"Tenang saja. Aku sudah tahu kok. Dari Pak Bramana sendiri. Pada saat beliau mendaftarkanmu di sekolah itu."
Tetapi setelah itu ia tidak mendengar suara anak itu lagi. Pada saat ia melihat lewat kaca spion. Bu Evelin tersenyum kecut. Melihat tuan mudanya sudah tertidur pulas dipunggungnya dengan menyandarkan kepalanya.
Lalu ucapnya dalam hati, "Tuan muda tidurlah. Aku akan menjagamu sampai tetes darah terakhir yang keluar dari tubuhku." Sambil berkata demikian ia membetulkan pelukan kedua tangan anak muda itu pada pinggangnya sendiri.
Beruntung bagi Jaya. Pada saat ia tiba di rumah. bersamaan dengan itu sampai pula Bu Evelin dan Sinto dengan motornya.
Padahlah di depan sudah berdiri Pak Bramana Putera dan keluarganya.
Dengan mengelus perlahan tangan anak itu dan bisikannya, "Sinto. kita sudah tiba di rumahmu."
Perlahan Sinto membuka matanya.
"Maaf ya, membuat kalian semua khawatir. Tadi aku minta tambahan pelajaran. Karena kebetulan ada lomba antar sekolah. Jadi aku minta di ikut sertakan." Katanya sambil turun dari motor Bu Evelin.
Sebelum Pak Bramana sempat bicara. Bu Evelin mendahului dengan berkata, "Benar sekali Pak.
Kebetulan saya sendiri wali kelas putra bapak. Saya juga tadi sempat mengetes dia dengan ulangan mendadak. Seperti yang bapak bilang sebelumnya kalau anak ini pintar. Ternyata tidak salah. Sinto sangat pintar. Dia dapat mengalahkan juara satu di sekolah dalam bidang ilmu matematika dan kimia." Kata Bu Evelin sambil menepuk pundak anak itu.
Mendengar pernyataan wanita itu, bukannya membuat redah Pak Bramana. Malah membuat dia semakin naik pitam.
Dengan wajah yang terlihat semakin memerah ia berteriak-teriak, "Jangan mentang-mentang kamu anak ketuaku. Bisa seenaknya berbuat tanpa aturan di sini di rumahku ini. Kalau terjadi sesuatu denganmu, bagaimana pertanggung jawaban saya terhadap mendiang ayahmu!"
"Berlakulah sewajarnya dan seperti biasa saja. Jangan marah-marah seperti itu." ucap istri pak Bramana Putra sambil mengelus punggung lelaki itu, agar segera meredahkan amarahnya.
Lalu kata istrinya lagi masih dengan nada pelan, "Ingat dengan penyakit jantung dan darah tinggimu itu."
"Nah ini, kalau begini terus setiap hari. Bagaimana darah tinggiku tidak kambuh terus." Kata Pak Bramana dengan kesalnya. Tetapi nadanya sudah turun jauh dari yang tadi.
"Begini saja tuan Bramana. Saya sudah memberi usul kepada Sinto putra Bapak. Bagaimana mulai hari ini sampai dua minggu ke depan, sepulang sekolah. Saya akan memberi pelajaran tambahan di rumah ini, itu pun jika tuan dan nyonya memberi kesempatan kepada dia. Sayang sekali kalau tidak di kembangkan potensinya." Puji Bu Evelin dengan bersemangat sekali.
Sinto pun bergegas menjatuhkan diri berlutut sambil berkata, "Pa, maafkan aku. Aku janji tidak akan melakukannya lagi."
Kemudian mata Pak Bramana mengalihkan pandangannya ke Bu Evelin.
"Apakah Anda benar guru dan sekaligus wali kelas putraku Sinto?" tanya Pak Bramana Putera sambil matanya mengamati tubuh wanita itu dari ujung kepala sampai ujung kaki. Lalu ia menoleh ke arah motor besar yang dibawa wanita itu.
Kemudian lanjut Pak Bramana lagi, "Aku tidak percaya kalau kamu wali kelas dari putraku."
Melihat itu istrinya yang bernama Resty segera datang mendekati Bu Evelin, "Bu. Terima kasih sudah menjadi wali kelas putraku. Seperti yang ibu ketahui dia baru datang dari luar. Karena suatu hal, dia harus kembali mengikuti pelajaran di negeri kita ini."
"Sama-sama, Bu." Ucap Bu Evelin sambil tersenyum.
"Bagaimana Bu. Masih mau lanjut memberi tambahan pelajaran untuk anakku ini?" tanya Resty ibu angkatnya Sinto.
"Tidak ada yang boleh masuk ke dalam rumahku tanpa perintah dari saya." jelas pak Bramana Putera dengan suara tegas.
