Nadia terlihat mendorong tubuh seorang pria berkulit cokelat tua hingga menghantam dinding. Tubuh pria itu seketika jatuh terduduk sembari kesakitan. Namun, tidak cukup sampai disitu, wanita bermata ungu itu menekan pundak si pria dengan kakinya. Sialnya, ujung hal sepatu heels yang dikenakan oleh Nadia cukup menyakitkan.
"Nama."
Pria itu terlihat kesakitan, "O-Ozzie." Jawabnya.
"Apa hubunganmu dengan Lucy Hudson?" tanya Nadia. Mata ungunya terlihat mengkilat saat menanyakan hal itu kepada pria bernama Ozzie ini.
"Siapa itu Lucy Hudson?! Aku tidak mengenalnya!" kata Ozzie sembari memegang pergelangan kaki Nadia.
"Baiklah, bagaimana dengan Lucy Hamish?" Nadia menekan kakinya lebih dalam ke bagian tulang pria itu.
Ozzie berteriak karena kesakitan. Setelah berpesta dengan seorang wanita cantik kaya raya, ia kira hari ini dia akan bisa melakukan one night stand dengan wanita itu. Ya, siapa yang tidak terkesima dengan rambut indah bagai lidah api milik Nadia. Mata ungunya bahkan terlihat sangat sempurna dan mampu menggugah gairahnya. Tapi, siapa sangka jika Nadia seberingas ini.
"Lucy Hamish? Seorang seleb photosgram?" tanya Ozzie ulang.
"Ya."
"K-kami cuman sekali bertemu! Lucy berasal dari keluarga kaya raya dan membayar semua tagihan minuman kami! Hanya itu saja!" isak Ozzie kesakitan.
Nadia diam mendengarkan.
"Sungguh aku hanya mengenalnya sebagai teman minum!" kata Ozzie lagi mencoba meyakinkan Nadia.
Mata ungu Nadia masih tidak terlihat puas. Wanita itu kemudian berjongkok dan menatap mata Ozzie dalam-dalam.
"Apa kau tidur dengannya juga?" tanyanya.
Ozzie terlihat ketakutan, pria itu menelan ludahnya dan menjawab, "i-iya."
Nadia menghela nafasnya.
"Aku dirayu olehnya! Dia memberiku uang setelah tidur dengannya! Lagipula bukan aku saja yang tidur dengannya!" kata Ozzie lagi.
Nadia mengangkat satu alisnya. "Lanjutkan."
"Kami melakukan threesome." Lanjut Ozzie. "Aku rasa Lucy Hamish adalah seorang hypersex. Terakhir kali yang aku ketahui, wanita itu berada di tempat pelacuran. Dia akan menyewa dua orang pelacur lagi untuk memuaskan nafsu seksualnya."
Nadia diam mendengarkan.
Ozzie lalu kembali menambahkan, "setelah itu aku tidak mengetahui keberadaannya lagi."
Nadia mengangguk mengerti.
"Kalau begitu, apa kau tahu Lucy memiliki seorang suami?" tanya Nadia lagi.
Ozzie menggelengkan kepalanya, "aku tidak tahu. Aku sedang bekerja saat bertemu dengannya. Kalau kau berpikir seorang gigolo akan mengusik informasi pribadi kliennya, itu berarti kau salah. Kami hanya membutuhkan uang dengan memuaskan klien kami."
Nadia mengusap wajahnya dengan kedua tangan. Dia hampir lupa kalau Ozzie ini adalah salah seorang gigolo yang disebutkan dalam laporan yang diterimanya pagi ini. Apa yang diucapkan oleh Ozzie ada benarnya, pria ini tidak tahu menahu dengan latar belakang Lucy.
Rambut merahnya bergoyang saat wanita itu kembali berdiri dan berjalan ke arah meja kecil yang ada di sebelahnya. Nadia mengambil ponselnya dan menekan sebuah aplikasi yang menunjukan gambar peta.
"Di mana kira-kira aku bisa menemuinya? Tunjukan tempatnya." Kata Nadia sembari menyodorkan ponselnya ke arah Ozzie.
Ozzie menerima ponsel itu, "ada banyak tempat pelacuran di sini. Kalau kau butuh gigolo, aku siap untuk memuaskanmu-"
"Tandai saja ke mana dia akan pergi." Sahut Nadia cepat sembari menyilangkan kedua tangannya di dada.
Ozzie mengangguk, "hanya ada lima tempat gigolo di sini. Kemungkinan Lucy Hamish akan mengunjungi ini dan ini." Ucapnya sembari memberikan tanda silang kepada icon gedung yang ada di peta itu.
Nadia kemudian mengambil kembali ponselnya, lalu mengamati tempat yang ditandai oleh Ozzie. Ia menarik sebuah bangku kecil dan duduk di depan Ozzie. Matanya terlihat fokus mengetikan sesuatu di ponselnya.
Wanita itu kemudian mengibaskan rambut panjangnya dan kembali menyodorkan ponselnya kepada Ozzie.
