Jam telah menunjukkan pukul 7 pagi saat akhirnya aku berdiri di depan gerbang rumah sakit. Sebuah tas punggung berwarna hitam tergantung erat di punggungku. Untung saja aku gk kesiangan.
Sedikit bergegas, aku langsung memasuki rumah sakit dan menuju lantai 4. Setelah melewati lorong-lorong yang panjang dan menjawab pertanyaan petugas yang kutemui, akhirnya aku sampai di kamar khusus, yang terletak di ujung lorong ini. Sedikit bergetar, kudorong pintunya dan terlihat lah pemandangan yang menjadi mimpi burukku tapi selalu kulihat setiap hari.
Seorang pria yang terbaring di tempat tidur dengan berbagai selang medis menancap di tubuhnya. Ada selang infus, vitamin, oksigen, urin dan lainnya. Dadanya naik turun dengan sangat pelan nyaris tak terlihat. Tubuhnya sangat kurus walau selalu diberi asupan infus. Tentu saja, mana bisa infus menggantikan makanan sehari hari selama 3 tahun? Wajahnya pucat tapi memiliki ekspresi damai dan agak bercahaya. Mulut dan matanya tertutup rapat,tak bergerak sedikitpun.
"Hai Kak. Adikmu tercintamu ini datang lagi lho hari ini. Kok masih belum bangun?"
Aku berusaha membuat suara seceria mungkin. Tapi....anak kecil pun akan tahu betapa hampa dan bergetarnya suaraku.
Aku duduk ke kursi di sebelah tempat tidur, mataku masih menatap kakakku, berharap munculnya keajaiban, walau ku tahu itu tak mungkin.
Ah iya, aku belum sarapan. Aku berniat mengambil bekal di tas, tapi....tapi kenapa tanganku memberontak lagi? Bukannya meraih tas, tanganku malah menggenggam tangan pria yang tengah terbaring itu kuat kuat.
"K...Kaaak.,..Tolong....Buka mat...buka matamu sebentar saja. Aku....Aku tak mampu berpisah denganmu..tolong...tolong sebentar saja kau tunjukkan lagi se...senyumanmu padaku...aku rindu masa itu...tolong...sebentar saja...."
Mataku terasa panas, seluruh badanku gemetar hebat dan terasa dingin, bendungan di mataku seakan runtuh,menumpahkan semua airnya.
Kenapa? Kenapa aku semenyedihkan ini? Sudah 3 tahun kakakku koma, dan aku setiap hari datang kesini, selalu meratap dan memohon padanya untuk bangun. Setiap hari selama 3 tahun aku mengunjunginya, tapi...tapi tubuhku benar benar tak bisa beradaptasi. Aku selalu duduk di sampingnya dari pagi hingga sore, hanya untuk berbicara dengannya...memohon dan meratap padanya...membicarakan betapa menyebalkannya orang-orang padanya walau ku tahu dia tak bisa mendengar dan menjawabku.
Otakku mulai memutar lagi kenangan 3 tahun lalu, kenangan hari terburuk dalam hidupku.
________________________________
"Hei Kak, kau harus lebih berekspresi saat main,kau tahu. Hanya kau yang terlihat seperti mayat hidup"
"Itu kan kakak sedang serius"
"Tapi kakak terlihat lebih pucat di atas panggung"
"Yang penting menang. Hebat kan tadi? Kakak berhasil mendapatkan MVP 3 kali berturut-turut"
"Halah cuma nembak nembak doang"
"Bocah gk ngerti diem aja ya"
"Huh, tapi kenapa saat memegang piala, Kakak berubah jadi paling ceria?"
"Iya dong, kan dapet duit. Kau mau dibelikan apa?"
"Itu kan uangmu,Kak. Kakak aja yang pakai"
"Kakak kan ingin memanjakan adik kecil kakak sekali kali"
"Huh...Kakak selalu memanjakan ku. Aku kan sudah besar, 2 bulan lagi mau lu...aaah sakit!
Kenapa cubit cubit pipi sih kak?"
"Hehe,kamu gemoy sih. Eh mampir ke toko seberang dulu yuk. Bahan makanan udah habis"
"Oke, aku mau buat sup ayam hari ini!"
"Kamu tahu kan kalau kamu sudah dilarang masuk dapur? Untung aja tetangga teriak waktu itu"
"Aaaaaah...itu kan dulu. Sekarang aku udah pintar masak kok"
"Gak! Kakak aja yang masak"
"Aaaaaah...ayolah kak. Akan ku buktikan keahlianku. Kakak akan menikmati makanan spesial kemenangan hari ini"
"...Kalau ada yang gosong, bersiaplah untuk melihat pintu dapur digembok setiap hari"
"Siap bos. Akan kubuktikan keahlianku!"
"...Tapi, kamu tahu res...." Senyum di pria itu menghilang. "INDAAH!...AWAAS!!!!"
TIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIN!!!!
BRUUUUUUUUUUAAAAAK!!!!!!!!!!!!!!!!!
"KAKAAAAAAAAAK!!!!!!!!!!!"
_____________________________________________
"Bagaimana dok luka kakak saya? Dia akan selamat kan? Ya kan?"
