Chereads / Aira : begins with a smile / Chapter 27 - Confession

Chapter 27 - Confession

Setelah mengisi makan malam merekapun berpencar Gista dan Rafi yang pergi ke Timezone karna Gista yang mau dan Ara dan Arlan yang ke toko buku karna Ara ingin membeli buku sedangkan Arlan ikut Ara karna tidak mau menjadi nyamuk.

"Ga papa lan lu ikut ketoko buku?" Ucap Ara sambil berjalan memasuki toko buku.

"Ga papa dari pada jadi nyamuk."

"Ohh iya bener." Ara pun terkekeh pelan.

"Tapi lu orangnya jujur ya apa-apa langsung diomongin gitu."

"Iya kah? Tapi ada kok yang ga gw omongin."

"Apa tuh?" Ara yang sedang melihat-lihat komik mendongak ke arah Arlan.

"Misalnya kaya gw yang suka lu."

"Pftt bercandaannya ga lucu lan." Ara pun mengalihkan pandangannya ke komik lagi.

"Serius."

"Trus lu nembak gw?"

"Bisa dibilang gitu-"

"Kalo cewenya bukan gw, pasti dia udah kabur."

"Lah kenapa?"

"Lu ga elit banget nembaknya."

"Iya sih tapi gara-gara lu bilang gw orang yang jujur gw kan jadi gaenak kalo ga langsung bilang." Ucap Arlan menggaruk tengkuknya.

"Btw jangan jawab sekarang juga gapapa kok." Lanjutnya.

"Ga bisa. Maaf lan gw emang suka sama lu tapi cuma sebagai temen. Sorry banget tapi gantungin orang itu ga baik." Ucap Ara tenang diakhiri senyuman.

"Lagian mungkin lu juga suka sama gw cuma sebagai temen doang jadi lebih baik ditegesin dari sekarang."

"Kok jleb ya."

"Maaf ya lan Kalo abis ini lu ngejauh gw ngerti kok."

"Lemah banget. Ya walaupun sakit sih."

"Eh tapi gw beneran suka sama lu Ra bukanya menggampangkan perasaan ya. Tapi dari awal gw emang udah tau kok kalo lu udah suka sama orang lain jadinya ga sesakit itu."

"Gw ga mikir gitu kok tenang aja. Btw lu tau gw suka orang lain?" Ara menyeritkan dahinya.

"Iya yang izza-izza itu kan."

"Ehh emang keliatan??" Ara menoleh kaget ke arah Arlan sambil memegang komik menutupi sebagian mukanya.

"Bagi gw sih iya."

"Ehhh." Ara menutup semua wajahnya menggunakan komik lalu berjongkok karna lemas mendengar ucapan Arlan.

"Lu kok lebih malu dari pas gw ngatain perasaan. Lucu banget si." Gumam Arlan sambil terkekeh.

"Misi gw mau ngambil komik." Ucap seseorang dari arah belakang Arlan.

"Eh iya bro silahk-an." Arlan menggeserkan badannya dan terdiam saat melihat orang yang tadi berbicara.

Dengan wajah datar orang itu pun memilih-milih komik di area itu. Ara yang sudah puas merenungi hal memalukannya pun mendongak hendak meminta tolong membangunkan dirinya kepada Arlan.

"Lan kaki gw kayanya keram deh. Bantuin do-ng" Ara terbatu saat melihat orang yang ada di hadapannya bukanya Arlan melaikan orang yang ada dipikirannya. Merekapun bertatapan.

Arlan langsung mengangkat Ara ala bridal style dan pergi meninggalkan Area komik itu tanpa sepatah kata pun. Sedangkan seseorang itu hanya mengerutkan dahinya tetapi langsung fokus lagi ke komiknya.

"lan tadi." Ara menyembunyikan wajahnya di dada Arlan. Arlan yang menggendong Ara deg-degan sedekat ini dengan Ara tapi sekarang Arlan fokus mencari tempat yang agak jauh. Setelah tiba dibagian buku lain Arlan pun menghentikan jalannya.

"Ra mau turun ga?"

"Turun lah." Ara pun turun dan masih menutup mukanya dengan buku.

"tadi tuh beneran dia?" Ara yang sudah turun dari gendongan Arlan menutup mukanya dengan komik.

"Iya gw inget banget muka sama suara ngeselin itu."

"Masa gw lupa saingan gw siapa." Lanjutnya bergumam pelan.

"Dia ga denger kan lan." Ara menurunkan buku sebatas mata agar bisa melihat Arlan.

"Gw ga tau, tapi kayanya ga kalo denger ga mungkin ekspresi nya kaya gitu."