Pria itu menerima ponsel Nadia lagi. Ia melihat saat ini layar ponsel itu sedang membuka aplikasi perbankan yang asing baginya. Ozzie melirik Nadia beberapa detik, lalu dan terdiam selama beberapa saat. Dia tidak mengerti dengan maksud wanita bermata ungu itu. Mengapa wanita itu memberitahu bank apa yang sedang digunakannya?
"Inputkan saja berapa jumlah tarifmu dalam dua malam, Ozzie. Setelah itu tekan tombol transfer." Lanjut Nadia dengan nada yang sangat dingin.
Ozzie mengangguk dan mengetikan sejumlah angka sebelum akhirnya menekan tombol transfer. Matanya terbelalak saat ada notifikasi bahwa angka yang dia masukan telah berhasil masuk ke rekeningnya. Pria itu kemudian mengecek di ponselnya. Matanya semakin terbelalak lebar akibat tidak percaya.
Nadia menyahut ponselnya lagi, membuat Ozzie kembali berada ke posisinya.
"Kau akan bekerjasama denganku besok malam." Kata Nadia.
"Hah? Aku tidak bisa, besok aku harus bekerja." Tolak Ozzie.
Nadia melirik tajam ke arah Ozzie lagi, "tentu saja kau akan bekerja di clubmu besok. Suruh beberapa teman-temanmu untuk merayu Lucy saat dia datang ke tempatmu. Aku ingin kau membuat wanita itu betah di clubmu sampai waktu yang ditentukan."
Seperti sebuah komik, aura yang dikeluarkan oleh Nadia terlihat sangat hitam dan menakutkan. Mata ungunya terlihat bercahaya penuh dengan amarah dan intimidasi. Ozzie merasakan keringat dingin mengucur di keningnya.
"Oke, oke aku mengerti maksudmu." Ucap Ozzie sembari mengangguk cepat.
Nadia kemudian berdiri dari kursinya, "lalu, pastikan Lucy jujur kepada teman-temanmu."
"B-baik." Jawab Ozzie terbata.
*
Esok malamnya.
Nadia terlihat datang dengan pakaian terbaiknya. Rambutnya sengaja ia kuncir rapi bagai ekor kuda. Seluruh mata lelaki tertuju padanya. Bahkan salah satu bartender terlihat terpaku begitu mendapatkan tatapan indah nan lembut dari mata ungu itu.
Wanita cantik itu kemudian duduk di kursi dan memesan satu gelas cocktail. Dengan kharismanya, Nadia meminta bartender itu membuatkannya minuman yang cocok untuknya malam ini. Bartender yang tengah tersihir itu kemudian menurutinya.
Sembari menunggu minumannya, Nadia kembali mengecek ponselnya. Dilihatnya pesan yang dikirimkan oleh Ozzie.
Dari : Ozziegig : Target telah berada di parkiran mobil.
Jemari cantik itu menari indah pada layar ponsel layar sentuh itu, Nadia mengetikan pesan singkat untuk membalas pesan Ozzie.
Untuk : Ozziegig : Bagus. Kutunggu eksekusinya.
Nadia kembali menekan icon kembali pada ponselnya dan mulai menikmati cocktail yang telah ditunggu-tunggunya.
*
Lucy Hamish, atau sebenarnya Hudson, masuk ke dalam club. Gaya pakaian musim panasnya terlampau modis. Ia terlihat mewarnai rambutnya dengan warna jingga dan pirang. Wanita itu merias wajahnya dengan cukup terampil, sangat tidak mencerminkan sesosok istri seorang pemilik perusahaan tas ternama, yang dikenal sangat anggun dan polos.
Lucy terlihat melambaikan tangannya saat menyadari beberapa temannya berada di club ini. Ia berlari kecil mendekati mereka, tanpa sadar ia melewati Nadia yang sedang duduk di kursi dekat meja bar.
Mata ungu Nadia mulai menganalisa barang-barang apa saja yang dipakai oleh Lucy. Tas kecil bermerk yang mirip dengan tasnya di rumah, kemudian sepatu sandal seharga membeli satu buah mobil, serta anting mahal dengan pernik ruby ungu.
"Bagaimana kabar kalian? Maaf aku terlambat." Kata Lucy lagi sembari duduk di kursi sebelah teman-temannya.
"Kami bahagia seperti yang kau lihat hahaha." Jawab salah seorang temannya. "Mumpung ada pelayan di sini, kau pesan saja." lanjutnya sembari merogoh tas kecilnya.
Lucy lalu mengeluarkan sebuah kartu kredit dari dalam tasnya dan menyodorkannya kepada sang pelayan. Wanita itu tersenyum lembut dan berkata, "tolong siapkan minuman terbaik untuk teman-temanku di sini."
Di meja itu terdapat empat orang wanita muda, yang dikenal sebagai teman dekat Lucy di Hawaii. Mereka Jenny dan kembarannya Jessy, lalu Calista yang berambut hitam, serta Deborah yang memiliki kulit eksotis. Tentunya seluruh teman Lucy itu telah dibayar oleh Ozzie sebelumnya untuk memancing wanita rubah itu datang ke club ini.
