"Nora's Ekualen? apa ini hanya kebetulan, kenapa aku tidak asing dengan nama ini. Bukankah ini merupakan nama restoran langganan Bunda yang ada di Semarang sana."
Kejadian malam itu membuat Kapten Sean ingin menyelidiki tentang perempuan yang ia temukan beberapa hari yang lalu di perbatasan pulau Geoje.
Perempuan mengenaskan yang tersesat di perbatasan hutan dengan tubuh penuh luka. Perempuan malang, dia sejatinya begitu baik hanya ingin berlibur sejenak guna memenangkan diri. Tapi, justru takdir malah berkata lain. Nora mengalami kecelakaan pesawat yang membuat dirinya harus bertemu dengan Kapten Sean, orang-orang baru dan juga kehidupan baru.
Banyak sekali kesamaan-kesamaan antara Nora Saukilla dengan seseorang perempuan yang pernah ia jumpai kala di Indonesia beberapa tahun yang lalu. Meski saat itu Kapten Sean hanya menemuinya sekilas, tapi hingga hari ini ia terus berusaha mencarinya.
Itu merupakan setitik alasan yang membuat dirinya menjadi introver. Kapten Sean begitu tertutup dengan perempuan, namun dalam hati kecilnya ia sangat ingin berjumpa lagi dengan sosok perempuan itu.
Entah pada tahun berapa, yang pasti saat Kapten Sean sedang pulang ke Indonesia. Saat itu tepatnya adalah hari Minggu, Captain Sean sedang berolahraga namun di seberang sana terdapat seorang perempuan yang mengenakan celana jeans hitam.
Rajjut slim fit berwarna merah sebagai atasan, serta long blazer senada. Perempuan itu memiliki fashion style ala-ala perempuan Korea Selatan. Tak asing tentunya. Rambut yang berwarna merah jingga serta kacamata hitamnya. Mungkin sebab perempuan itu terburu-buru sehingga tak menyadari bahwa di depannya terdapat Kapten Sean.
Perempuan itu pun menabrak Kapten Sean yang tengah berjalan di trotoar jalan. Hari itu sekitar pukul tujuh lebih kosong satu waktu Indonesia bagian Barat. Kapten Sean yang hanya menggunakan kolor hitam serta kaos hitam pun terkejut sebab seorang perempuan menubruknya dari arah berlawanan.
Ia sedikit mengaduh, belum menyadari posisinya saat ini. Lantaran keduanya masih fokus pada diri sendiri.
Perempuan itu jatuh tepat di atas dada bidang Kapten Sean, kacamata yang terjatuh dan rambutnya tergerai berantakan ke depan. Namun tak lama kemudian, perempuan itu menyibak rambutnya ke belakang hingga wajah ayunya dapat diketahui oleh Kapten Sean. Ah, bak bidadari. Kapten saja sampai kebingungan, ia baru kali ini melihat seorang perempuan secantik Nora.
'Ya Tuhan, kenapa dadaku begitu berdebar. Astaga! Apa jadinya jika perempuan ini menyadarinya' batin Kapten Sean. Ia panik pasalnya saat ini posisi mereka menyatu.
"Tuan, maafkan saya. Saya tadi benar-benar buru-buru. Mohon maaf, apakah Anda terluka?" tanya Nora.
"Tidak, Nona. Lain kali berhati-hatilah."
"Baiklah, kalau begitu saya harus pergi dulu. See you next time."
"Netralitas dulu degup jantung Anda. Baru bisa lanjut olahraga. Oke, Tuan tampan!" Seru Nora Saukilla seraya berancang-ancang untuk segera pergi.
Bum ... bak tersengat oleh listrik ribuan wat. Bagaimana mungkin Kapten Sean berusaha untuk tenang. Tak bisa tentunya, ia malu.
Perempuan itu pun bergegas bangkit dan berlari meninggalkan Kapten Sean. Kapten Sean pun juga melakukan hal yang sama, kemudian ia menebah kedua tangannya yang kotor. Tetapi, saat ia hendak pergi Kapten Sean menemukan kan jejak yang tertinggal yakni aroma parfum dan satu lagi yang mengejutkan.
"Apa, perempuan tadi bilang perihal degup jantungku? Ck!"
Kapten Sean menyunggingkan senyum tipis, seperti ada jutaan semut yang sedang berjalan pada wajahnya. Usai itu, Kapten Sean pun gegas pulang, sebab dirasa hari sudah menginjak siang.
