Chereads / Marriage with Soldier / Chapter 25 - 25. Insiden Merry dan David

Chapter 25 - 25. Insiden Merry dan David

"Merr, sepertinya kita tidak bisa langsung pulang ke Semarang. Ada baiknya kalau kita menginap dulu di sekitar bandara, karena hujan terus deras dan lihatlah ... angin seakan begitu renyah menyapu semesta."

"Ya sudah kalau memang seperti itu tak masalah."

"Lagipula aku juga capek sekali, Dev."

"Kita cari penginapan di dekat bandara saja ya, Merr," ajak David pada Merri. Pria itu tampak tengah menyeret koper, saat ini keduanya sudah berada di area bandara Internasional Soekarno Hatta.

Mereka sudah pulang dari pendakian Gunung Rinjani tepat tiba di bandara sekitar pukul sebelas tiga puluh malam waktu Indonesia bagian Barat. Awalnya David ingin memburu pekerjaan pagi-pagi benar dan Merry ada beberapa jadwal operasi.

Keduanya

Namum, cuaca yang tidak bisa diprediksi, berubah-rubah semaunya sendiri seperti malam ini misalnya. Hujan disertai badai angin kencang bahkan tadi di beberapa wilayah Jakarta terdapat pohon yang roboh serta rumah-rumah warga ambruk.

Hal itu pun memaksa untuk keduanya tetap tinggal di Tangerang sampai cuaca membaik dan bisa diajak untuk kompromi. Keselamatan memang lebih berarti daripada segalanya.

"Nih pakai jaketnya." Kata David seraya melepaskan jaket dan memberikannya pada Merri.

Malam itu Merri memang hanya mengenakan kaos spandek serta celana cutbray panjang. Tadi di Lombok, Nusa Tenggara Barat cuaca tidak seperti di Tangerang sehingga mereka pun mengenakan pakaian semaunya.

Perempuan itu pun menoleh kearah David seraya terus berjalan menuju Cafetaria terdekat.

"Terima kasih, Dev."

"Sama-sama"

"Oh, ya kita ke cafetarian hotel Swiss Belinn saja ya, Merr?"

"Boleh, di mana saja yang penting bisa makan malam. Ini aku sudah terlalu lapar sih, Dev."

"Siap, Tuan Putri. Kita akan berangkat ke sana."

David yang memiliki tinggi badan melebihi Merry, ia mengenakan celana dasar yang berada di atas mata kakinya, kemudian menyembunyikan kedua tangan tersebut ke dalam saku celana. Serta entah dengan sengaja atau apa, ia menyebut kata Tuan Putri pada perempuan di sampingnya.

Hal itu benar-benar membuat Merry terbang. Kemudian disadarkan dengan sebuah kenyataan. Tapi memang seharusnya Merry sadar karena Merry sudah memiliki pasangan jauh sebelum mengenal David.

Dipanggil dengan sebutan Tuan Putri membuat Merry kian menumbuhkan rasa itu. Meski ia tak menyadari dan menolak jika disebut cinta, tapi memang itu kenyataannya. Merry mengagumi David hingga pelan-pelan mengharapkan pria yang akan menjadi calon suami sahabatnya.

'Seharusnya kamu tak seperti ini, Dev. Kamu malah membuatku semakin gila'

Tak lama kemudian, keduanya pun tiba di cafetarian dekat bandara. Di sana begitu ramai, orang-orang duduk berhadapan, ada pula yang sedang makan, ada yang tengah mengiris daging, menyeruput kopi hitam pun ada yang cekikikan tertawa riang.

Saking ramenya Cafetarian tersebut membuat David dan Merry terdesak-desak. Hingga Merry pun tak menyadari bahwa David dengan gegas menggandeng tangan kirinya dan membawa Merri menyelinap pada keramaian orang.

"Menunduk saja, Merr."

Bersyukur, keduanya sudah duduk berhadapan di meja bulat berwarna hitam. Yang tak jauh dari kasir perempuan. David dan Merry memesan menu yang sama yakni ayam panggang, sup jamur tiram dan menu penutupnya adalah cake lava velvet durian.

Tak lupa ditemani kopi hitam dan green tea matcha. Merry begitu lahap mengunyah sampai-sampai ia tak menyadari jika tengah ditatap oleh David.

"Pelan-pelan saja, Merr makannya. Tidak usah buru-buru," kata David.

"Aku terlalu lapar Dev."

"Iya, tapi pelan-pelan saja nanti kamu tersedak."

"Oke baiklah, Dev."

Mungkin sekitar pukul setengah dua belas dini hari keduanya berdiri mondar-mandir di sekitar hotel Swiss Belinn. Rupanya di sana sudah padat, bahkan David dan Merry hampir tidak mendapatkan kamar.

Mengingat di beberapa titik seperti Tangerang, Jakarta dan Bandung sedang diterpa puting beliung hingga merobohkan rumah warga. Kemungkinan besar mereka menginap di hotel atau pun apartemen.

"Tapi, hanya ada satu kamar yang tersisa, Pak," ujar resepsionis hotel tersebut.