Sementara Ozzie? Dia terlihat sedang menari erotis di panggung sebelah Lucy dan kawan-kawan. Ia memberikan kode kepada salah seorang teman lelakinya, yang juga seorang gigolo, untuk merekam dari jauh.
Tugas mereka adalah memancing Lucy untuk melakukan hal-hal yang menjadi kebiasaannya selama tidak bersama dengan Dylan. Wanita itu gemar meneraktir teman-temannya dengan uang suaminya.
"Minuman ini sepertinya mahal, apa tidak apa-apa kami meminumnya, Lucy?" tanya Deborah.
"Tidak apa-apa. Aku yang akan menraktir kalian malam ini." Jawab Lucy senang.
"Padahal aku sudah berniat untuk mengeluarkan kartu debitku tadi." Imbuh Calista sembari menggaruk pipinya yang tidak gatal. "Padahal aku yang mengundangmu dan berjanji untuk menraktirmu, Lucy."
Lucy mengibaskan rambut ombrenya, "sudahlah, nikmati saja minumannya. Aku masih memiliki banyak uang kok."
Keempat temannya tersenyum menanggapinya. Mereka kemudian bercanda dan berbincang bersama selama beberapa jam. Sementara Nadia masih duduk di kursinya sembari menikmati minumannya. Diliriknya arloji kecil yang ada di pergelangan tangannya, ia kemuidan melirik ke arah Ozzie.
Kemudian, Ozzie yang paham maksud Nadia langsung memberikan kode kepada temannya yang satu lagi, untuk datang ke arah meja Lucy dan kawan-kawan. Melihat orang suruhannya telah bekerja, Nadia kemudian mengeluarkan uang tunai dan meletakannya di bawah gelas minumnya, kemudian berjalan pergi.
Lucy telah meneguk beberapa minuman alkohol dengan jumlah yang banyak. Wanita itu mulai menyadari keberadaan gigolo tampan berambut hitam di sebelahnya. Pria itu terlihat sangat akrab dengan si kembar. Melihatnya saja membuatnya kesal.
Padahal malam ini, teman-temannya berjanji untuk menjadikannya ratu dan orang yang bersinar. Dia bahkan telah berbaik hati untuk menraktir mereka, tapi mengapa malah si kembar yang didatangi oleh pria tampan itu?
Lucy kemudian mengeluarkan sebuah kamera polaroid. Kamera vintage itu didapatkannya saat Dylan, suaminya, membelikan kamera yang sama untuk adik iparnya. Ia kemudian duduk di sofa sebelah si pria tampan itu.
"Bagaimana kalau kita berfoto bersama?" tawar Lucy kepada seluruh teman-temannya, meskipun dalam hatinya sebenarnya dia tawarkan kepada si lelaki, yang dia kenal sebagai Simon.
Seluruhnya setuju dengan tawaran Lucy dan mulai berpose, sementara si pemilik kamera mulai mengeluarkan kemampuan berfotonya. Setelah sekali memfoto kamera itu akan langsung mencetak fotonya. Mereka puas melihat hasilnya dan tertawa bersama kemudian mengulang hingga beberapa foto.
Beberapa menit kemudian, si kembar Jenny dan Jessy berpamitan untuk ke kamar kecil. Tipikal saudara kembar yang tidak bisa dipisahkan, sebenarnya Jessy yang ingin ke toilet, namun, sang kakak, Jenny, tidak bisa membiarkannya sendiri.
"Lucy, boleh kami meminjam kameramu?" izin Jenny.
Lucy mengernyit, untuk apa mereka membawa kamera ke tolilet?
"Jessy selalu lama di toilet, aku pasti merasa bosan. Aku ingin mengambil beberapa foto dengan kameramu, kalau boleh sih hehe. Kudengar toilet di sini sangat estetik." Lanjut Jenny memaparkan alasannya.
Lucu tersenyum, ia kemudian menyerahkan kamera polaroidnya, "pakai saja, nih."
"Oke, terima kasih. Kupinjam dulu ya." Kata Jenny berlari menyusul sang adik kembarnya.
Kini tinggalah Lucy dan Simon yang terlihat masih fresh. Sementara Calista tengah tertidur karena mabuk berat, lalu Deborah sedang menikmati minumannya sembari bergumam-gumam tidak jelas.
Detik berikutnya, DJ mengganti lagunya menjadi Body yang dinyanyikan oleh Rosenfeld. Lampu-lampu juga telah diganti dengan warna yang lebih redup, seperti warna merah muda dan biru.
Untuk beberapa saat Lucy dan Simon hanya terdiam dan berbincang biasa sembari menikmati minumannya. Namun beberapa menit kemudian, lagu Body itu mendukung suasana mereka berdua. Posisi mereka kini terlalu dekat, tanpa berpikir panjang mereka kemudian mulai berciuman.
Cekrek! Sssrt! Cekrek! Ssrt!
-Bersambung ke Chapter 03-