Kondisi kantor itu telah sepi dan gelap. Dalam sebuah ruangan di lantai paling atas, terdapat lima orang pegawai yang masih belum pulang. Dua orang wanita dan juga tiga orang pria berpakaian hitam putih. Kelimanya sedang berkumpul di meja sekretaris menghadap layar komputer.
Mereka nampak sibuk mengetikan sesuatu, ada yang mendekte isi surat dan juga ada yang mengirimkan berupa file ke komputer itu. Kelimanya nampak kompak bersamaan membuat pesan elektronik itu.
Kira-kira begini isinya..
From : davies_nora77@sandmail.com
To : nadiadia@sandmail.com
Subject Email : A Little Help, Please.
Dear, Miss Nadiadia.
Bersama dengan email ini, saya memberitahukan bahwa kami selaku keluarga sedang membutuhkan bantuan anda. Saudara lelaki kami, Mr. Dylan Hudson, rutin meminum obat penenang dan saat ini sedang dalam gejala putus obat. Sementara istri Mr. Dylan sedang asyik berpesta bersama selingkuhannya di Hawaii.
Untuk itu saya mohon bantuan dengan menggunakan jasa anda, agar bisa menyadarkan Mr. Dylan yang telah diambang depresi dan fokus bekerja untuk kelangsungan perusahaan. Kami sertakan lampiran keberadaan istri saudara kami saat ini.
Kami tunggu email balasan dari anda. Terima kasih.
Regards,
Nora Davies
*
Salah satu dari mereka terlihat ragu untuk mengirimkan email itu, namun ada juga yang kesal karena sikap mereka yang selalu terlalu menye-menye. Salah seorang pria menekan tombol enter pada keyboard, seketika terkirimlah email itu. Keempatnya berteriak bersamaan.
Kini kelimanya tinggal menunggu jawaban dari orang yang mereka maksud. Kelimanya duduk di kursi menatap pintu ruang kerja yang bertuliskan 'President Room.' Diliriknya jam dinding yang telah menunjukan pukul delapan malam dan sepertinya bos mereka akan pulang malam lagi.
*
From : nadiadia@sandmail.com
To : davies_nora77@sandmail.com
Subject Email : A Little Help, Please.
Dear, Mrs. Nora Davies.
Anda akan mendapati saya telah berada di Hawaii esok hari.
Terima kasih atas pemberitahuan dan informasi anda.
*
Seorang wanita yang sedang menghadap komputernya seketika terkejut saat email yang di kirimkannya dua jam lalu telah dibalas. Beberapa teman yang ada di kantornya seketika bersorak dan saling berpelukan. Terlihat dari ekspresi wajah mereka, nampaknya mereka sangat mendambakan balasan email itu.
"Berhasil! Dia membalas emailku!" teriak salah seorang wanita berambut cokelat.
"Akhirnyaa... sekarang biarkan nona itu yang mengurusnya. Kita fokus kepada kesehatan tuan Dylan saja." Kata yang lain.
Ada yang mengusap wajahnya karena sangking bersyukurnya, "dengan begini, tuan Dylan akan sadar dari rasa bucinnya."
*
Bandar Udara Internasional Honolulu, Hawaii.
Nadia Hudson baru saja tiba dan berhenti menunggu taksi lewat. Dilepasnya kacamata hitam itu, kemudian melirik ke langit musim panas Hawaii. Dia tersenyum, setelah akhirnya berkutat dengan banyak tugas kuliah dan pekerjaan gelapnya, Nadia akhirnya bisa berlibur ke pantai. Yaah.. meskipun dalam konteksnya dia masih harus bekerja juga.
Jemari lentik yang sarat akan nail art cantik itu merogoh tas kecilnya. Setelah mendapatkan ponselnya, dia kemudian menyalakannya. Mata ungunya menyipit saat melihat nama kakaknya terpampang jelas pada notifikasi ponselnya.
12 panggilan tak terjawab dan 5 pesan belum dibaca, itu semua berasal dari satu nomor, Dylan, sang kakak.
Tak lama kemudian, sebuah notifikasi telepon muncul pada layar ponselnya. Wajah tampan sang kakak tergambar penuh selayar. Nadia kemudian mengangkatnya.
"Halo, kak. Maaf ponselku mati, aku sedang berada di kelas tadi." Jawabnya dengan melanjutkan perjalanannya.
Terdengar suara helaan nafas dari seberang sana, "hah? Kupikir saat ini sedang malam hari di sana, mengingat perbedaan waktu kita 14 jam." sahut sang kakak dari seberang sana.
Nadia melirik jam tangannya, dia kemudian memutar matanya, jelas yang ditanyakan kakaknya adalah jam ketika dia sedang ada di Jepang. Dia kemudian mengambil jam tangannya yang satu lagi, yang benar-benar menunjukan waktu di kampusnya.
