamaku?" Tanya Nala.
Mendengar ucapannya sendiri membuat Nala panik dan kemudian meminta maaf, "Maaf, maaf, aku terbiasa seperti ini karena aku juga punya adik bungsu." Nala tersenyum canggung "Kalau Nuri tidak mau juga tidak apa-apa. Aku tidak memaksa."
"Nuri mau duduk sama kak Nala." Ucap Nuri girang. Keimutan Nuri sukses membuat Nala merasa senang.
Akhirnya, Nuri duduk di kursi depan barsama Nala. Selama perjalanan keduanya –Nuri dan Nala, sibuk bercerita banyak hal. Keduanya bahkan melupakan sosok Eckart yang sedang mengemudi karena sibuk berbagi cerita.
Tak terasa, ketiganya sudah sampai di restoran keluarga langganan Eckart. Ketika Eckart baru akan keluar, Nuri tiba-tiba bertanya.
"Kata Lulu, Daddy dan kak Nala ingin kencan, kenapa Daddy ajak Nuri?"
Eckart mengurungkan niatnya membuka pintu dan berbalik menghadap Nuri yang berada di pangkuan Nala yang kini sedang menahan malu dengan wajahnya yang merah.
"Ini bukan kencan, hanya makan siang biasa dan jangan percaya omongan Lulu okay?"
"Mkay." Jawab Nuri pelan.
"Nah sekarang ayo kita turun."
Eckart lantas membuka pintu dan keluar. Dia berjalan mengelilingi bagian depan mobil, hendak membukakan pintu untuk Nala. Namun, nniatnya harus tertunda karena Nala sudah keluar lebih dulu sambil menggenggam tangan Nuri.
Kini ketiganya sedang berjalan menuju restoran keluarga yang akan menjadi tempat makan siang mereka beriga. Ketiganya terlihat sangat serasi, seperti keluarga kecil yang sedang berbahagia.
"Selamat siang." Sapa salah seorang resepsionis yang sedang bertugas.
"Selamat siang, saya sudah reservasi, atas nama Eckart Landyn."
"Oh, baik, mari saya antar." Ucap resepsionis tadi sambil tersenyum.
Ketiganya berjalan menuju tempat duduk yang sudah dipesan Eckart jauh-jauh hari. Mengingat restoran ini tidak memiliki space yang luas, jadi pengunjung yang ingin menikmati hidangan mereka haruslah melakukan reservasi minimal dua hari sebelumnya.
Ketiganya sudah duduk dan mulai memsan makanan yang ingin mereka makan. Eckart memesan Avocado chicken salad, Nala menjatuhkan pilihannya pada Lemon honey chicken salad dan Nuri memesan menu favoritnya Peanut butter-banana English muffin. Untuk minuman, Ekcart dan Nala sepakat untuk memesan Lemonade dan orange juice untuk Nuri.
"Aku dengar dari Louise kamu sedang menempuh pendidikan magistermu."
"Ah, iya. Aku mengambil liberal art."
"Pasti sibuk sekali ya, aku sering mendengar keluhan Louise akhir-akhir ini."
Nala tersenyum, "Ya, hampir tidak punya waktu untuk tidur. Tapi, syukurlah hari ini aku tidak memiliki jadwal terlalu padat."
"Dad, magister itu apa? Semacam magic master?" Tanya Nuri polos.
Nala tersenyum gemas setelah mendengar pertanyaan Nuri. Senyum Nala manis, lembut dan juga hangat. Ya, senyum itu membuat bagian terdingin dari seorang Eckart sedikit menghangat.
"Bukan sayang, magister itu ketika Nuri nanti ingin menjadi seorang master, nah, Nuri harus melewati level magister dulu." Jelas Nala.
"Apa Nuri bisa belajar tingkat magister besok Dad? Nuri ingin jadi chef master. Seperti Om Ray."
"Nuri harus tumbuh tinggi dulu seperti Louise atau Calvin dulu baru bisa belajar di tigkat magister." Jelas Eckart.
Nuri yang mendengar penjelasan Eckart membulatkan matanya tidak percaya, "Masih lama sekali Dad. Nuri ingin jadi master secepatnya."
