Kemudian mereka masuk bersama-sama.
Lalu Bu Evelin mendehem sejenak. Karena anak-anak di dalam kelas itu agak ribut.
Setelah tenang, "Anak-anak. Kita kedatangan murid baru. Hayo perkenalkan dirimu." ucap Bu Evelin sambil tangannya mempersilahkan kepada anak itu.
"Terima kasih, ibu." Setelah berkata demikian, Sinto menghadap ke arah teman-teman barunya.
"Salam kenal. Nama saya Sinto. Saya berasal dari Jepang." Ucapnya sambil membungkuk setengah badan.
"Sinto. Kamu duduk di belakang pojok kanan itu, ya." Perintah Bu Evelin kepada Sinto.
Melihat arah yang di tunjuk oleh wali kelas mereka. Semua anak segera bersorak-sorai dan sedikit berteriak-teriak. Karena pada dasarnya tidak ada yang mau duduk di situ. Karena ada saja yang mengganggunya jika duduk di situ.
Bu Evelin juga terpaksa menyuruh Sinto duduk di situ, Karena tidak ada tempat lain lagi. Hanya di situlah satu-satunya tempat yang kosong.
Melihat itu Bu Evelin hanya bisa berdoa saja, "Semoga Anak itu tidak di apa-apakan oleh Greg."
Sinto berjalan santai menuju tempat duduknya.
Persis di depan Sinto duduk. Ada seorang anak lelaki yang bertubuh besar dengan di lehernya tampak kalung emas sedangkan pada pergelangan tangan anak itu terjuntai pula gelang emas.
Ketika sudah mendekati tempat duduknya, tiba-tiba anak yang duduk persis di depan Sinto langsung memanjangkan kakinya. Dengan tujuan untuk menjatuhkan langkah kaki Sinto.
Dengan gesitnya, Sinto mencoba menghindar. Tetapi ia langsung sadar diri. Kalau ia tidak boleh menunjukkan siapa dirinya. Terlebih lagi memamerkan kehebatannya. Sehingga ia berpura-pura jatuh.
"Greg!" teriak Bu Evelin, sambil berlari menghampiri Sinto yang terjatuh.
Kembali kaki Greg hendak menganjal langkah Bu Evelin. Tetapi ibu itu segera melompat, melewati kaki Greg.
Tetapi tubuh Bu Evelin agak oleng. Sehingga ia terjatuh di pelukan Sinto.
Melihat itu, Greg menarik tangan Bu Evelin dengan kasar.
Lalu ucapnya dengan nada tinggi, "Tidak seperti itu juga Bu Evelin."
"Sakit Greg." Jerit Bu Evelin karena genggaman tangan anak itu.
Melihat murid yang tidak sopan itu. Dengan cepat, Sinto menarik tangan Greg dari pergelangan tangan Bu Evelin. Hingga anak itu pun terlihat meringis kesakitan.
Kemudian anak-anak yang lain, yang berada di dalam kelas itu berteriak,
"Hajar dia!"
"Hajar dia!"
"Kasih pelajaran kepada anak baru itu!"
Sinto memandangi semua anak itu tanpa rasa takut sedikit pun. lalu ia berkata kepada semua orang yang berada di dalam kelas itu, "Sama orang yang lebih tua. Harus lebih sopan ya."
Maksudnya kata-kata itu lebih di tunjukan Sinto untuk menasihati anak yang bernama Greg.
Tiba-tiba anak yang bernama Greg itu menoleh ke arah Sinto. Dan tanpa basa-basi lagi. Atau pun peringatan terlebih dahulu. Segera Greg mendaratkan bogem mentah dengan tangan kirinya ke wajah Sinto.
Tak lama kemudian tampak darah mengucur dari hidung Sinto.
Kembali Bu Evelin membentak anak itu, "Greg. Kalau begini terus. Akan Ibu keluarkan kamu dari sekolah ini."
Setelah berkata demikian Bu Evelin dengan cepat membopong Sinto keluar dari kelasnya dan langsung di bawa ke ruangan P3K yang ada di sekolah tersebut.
Sebelum keluar, Greg meneriaki Sinto, "Hei, anak baru. Jangan jadi sok jagoan. Kalau tidak mau seperti itu lagi!"
Setelah berteriak demikian, dia sendiri dan teman-temannya tertawa terbahak-bahak.
Begitu tiba di ruangan P3K. Sinto langsung dirawat sendiri oleh Bu Evelin. Guru itu merawat Sinto dengan teliti dan hati-hati sekali.