"Tetapi pak. Ini semua demi perkembangan Sinto. Seharusnya kita bangga memiliki anak angkat seperti dia. Apa lagi kalau dia bisa menang lomba." Ucap Bu Evelin dengan nada senang.
"Betul Pa, di sekolahku juga ikut lomba seperti yang di ikuti sekolah Sinto." Kata Tina yang dari tadi diam saja.
"Bagus kalau begitu. Kalian berdua bisa belajar sama-sama dengan Bu Evelin." Ucap Bu Resty sambil membelai kepala putri keduanya itu.
"Dengan senang hati, nyonya." Ucap Bu Evelin sambil tersenyum.
"Tuh Pa." Tambah Sinto lagi.
Kemudian ia melihat pamannya Kotaro. Ia pun berteriak memanggil, "Paman. Kesini sebentar paman."
Kotaro yang saat itu sedang lewat, segera memberhentikan langkahnya dan menoleh ke arah Sinto.
"Ada apa Sinto?" tanyanya sambil berjalan mendekati keponakannya.
"Paman. Apakah aku boleh membawa masuk orang ke dalam rumah ini?" tanya Sinto sambil matanya melirik ke arah tuan rumah itu.
Kotaro pamannya itu hanya dapat mengernyitkan dahinya. Ketika ia hendak menjawab.
Tiba-tiba tuan rumah itu mendahului, "Tunggu sebentar." Ucapnya sambil tangannya mengambil ponsel dari saku celananya.
Orang itu terlihat berbincang-bincang sesaat di pesawat teleponnya. Tak berapa lama kemudian tampak tuan rumah itu kembali menutup ponselnya.
Ia terlihat menarik nafas perlahan. Lalu ucapnya, "Silakan masuk."
Mendengar itu terlihat semua orang yang berada di situ terlihat lega. Terutama sekali Sinto, Bu Evelin dan Jaya.
Dengan sangat gembira Sinto langsung menarik tangan Bu Evelin masuk ke dalam rumah. Dan segera membawanya ke atas ke dalam kamarnya.
Sebelum melangkah naik ke atas tangga, "Sinto. Jangan lupa kakakmu ini di ajak juga ya." Seru mama angkatnya.
Mendengar itu Pak Bramana menarik lengan putri keduanya sambil berbisik, "Apa pun yang terjadi di atas. Kamu harus memberitahukan semuanya kepada papamu ini."
Mendengar perkataan papanya, Tina tampak terkejut. Ia menjadi sedikit ragu.
Sedangkan dari kejauhan Sinto dapat melihat gerak bibir papa angkatnya itu, sehingga ia tahu apa yang sedang di bisikkan ke telinga Tina.
Ia pun segera menarik tangan Bu Evelin untuk segera ke kamarnya.
Begitu masuk ke dalam kamar anak itu, "Sepertinya dia masih belum percaya dengan kita." Ucap Sinto kepada wali kelasnya.
Tak berapa lama, terdengar suara Tina, "Sinto, aku sudah bisa ikutan belajar belum ya."
Sinto segera membuka pintu, "Memangnya Kak Tina mau ikut lomba apa nanti?"
"Fisika. Memangnya gurumu itu bisa membantu aku juga?"
Bu Evelin segera menampakkan wajahnya di belakang punggung Sinto sambil berkata, "Tenang saja. Walaupun saya tidak begitu mengerti. Saya akan bantu kamu sebisa mungkin."
"Oh iya, kenalkan. Ini Bu Evelin. Dan ini kakak angkat saya Tina."
"Halo Tina." Kata Bu Evelin sambil mengulurkan tangannya.
Tina pun membalasnya. Lalu katanya lagi, "Jadi, mungkin besok saja kita mulai belajarnya ya."
"Terserah kamu. Kalau kamu sudah siap sekarang, kita bisa siap sekarang kok. Bukan begitu, Sinto." Kata Bu Evelin lagi.
"Ah. Sebaiknya besok saja." Kata Tina sambil membalikkan tubuhnya dan berlalu dari situ.
"Tuan muda." Ucap Bu Evelin perlahan.
Tina yang sudah turun beberapa anak tangga kembali lagi naik. Dan bertanya, "Tadi, Ibu bicara apa ya?"
"Ah. Tidak bicara apa-apa kok." Ucap Sinto bergegas menutup pintu.
"Aneh." Setelah berkata demikian Tina bergegas turun kembali.
Tetapi dengan cepat Sinto menutup mulut gurunya itu sambil berbisik, "Di sini kamu tetap guruku, jangan sebut dengan nama tuan muda lagi ya."
Bu Evelin terkejut dengan tindakan Sinto yang tiba-tiba itu, lalu ia pun mengangguk pelan.