"Maaf Mbak. Tubuhnya memang tak terluka parah dan jantungnya masih berdetak, tapi hampir semua sel di otaknya mati. Truk itu benar benar menabrak kepalanya"
"Tapi dia akan sehat lagi kan?"
"Kakakmu mengalami gegar otak yang parah dan koma sekarang. Saya tak mengatakan ini mustahil, tapi kemungkinan dia bangun sangat kecil"
"Tapi masih ada kemungkinan kan?"
"Semua yang mengalami ini sebelumnya tak ada yang berhasil bangun lagi"
"Kakakku berbeda!"
"Yah....kita tak bisa egois. Membuatnya bertahan hanya akan menyiksanya. Yang bisa kita lakukan hanya merelak...."
BRAAAAAAK!
Tanganku menampar meja dan mencengkeram kerah mantel dokter itu, "Jangan sekali kali kau lepas alat itu dari Kakakku atau aku akan menuntut mu!"
"Semua pengadilan akan setuju sama yang saya lakukan. Tak ada yang bisa dilakukan. Kau tak bisa membuatnya terus hidup untuk tersiksa"
"Tap....tapi....tapi hanya dia keluargaku...tolong buat dia bertahan...aku akan menyerahkan apapun... apapun..."
"..... Haaaaaaaah....baik, saya mengerti perasaanmu. Saya akan memindahkannya ke ruang khusus, memasangkan berbagai alat penopang kehidupan padanya dan menggantinya tiap hari. Sisanya kita hanya bisa menunggu keajaiban. Apakah anda setuju?"
"Iya...apapun untuk membuatnya kembali."
"Baiklah"
__________________________
Ku sekarang hanya bisa terpaku memandangi wajah kakak yang terbaring lemah. Rambutnya yang hitam lebat berpadu dengan kulitnya yang berwarna sawo matang. Sangat kontras dengan diriku yang memiliki rambut lurus sebahu berwarna pirang dan kulit putih pucat.
Aku sudah tahu aku bukan adik kandungnya.
Walau dia tak pernah mengatakannya, aku tahu itu karena kami terlihat sangat berbeda. Pikiranku itu diperkuat saat salah satu tim E-sport nya memanggilku, "Jangan ganggu kau, dasar anak pung-" dan dia berhenti karena menerima bogem mentah dari kakak.
Walau kakak bilang kalau temannya hanya bercanda dan jangan dipikirkan, Aku tahu itu benar, tapi tak ambil pusing. Toh kami bahkan lebih dekat dari saudara kandung.
Sejak kecil, aku dibesarkan dan diasuh sama kakak. Dia sangat hebat, mampu membesarkan anak nakal sepertiku sendiri. Memasak, mencuci, membersihkan rumah, bahkan mengantarku ke sekolah dan membantuku mengerjakan PR.
Dia adalah orang tua bagiku.
Orang tua asli? Aku tak pernah bertanya soal itu. Toh kalau mereka masih hidup,mereka pasti tidak peduli.
Dia juga anggota e-sport yang cukup terkenal. Dia cukup jago bermain, sering memenangkan turnamen dan mendapatkan penghasilan yang lumayan.
Kecelakaan naas itu juga terjadi saat dia pulang bersamaku setelah memenangkan sebuah turnamen. Tapi,setelah dia koma, semua kontrak diputus sepihak. Bahkan, tak ada satupun teman atau manajer yang datang menjenguknya. Mereka juga sama sekali tak meyinggung hal ini pada media. Uuuugh....aku pasti akan membalas mereka, tapi sepertinya itu tak diperlukan, karena sudah lama mereka dikabarkan bangkrut dan tak pernah lagi ikut turnamen. Tapi, tetap saja....
"Kak....Lihat aku bawa apa hari ini" Tanganku memegang dan membuka kotak bekal. "Tadaaaaa....aku membuat pempek, makanan kesukaanmu. Lihat,aku sudah dewasa lho...
Makanan buatan ku tak kalah enak dari buatanmu. Kau bangga kan kak?"
Dan hening....hingga tiba tiba terdengar ketukan di pintu dan perlahan terbuka
"Permisi Mbak, sudah hampir Maghrib. Rumah sakit sebentar lagi tutup" Seorang dokter dengan senyum ramah dan sedih berdiri di depan pintu.
"Apa saya masih tidak boleh menginap, Dok? Sehari saja..."
"Maaf Mbak, tapi kami juga harus mengganti sprei dan kabel urin, serta memperbarui infus dan oksigennya. Anda selalu bisa berkunjung lagi besok. Jangan khawatir, kalau terjadi sesuatu saya akan langsung menghubungi anda."
"Baik. Tolong jaga dan rawat kakak dengan baik, Dok. Kupercayakan dia padamu."
"Anda bisa mempercayai saya."
"Ya...Kak... Indah pulang dulu ya. Tapi,tenang saja. Indah pasti akan kembali besok sambil membawa makanan untuk kita makan bersama, jadi.....tolong bangun besok ya Kak.."
Dengan lesu, aku berjalan keluar dari rumah sakit untuk pulang ke rumah.
Matahari telah terbenam saat aku sampai di depan pagar rumah. Dengan perlahan, kubuka pintu sambil mengelap pipiku yang masih terasa basah.