Lalu ia berkata, "Maaf ya Sinto. Ibu lupa kasih tahu sama kamu. Kalau anak yang duduk di depan kamu itu rada bengal. Maklumlah, bapanya orang kaya. Bisnisnya di mana-mana. Selain itu, orang tuanya pula yang selalu sebagai penyandang dana terbesar seluruh kegiatan sekolah ini."
Setelah memberikan perawatan pada hidung anak itu, "Sekarang bagaimana hidungmu?" tanya Bu Evelin agak sedikit kawatir.
"Terima kasih, sudah agak baikkan." Kata Sinto yang mencoba meraba hidungnya lagi.
"Jangan di sentuh dulu. Nanti darahnya keluar lagi." Cegah Bu Evelin sambil memegang tangan anak itu.
Kemudian wali kelas itu berkata lagi, "Sebaiknya kau hindari mereka semua. Karena seluruh sekolah ini sebagian besar sudah menjadi kaki tangannya. Baik dari SMP hingga SMA."
"Wah berpengaruh sekali anak itu, ya." Seru Sinto terkejut mendengar pernyataan Bu Evelin.
Kemudian tambah wali kelas itu lagi, "Bahkan. Seluruh guru dan kepala sekolah di sini juga takut dengan bapaknya Greg."
"Kalau begitu. Kita sekarang kembali ke kelas ya," ajak Bu Evelin sambil memegang lengan kiri anak itu.
"Jangan Bu, nanti ada yang marah," ucap Sinto sambil menurunkan tangan bu guru itu.
"Sinto. Kalau ada yang hendak suka dengan ibu. Tentunya orang yang baik tingkah lakunya. Tidak seperti dia. Seperti pepatah, like father like son. Yaitu bapaknya bajingan. Anaknya apa lagi." Ucap Bu Evelin dengan geramnya.
Sambil berjalan menuju ke kelas, "Ngomong-ngomong, kok kamu bisa bilang ada yang marah. Hayo coba tebak. Usia ibu ini berapa sih menurut kamu?"
Sinto menahan langkahnya lalu menatap wali kelasnya sesaat. Di tatap seperti itu, tiba-tiba ia merasakan wajahnya sedikit berubah kemerah-merahan dan malu sendiri.
"Eh maaf." Ucap Sinto yang langsung mengalihkan pandangannya sambil menyebutkan usia Bu Evelin, "Sekitar dua puluh lima tahun."
Terlihat wajah Bu Evelin terperangah lalu ucapnya malu-malu, "Kok bisa tepat seperti itu sih."
Kemudian mereka berdua terlihat tertawa-tawa. Baru saja mereka melanjutkan beberapa langkah menuju kelas, terdengarlah suara bel istirahat berbunyi.
"Lama juga ya kita di ruangan P3K itu," ucap Bu Evelin sambil melihat ke arlojinya.
"Di sekolah ini istirahatnya dua kali," kata Bu Evelin sambil memberi penjelasan.
"Bagaimana kalau kita segera ke kantin saja?" ajak Sinto tanpa ragu-ragu lagi. Tangannya langsung memegang tangan wali kelasnya itu.
Tiba-tiba mereka berdua di kejutkan suara seseorang. Rupanya Rinto datang mendekat, "Selamat pagi Bu."
Kemudian ia menoleh ke arah Sinto. "Dan kamu. berhati-hatilah. Seluruh sekolah sudah mengetahui kejadian kalian berdua. Pasti Anak itu sedang menyusun rencana untuk menghancurkan kalian berdua." Setelah berkata demikian Rinto meninggalkan mereka lagi.
"Kamu kenal dengan Rinto?" tanya Bu Evelin sambil menunjuk ke arah anak itu.
"Kami baru saja berkenalan tadi pagi."
Mendapat jawaban seperti itu, wali kelasnya mengangguk pelan.
Lalu tanpa menarik tangannya dari tangan Sinto, malah wanita itu lebih erat lagi menggenggam tangan anak itu ia berkata, "Hayo kita ke kantin. Di situ ada bakso yang enak. Semoga makan bersamamu, diriku akan lebih aman lagi."
Setelah berkata demikian Bu Evelin benar-benar menarik tangan murid barunya itu menuju kantin.
Melihat itu Sinto bertanya, "Apakah ibu tidak takut terhadap Greg yang sepertinya selalu mengancam dirimu."
"Setelah ada kamu. Aku tidak takut lagi."