"Yah, aku sedang mengikuti jadwal malam, kak." Sahut Nadia santai. "Terkadang aku ingin belajar bersama dengan orang-orang pintar di malam hari."
"Baiklah, aku hanya ingin memastikan keadaanmu saja. Apa uang sakumu cukup sampai akhir bulan nanti?" tanya sang kakak.
"Cukup kok. Kau bahkan memberiku lebih untuk liburan musim panas nanti." Jawab Nadia dengan melambaikan tangannya ke arah taksi yang ditemuinya di jalan.
"Nadia, aku harap kau belajar bersungguh-sungguh di sana, maafkan aku yang tidak bisa mengunjungimu. Kukirimkan uang sakumu lagi nanti." Kata Dylan membuat sang adik mengerutkan keningnya. Kebiasaan seorang kakak yang sangat menyayanginya, bahkan uangpun tidak ada artinya selain kebahagiaan Nadia. Itulah mengapa kakaknya sering ditipu dengan wanita macam istrinya.
Nadia mengangguk, "tak mengapa kak, jika ada apa-apa aku akan menghubungimu nanti."
"Baiklah, belajarlah yang rajin. Jika kau lelah segera pulang sebelum larut malam." Jawab Dylan. "Bye."
"Bye."
Klik.
Sambungan telepon mereka terputus bersamaan dengan datanganya taksi. Sopir taksi itu kemudian membantu Nadia untuk memasukan kopernya di bagasi. Setelah itu dia masuk ke kursi penumpang belakang. Taksi melaju meninggalkan bandara, fokus Nadia berada di sebuah kertas yang dia tulis sendiri. Kertas yang berisikan alamat itu kemudian dia berikan kepada sopir taksi.
"Tolong, antarkan aku ke tempat itu." Kata Nadia.
"Baiklah, nona." Jawab sang sopir.
Taksi itu membawa Nadia melewati jalanan yang tidak cukup ramai. Di sana dia bisa melihat banyak orang berjalan menggunakan pakaian musim panas terbaik mereka. Nadia tersenyum melihatnya, membayangkan bagaimana dia bisa membeli salah satu dari pakaian yang dipakai orang-orang itu.
Kemudian, ponselnya berbunyi kembali. Notifikasi dari Nora Davies muncul di layar ponselnya. Di sana dia mendapatkan kode booking hotel, bukti transfer uang, serta beberapa tiket yang diduga kunjungan istri kakaknya esok hari.
Taksi itu membawanya melewati gedung-gedung tinggi seperti hotel dan mall, dalam hatinya dia merasa gedung yang sangat tinggi itu merupakan perusahaan yang dimiliki oleh orang kaya seperti kakaknya. Sepanjang jalan dia bisa melihat pohon khas daerah tropis. Setelah melalui jalan yang panjang, taksi itu masuk ke sebuah halaman resort mewah.
Nadia kemudian turun dari taksi dan langsung masuk ke dalam lobi. Dia berjalan lurus menuju ke resepsionis cantik, memberikan kode booking kepada mereka untuk ditukarkan dengan kunci kamar.
Setelah tiba di kamarnya, Nadia kemudian menutup pintu kamarnya, membuka kopernya dan mengeluarkan laptop serta sebuah amplop berwarna cokelat. Di sana dia mulai membaca seluruh kasus perselingkuhan kakak iparnya.
Nama gadisnya Lucy Hamish, seorang wanita cantik yang memiliki empat ribu followers pada akun 'photosgram'. Pertama kali bertemu dengan sang kakak adalah ketika Lucy menjadi pegawai magang di kantor cabang perusahaan yang baru. Di sanalah mereka saling jatuh cinta.
Menurut pengakuan pertamanya, Lucy tidak benar-benar bermain sosial media. Dia hanya mengandalkan aplikasi chatting pribadi untuk bisa bersosialisai dengan orang. Dylan, kakak Nadia yang super bucin, memberikan seluruh uang untuk Lucy yang waktu itu sedang kesulitan membayar kuliahnya.
Awalnya, Nadia tidak begitu mempedulikan kisah cinta Dylan. Dia tidak merasa harus ikut campur dengan urusan pribadi. Namun, saat mendengar bahwa Lucy tidak memiliki akun sosial media, Nadia benar-benar terkejut.
Tidak mungkin ada gadis cantik dan bermain fashion macam Lucy tidak bermain sosial media. Rasa kesalnya meledak saat Dylan memberikan kartu debitnya kepada sang kekasih. Bahkan kakaknya yang super bucin itu telah berani membelikan satu unit mobil Aston Martin untuk wanita jalang itu. Yang notabenenya adalah pacar! Status mereka bukanlah suami istri waktu itu!