"Saya akan membayar tiga kali lipat untuk salah satu lagi, mungkin Anda bisa mengosongkannya."

"Mohon maaf, Pak. Kami tidak bisa mengosongkan kamar tersebut meski pun Anda akan membayar dengan harga fantastis."

David bingung, sebab hotel Swiss Belin tersebut hanya terdapat satu kamar yang tersisa. Sedangkan rasanya tidak mungkin Jika ia dan Merry tidur dalam satu kamar. Nampak perempuan yang mengenakan jaket hitam milik David pun tengah mondar-mandir.

David pun tak tahu apa yang harus ia katakan pada Merri. Sedangkan sudah dua hotel Iya hubungi namun di sana juga kosong tak ada kamar lagi. David pun memutuskan menemui Merry, ia harus memberitahu perempuan itu. Kasihan juga sudah pukul satu dini hari tapi tak segera mengistirahatkan badan.

"Dav, bagaimana, sudah dapat kamarnya?"

"Hanya ada satu kamar yang tersisa, Merr. Tadi aku sudah menghubungi beberapa hotel yang ada di dekat bandara tapi semuanya kosong."

Merry pun tampak menatap ke arah arloji yang melingkar pada pergelangan tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Dirinya merasa begitu lelah, pundak yang sakit serta matanya begitu mengantuk apalagi ditambah hawa dingin suasana.

David menyadari akan hal itu, sehingga ia pun bergegas memantapkan hati untuk tidur satu kamar dengan Merri. 'Aku tidak bisa egois di saat keadaan seperti ini, mungkin nanti aku bisa tidur di bawah dan Merry di kasur.' Batin David bersua.

"Hanya ada satu kamar, Dev?" tanya Meri memastikan, David pun mengangguk.

"Kalau begitu bagaimana dong?"

"Merr, percayalah denganku. Aku tidak akan aneh-aneh padamu, kita pakai kamar itu saja yang penting malam ini kamu bisa segera istirahat. Perkara tidur, aku nanti bisa tidur di bawah atau pun di di sofa."

Merry berteriak dalam hati, jika aku tidur satu kamar dengan David, kalau Saukilla melihat hal ini apa dia tidak kecewa, Ya Tuhan, tapi bagaimana lagi. Rasanya aku sudah tidak kuat, semua terasa sakit dan mata ini begitu pedas.

Hingga singkat cerita entah apa yang terjadi sehingga mereka pun mengiyakan tawaran tersebut. Sebenarnya David pun juga berat hati, ia benar-benar merasa berdosa dan bersalah kepada calon istrinya, Saukilla. Tapi, tak ada pilihan lain selain menyelamatkan diri.

Setibanya di kamar yang berukuran tidak terlalu luas, tampaknya mereka ada di lantai tiga karena memang hotel Swiss Belinn hanya memiliki tiga lantai saja. Merry pun bergegas mendaratkan tubuhnya di atas kasur spring bed king size.

Hal itu juga dilakukan oleh David, pria itu duduk di sofa, kemudian pria itu pun bergegas menuju kamar mandi guna membersihkan tubuhnya, ia benar-benar lelah sebab seharian menempuh perjalanan dan pendakian.

Setibanya di kamar mandi, pria itu pun melakukan aktivitas mandi seperti biasanya. Tapi satu yang ia lupa, David lupa tak membawa pakaian ganti. Dia hanya membawa handuk kecil berwarna putih. Membuatnya benar-benar geram.

"Astaga, kenapa hal ini bisa terjadi!"

"Dev, Dev, Dev!" Terdengar dari luar Merri berteriak memanggil namanya.

David yang merasa ada sesuatu pun bergegas mendongakkan kepalanya dari celah daun pintu.

'Oh, rupanya di luar gelap. Apakah sedang terjadi pemadaman listrik?' David pun membatin kesempatan bagus.

"Merr, ada apa?"

"Listriknya padam, Dav. Tak Ada lilin dan lampu emergencynya rusak."

"Baiklah, Merr. Tolong jangan dinyalakan dulu ya, berhubung aku lupa membawa baju ganti pokoknya jangan dinyalakan. Aku akan keluar mengambil beberapa pakaian dan kembali lagi ke kamar mandi," kata David meminta Merry pun tampak shock usai mendengar ucapan pria itu.

'Astaga! David akan datang kemari hanya mengenakan handuk. Inilah hal yang paling aku takutkan'

David berjalan pelan, mungkin Merry bisa mendengar derap langkah kaki pria itu. Tapi ia tak melihatnya, ia masih deg-degan,.jantungnya berdegup kencang, ritmenya lain dari awal. Merry masih terus berharap semoga listriknya tidak lekas menyala. Tapi itu semua di luar dugaan.

Kedua iris matanya pun disambut hangat dengan pemandangan di depan. Yang mana David tengah melepaskan melepaskan handuk dan hanya mengenakan celana dalam. Celana dalam berwarna blur dark serta memperlihatkan bentuk tubuhnya atletis pria tersebut.

"Aarrrrggghhh!"

"Tidak, Dev!" Teriak Merry seraya menutup kedua matanya dengan telapak tangan. Ia benar-benar terkejut.