"Yaampun syukur deh." Ara menghela nafas lega.

"Ini kenangan macam apa coba." Lanjut Ara sambil terkekeh pelan. Arlan pun ikut terkekeh pelan.

"Iya gw juga ga abis fikir."

"Yaudah yuk kita ketempat Gista aja." lanjut Arlan.

"Yaudah deh." Mereka pun akhirnya ke kasir untuk membayar satu komik yang menjadi saksi keanehan hari ini.

Setelah membayar komik itu Ara dan Arlan pun meninggalkan toko buku dan menuju Timezone tempat Gista dan Rafi.

"Tapi lan lu ga papa kan?" Ucap Ara membuka pembicaraan.

"Agak nyesek sih tapi menerima kenyataan itu kan proses kedewasaan. Lagian level tertinggi mencintai itu kan mengikhlaskan cintanya bahagia."

"semoga lu cepet dapat yang lebih dari gw ya." Ara tersenyum tulus ke Arlan. Mereka pun bertemu Gista dan Rafi yang sedang main pump it. Walaupun mereka berdua terlihat tidak ada apa-apa tapi masing-masingnya menyimpan sesuatu dihatinya.

Walaupun suasana tidak canggung tapi perasaan didalamnya kan tidak ada yang tau.

Setalah Ara dan Arlan ikut bermain di Timezone mereka pun pulang kerumah Ara dengan Arlan yang menyetir. Suasana mobil tidak berubah mereka semua masih mengobrol seperti biasa. Arlan dan Ara pun tidak ada kecanggungan sama sekali.

Setelah sampai di rumah Ara mereka pun langsung berpencar. Arlan sendiri dan Rafi dengan Gista. walaupun rumah Arlan lebih dekat dengan Gista tapi Rafi ingin mengantarnya.

"Hati-hati fi Gis." Ucap Ara sambil melambaikan tangannya. Mobil Rafi pun meninggalkan rumah Ara.

"Hati-hati lan." Ara tersenyum tulus. Arlan bukannya menjalankan mobilnya malah keluar lagi lalu menghampiri Ara.

"Boleh peluk buat terakhir kalinya sebagai orang yang suka sama lu?" Arlan tersenyum tipis. Ara pun hanya mengangguk. Arlan pun langsung memeluk Ara lembut.

"Maaf ya lan."

"Kenapa ya manusia egois." Ucap Arlan sambil melepaskan pelukannya dengan terkekeh pelan.

"Ga papa kok Ra, besok juga udah baik-baik aja. Sampe ketemu besok." Arlan memasuki mobilnya lalu membunyikan klakson dan berlalu pergi meninggalkan rumah Ara.

Ara memasuki rumahnya dengan perasaan yang campur aduk. Ara yang lelah pun langsung menuju kamarnya dan langsung menghempaskan badannya ke kasur.

"Arlan baik sama perhatian tapi kalo gw ga ngasih kepastian pasti kasian ke dianya kan. Ga papa Ra keputusan lu udah bener kok."

"Mana tadi tiba-tiba ada Izza gitu udah berusaha tenang abis ditembak Arlan plus ketauan sama Arlan kalo suka izza, malah hampir ketahuan sama orangnya langsung." Ara menutup mukanya dengan bantal. Rasanya hari ini hari paling memalukan yang pernah terjadi di hidup Ara.

"Semoga besok Arlan udah biasa aja." Gumam Ara dan langsung terlelap karna kelelahan.

[Keesokan Harinya]

Ara pergi tanpa sarapan karna walaupun tidak dipikirkan nyatanya Ara masih merasa resah takut Arlan akan berubah. Katakan Ara egois tapi dari lubuk hati Ara yang paling dalam Ara tidak mau kehilangan orang Arlan sebagai sosok teman.

Ara menenggelamkan kepalanya ditumpuan tangan. Ia pu terlelap karna rasa kantuk yang tiba-tiba menyerang.

[Disisi Lain]

Arlan yang sebenarnya tadi ingin menjemput Ara sudah ada di depan rumah Ara sejak jam setengah enam. Entahlah ada apa dengan Arlan iya sakit hati tapi kalo menjauhi Ara malah tambah sakitnya. Makanya dia ingin memulai hubungan lagi dari pertemanan.

Tapi saat melihat Ara yang keluar dari gerbang rumahnya bukanya menghampiri, Arlan malah hanya melihatnya dari jauh dan mengikuti Ara dari belakang dan sekarang ini Arlan sedang dihadapan Ara, diapun meletakkan susu strawberry, roti keju dimeja Ara dan note lalu mengelus kepala Ara sebentar dan pergi menuju ke kelasnya.