Nadia hendak menyadarkan posisi kakaknya, tapi kecurigaannya tidak benar-benar memiliki bukti. Saat dia hendak mencari bukti-bukti keanehan Lucy, dia malah diterima di sebuah kampus ternama di Tokyo, Jepang. Akhirnya dia mengurungkan niatnya.
Satu tahun kemudian, kakaknya memutuskan untuk menikahi Lucy. Nadia yang saat itu sudah setengah melupakan rasa curiganya, akhirnya menerima keberadaan sang kakak ipar. Dilihat-lihat juga Lucy tidak begitu dikenal oleh teman-teman sepermainan Nadia dulu.
Pernikahan mereka berjalan mulus selama dua tahun ini. Dylan juga tidak pernah mengeluh dengan sikap istrinya. Bahkan cenderung menceritakan hal-hal romantis mereka berdua. Yang tentu saja hal itu tidak akan membuat Nadia – adik jomblo Dylan – iri. Nadia terlalu bebas dan kaya untuk bisa menaruh hati pada seorang pria manapun.
Kemudian, saat dia sedang asyik membuat skripsinya, sebuah email dari sekretaris kakaknya masuk. Mengatakan bahwa kondisi kakak tirinya tidak sedang baik-baik saja, sementara perusahaan keluarga mereka hampir collaps, sedangkan sang istri malah tidak ada disamping suaminya.
Perasaan Nadia berubah semakin tidak enak saat melihat lampiran email yang diterimanya. Benar sekali! Lucy Hamish memiliki akun photosgram. Di sana dia memajang seluruh foto-foto flaxing dengan menggunakan kekayaan keluarganya. Berfoto sok keren di depan rumah mereka. Dan yang lebih menyebalkan lagi, Lucy terlihat menggunakan pakaian musim panas dengan yang dibelikan Dylan beberapa hari yang lalu.
Sekarang tugasnya adalah mencari bukti-bukti yang kuat kalau Lucy sedang memperalat Dylan. Untuk itu, karyawan Dylan sampai meminta bantuan kepadanya.
"Aku melakukan hal ini untukmu, Dylan. Sampai kau masih dibutakan oleh cinta, aku akan membuatmu buta sungguhan." Geram Nadia dengan meremas foto-foto Lucy sedang mencium banyak pria di sebuah cafe.
Nadia mengambil cangkir tehnya dengan membaca sebuah jadwal yang dibuatkan khusus oleh sekretaris Dylan. Itu adalah jadwal yang sekiranya Lucy akan lakukan esok hari. Malam ini dia mendapatkan pemberitahuan jika sang kakak ipar sedang berada di sebuah cafe tak jauh dari hotelnya.
Nadia menyinggungkan senyumannya, dia ingin melihat sosok sang kakak iparnya. Terakhir kali dia melihatnya adalah sekitar dua tahun yang lalu, tepat di hari pernikahan mereka.
Wanita berambut merah itu kemudian mengambil sebuah dress pendek dengan aksen bunga-bunga berwarna merah. Setelah memakainya, dia menggulung rambutnya ke atas dan muali berjalan meninggalkan resort.
*
Setibanya di sana, Nadia mulai melepas kacamatanya. Mengamati nama cafe tersebut selama beberapa detik, lalu dia mengecek ponselnya, terutama di sebuah aplikasi yang melacak keberadaan Lucy. Nadia lalu masuk ke dalam cafe tersebut.
Di sana dia melihat target buruannya sedang asyik berpesta dengan teman-temannya. Tak hanya itu, Lucy terlihat sangat akrab dengan salah satu teman laki-laki berkulit gelapnya. Nadia duduk di pinggir meja bar sembari terus memperhatikan gerak gerik kakak iparnya. Sesekali dia mengambil foto dan mengirimkannya ke sekretaris Dylan.
"Wanita jalang, ketika kakakku sedang sakit di rumah, kau malah asyik mencumbu pria lain." Gumam Nadia dengan meremas gelas cocktail.
Lucy terlihat menggunakan kamera intax yang mirip dengan yang Dylan belikan kepadanya beberapa bulan yang lalu. Kamera itu digunakan untuk memotret dia dan teman prianya. Tak hanya itu, Lucy bersikap loyal dengan teman-teman lainnya.
Tak tahan melihat tingkah laku kakak iparnya, Nadia memilih untuk pergi dari cafe itu.
Sementara itu, sebuah mobil mewah berwarna hitam sedang terparkir jauh dari cafe. Di dalam mobil terdapat dua orang pria yang sedang mengamati Nadia dari kejauhan. Salah seorang yang duduk di kursi pengemudi menoleh ke arah pria yang duduk di kursi penumpang di belakang.
"Kemana kita akan pergi, tuan?" tanyanya.
Pria yang duduk di kursi belakang itu merapikan dasinya sebelum akhirnya mengatakan. "Pulang."
-Bersambung ke Chapter 02-