"Kalau begitu, Nuri harus rajin minum susu dan makan yang banyak biar cepat tinggi." Ujar Nala.
"Roger that!" Jawab Nuri semangat. "Jadi nanti Nala jadi master seni?" Tanyanya penasaran.
"Kurang lebih seperti itu."
"Woah, Nala hebat." Nuri terkagum-kagum. Dia kemudian menoleh kea rah Eckart, "Daddy, apakah Daddy juga seorang master?"
"Jelas, Daddy adalah master yang sangat hebat, kalau tidak, Nuri tidak akan bisa sebesar sekarang."
"Hebat, Daddy dan Nala hebat sekali. Aku ingin jadi seperti Daddy dan Nala."
"Excuse me." Ujar seorang pelayan yang datang sambil membawa pesanan mereka.
"Ah, thank you." Ucap Nala ramah.
Pelayan tersebut terdiam sejenak. Eckart melihat reaksi pelayan tersebut yakin bahwa dia terpesona pada senyuman Nala tadi.
"Ekhem." Eckart berdeham pelan untuk menyadarkan si pelayan.
Pelayan itu tersadar, "Sorry." Ucapnya cepat dan langsung menata menu makan siang mereka di atas meja dengan rapi.
Eckart terus memperhatikan gerak-gerik si pelayan. Tatapan mengintimidasi tersebut membuat si pelayan merasakan sebuah tekanan tak kasat mata. Dengan cepat dia melakukan tugasnya dan langsung undur diri, meninggalkan mereka bertiga dengan cepat.
Ketiganya menikmati hidangan makan siang mereka sambil bertukar cerita mengenai kehidupan mereka masing-masing. Walaupun sebenarnya Nala dan Nuri lah yang banyak bercerita. Eckart hanya menimpali dan mengomentari saja.
Setelah makan siang, Ekcart mengajak Nala untuk sekedar jalan-jalan di taman bermain. Hitung-hitung untuk mendekatkan Nuri dan Nala.
Ketiganya berada di taman bermain hingga sore hari. Mereka besenang-senang, menikmati setiap wahana yang mereka naiki bersama. Senyum tak perlah luntur dari wajah Nuri dan Nala, bahkan Eckart juga ikut tersenyum melihat keduanya tersenyum.
Kegembiraan mereka harus berakhir ketika mobil yang dikemudikan Eckart sudah berada di depan gedung apartemen Nala.
"Mau mampir sebentar?" Tanya Nala sopan.
"Sepertinya lain kali saja." Ekcart menolak dengan halus ajakan dari Nala.
"Ah, ya, aku mengerti. Lebih baik kalian cepat pulang, Nuri pasti tidak nyaman tidur seperti itu di dalam mobil."
"Terimakasih atas pengertiannya Nala."
"Justru aku yang berterimakasih. Hari ini sungguh menyenangkan." Ucapnya sambil tersenyum.
"Kalau boleh, apa kita bisa bertemu lagi?" Tanya Eckart dengan sedikit ragu.
Nala mengangguk cepat, "Bisa. Kamu bisa hubungi aku kapan saja kalau ingin bertemu."
"Ummm, sini ponselmu." Eckart mengulurkan tangannya untuk meminjam ponsel milik Nala.
"Untuk apa?" Tanya Nala bingung.
"Bagaimana aku menghubungimu kalau kita tidak bertukar kontak, hm?"
"Oh, ahahaha." Nala tertawa malu, "Sebentar." Nala sibuk mengeluarkan ponselnya dari saku celananya dan kemudian menyerahkan benda persegi panjang hitam itu kepada Eckart.
Eckart menerima ponsel tersebut dan kemudian menyimpan nomornya dengan nama Eckart Landyn. Setelah selesai Eckart langsung menyerahkan ponsel itu kembali.
"Nala, aku harus pulang dulu. Terima kasih untuk hari ini. Aku menikmatinya." Ujar Eckart sepenuh hati.
"Aku juga. Hati-hati di jalan, keselamatan kalian yang paling utama."
"Jangan lupa, hubungi aku. Aku tunggu pesan darimu. Good night Nala."
"Okay, I'll text you later and good night, Eckart. See you."