Setibanya di rumah, Kapten Sean menjadi objek penglihatan kedua orangtuanya.
"Sayang, jalan paginya jauh sekali ya?"
"Iya, Bun. Udaranya lagi enak. Sejuk sekali, ya ... mumpung Sean lagi di Indonesia kan."
"Kalau di Korea lebih dingin. Di sini, segar," sambungnya lagi.
"Sean, kamu betulan baru saja jalan pagi atau baru menemui kekasihmu?" selidik Bundanya. Kapten Sean pun terkejut tak mengerti dengan maksud semua itu. Bunda Maya terus menelisik sang anak dari ujung kaki hingga ujung rambut.
"Bunda ada-ada saja ya. Sean baru saja jalan pagi keliling komplek, hampir ke wilayah perkotaan juga, Bun. Memang kenapa?"
Bunda Kapten Sean pun mendekat, ia mulai mengendus aroma parfum perempuan yang menusuk indera penciumannya. Bukan kaleng-kaleng, tapi parfum mahalan ditaksir memiliki harga sekitar delapan digit angka.
"Kenapa, Bun?"
Kemudian Bunda Kapten Sean menelisik pipi kiri putranya, di sana terdapat bekas jejak bibir seorang perempuan berwarna merah tentunya. Kapten Sean pun curiga dengan tatapan mata tersebut.
"Bun, kenapa melihatku seperti itu?"
"Apakah ada yang aneh? Katakan, Bunda?"
"Kamu berbohong dengan Bunda, ya, sayang?"
Kapten Sean pun gegas bergeleng, "Tidak, Sean tadi benar-benar olahraga pagi."
"Baiklah kalau begitu tunggu di sini dulu. Bunda akan mengambil sesuatu."
Perempuan tua tersebut melenggang pergi meninggalkan putranya yang sedang diliputi tanya. Tak tahu apa yang terjadi dengan dirinya, yang ia sadari hanya aroma parfum perempuan tadi. Seperti saffron Amber Xheddar yang memiliki komposisi di antaranya adalah bunga Jasmine, coklat serta Amber Cheddar.
"Memangnya ada apa denganku, atau jangan-jangan Bunda saja yang aneh?"
"Abeoje, abeoje!" seru Kapten Sean saat melihat Ayahnya yang hendak berangkat ke kantor.
[Ayah, Ayah,]
"Geulae, adeul. Mwoya?"
[Iya, Nak. Ada apa?]
"Appa na mwonga isanghae?" tanya Kapten Sean mereka memang bahasa Korea bahasa kebangsaan ayahnya.
[Apa ada yang aneh pada diriku, Ayah?]
Namum Pak Tae Ri Dewangga justru malah bergeleng kepala seraya tersenyum sendiri. Captain Sean yang mendapati keanehan pada Ayahnya pun lekas mengernyitkan dahi sedikit merasa aneh.
"Aboeji! Wae us eo? isanghange issnayo?"
[Kenapa kau tertawa? Apakah ada yang aneh, Ayah?]
Kemudian Pak Tae Ri Dewangga pun menyahut sembari mengenakan sepatu kerjanya.
"Dangsin eun jeongmal, yeojawa salange ppajil geos ibnida."
[Kau memang sudah selayaknya jatuh cinta dengan perempuan, Sean]
Setelah berucap seperti itu Pak Tae Ri Dewangga pun berjalan menghampiri putranya yang sedang berdiri dengan mimik wajah penuh tanya. Pak Tae Ri Dewangga mulai mengatakan sesuatu dan itu membuat Kapten Sean semakin tidak tahu. Tapi ia yakin ini semua disebabkan karena aroma parfum perempuan tadi yang menabraknya di taman kota.
"Jang in eoleun eul mosigo, Sean." Kata Pak Tae Ri seraya menepuk pundak putranya. Kemudian Pak tua itu gegas menghilang di dalam mobil.
[Lekas bawakan Ayah menantu, Sean]
Tak lama kemudian, Bunda Kapten Sean pun tiba seraya tersenyum sambil membawa cermin yang berbentuk persegi panjang. Kemudian memberikan cermin itu kepada putranya yang sedang berdiri di halaman depan.
'Kenapa Bunda membawa cermin, apa terjadi sesuatu dengan wajahku'
"Sean, cobalah lihat wajahmu di sini."
"Apa ada sesuatu, Bunda?"