HOSPITAL.
Claude Cavero mempercepat langkah kakinya mengintari tiap lorong rumah sakit, bahkan suara tumit sepatunya terdengar menggema oleh senyapnya lorong lorong rumah sakit yang tak terdapat pasian atau pengunjung satu pun di luar sana, mungkin mereka lebih memilih berada di dalam kamar inap untuk beristirahat di jam sekian. Bahkan pria itu nampak terlihat gelisah saat kembali teringat pada kejadian satu setengah tahun lalu, di mana ia pernah mengintari tiap lorong rumah sakit ini dengan mayat istrinya yang berada di dalam gendongannya. Di mana ia menangis tersedu sambil memeluk erat putranya. Rasanya semua bagai terulang kembali, dan lagi-lagi ia kembali menginjak tempat ini demi seseorang yang berarti buat putranya dan mungkin seseorang yang juga akan berarti baginya, meskipun ia sendiri belum mengetahuinya.
"Selamat malam tuan," Sapa Aksel Regan beranjak saat Claude Cavero sudah berdiri di hadapannya.