Suasana di dalam mobil kembali hening. Tubuh Briella Amora mulai bergetar dengan keringat dingin yang sudah membasahi sekujur tubuhnya. Dengan sekuat tenaga Briella Amora memejamkan mata, sambil mengepalkan tangannya, hingga suara dentuman dan suara retakkan kaca mobil terdengar jelas di pendengarannya, suara ban mobil berdecit, hingga sedetik kemudian, suara tangisan seorang anak terdengar pilu sambil memanggil-manggil nama Ibunya, bau anyir darah memenuhi penciuman Briella Amora saat ini. Hingga membuat nafasnya semakin sesak.
"AARRRGGHH... " Teriak Briella Amora dengan sangat kencang sambil menutupi kedua telinganya, bahkan tanpa sadar gadis itu memeluk tubuh Claude Cavero erat dan menyembunyikan wajahnya di dada pria itu sambil terus menangis.
Sedang Claude Cavero yang masih dalam mode terkejut hanya bisa pasrah saat tatapan Aksel Regan, Kenzo Aristide dan juga putranya Reynand Sky yang langsung tertuju padanya.
"Sstt... " Isyarat Claude Cavero kepada mereka yang masih menatapnya heran, sebab tindakan Briella Amora tidak mendapatkan respon sedikitpun dari Claude Cavero. Bahkan Kenzo Aristide sempat berfikir jika di detik kemudian tubuh Briella Amora sudah berada di luar saat ini. Namun kenyataannya, gadis itu masih mendekap tubuh kakaknya dengan erat.
"Aku takut... Tolong... Tolong keluarkan aku dari sini... Tolong..." Pinta Briella Amora yang semakin mengeratkan pelukannya. Bahkan suaranya terdengar seperti seorang yang sedang ketakutan.
Sebenarnya peristiwa apa yang sudah anak ini lalui. Batin Claude Cavero yang langsung mencengkram kuat sandaran kursi di hadapannya saat Briella Amora terus menekan tubuhnya di sandaran kursi, hingga ia dapat dengan jelas merasakan getaran tubuh Briella Amora yang terlihat sangat ketakutan.
"Nona.. Tenanglah.. Kita sudah sampai.. " Ucap Claude Cavero perlahan, meski belum ada respon dari Briella Amora yang masih memejamkan mata dengan sangat rapat. Tangan mencengkram kuat dengan air mata yang berlinang dari sudut matanya.
"Nona.. Apa kau baik-baik saja?" Tanya Claude Cavero yang masih berusaha bersikap setenang mungkin.
"Sa... Sampai? kita? Dimana?" Tanya Briella Amora sambil membuka matanya perlahan, tatapannya terasa kabur, pendengarannya juga hening, namun ia bisa merasakan jika sekarang tubuhnya menghangat, terasa nyaman, dan membuatnya ingin tidur saat bau maskulin menyeruak masuk ke dalam indra penciumannya, aroma yang sangat segar, dan juga tidak begitu basing baginya.
Aroma yang sangat menenangkan, seperti aroma dari Tuan besar Claude, kenapa aku merasa sedang memeluknya, sungguh... Apa... Ini.... Batin Briella Amora yang perlahan membuka lebar kedua matanya.
Siapa.... Tubuh siapa ini? Tidak... Kemeja hitam.. Tidak mungkin...
Briella Amora mendongak ke atas dengan setengah wajahnya yang masih di tutupi dengan tudung hoodie, namun ia bisa melihat dengan sekilas sosok wajah tampan dengan hidung yang macung, tulang pipi yang terlihat tegas, juga bibir atas yang tipis namun bibir bawah yang terlihat penuh, di tambah dengan sorot mata tajam seperti elang yang kini tengah menatapnya.
"Bisakah kau melepaskan tubuhku sekarang?" Tanya Claude Cavero dengan suara baritonenya yang membuat tubuh Briella Amora semakin bergetar.
"AAARGGGHHHHG.... " Teriak Briella Amora terkejut saat ia menyadari jika tubuh Claude Cavero yang di peluknya.
"Ma... Maaf.. Maafkan saya.. Saya.... "
Briella Amora langsung melepaskan pelukannya, kembali menutupi wajahnya dengan tudung hoodie dan bergeser dengan cepat hingga tubuhnya merapat dengan sempurna di sisi kanan pintu mobil.
Aisshh... Dasar bodoh, kenapa mesti memeluknya, aisshh. Batin Briella Amora terdiam dengan kepala yang menunduk dalam bahkan ujung kepalanya nyaris menyentuh pahanya, dengan kedua tangan yang ia selipkan di antara pahanya yang merapat.
"Kenapa kau selalu membuat onar? Tidak di ruangan kelas, tidak di dalam mobil, kau selalu berteriak sesukamu, apa kau seorang tentara militernya?" Omel Kenzo Aristide, salah satu korban yang paling terkejut saat Briella Amora menjerit, sebab ia duduk tepat di hadapan Briella Amora saat ini.
"Ma... Maafkan aku.." Ucap Briella Amora yang sedang ingin berdebat dengan Kenzo Aristide, saat ini Briella Amora tengah sibuk menekan rasa ketakutannya yang semakin menjadi.
"Kita turun sekarang." Ucap Claude Cavero yang langsung keluar dari mobil sambil mengatur perasaannya. Lalu di susul oleh Kenzo Aristide dan Reynand Sky yang masih terlihat khwatir.
"Daddy, apa yang terjadi dengan kakak? Apa dia baik-baik saja?" Tanya Reynand Sky nampak khawatir.
"Sepertinya tidak," Jawab Claude Cavero terus melangkah sambil terus menggenggam telapak tangan putranya.
"Nona Briella.. Silahkan.. " Ucap Aksel Regan sambil membuka pintu mobil untuk Briella Amora yang masih terlihat gemeteran. Bahkan tanpa aba-aba Briella Amora langsung melompat keluar dari mobil hingga membuat Aksel Regan kembali terkejut untuk yang kesekian kalinya saat melihat tingkah ekstrim dari Briella Amora.
Ternyata dia memang benar-benar atlet. Batin Aksel Regan langsung menutup pintu mobil.
"Nona baik-baik saja?" Tanya Aksel Regan perlahan saat kembali mendapati wajah Briella Amora yang masih terlihat pucat pasi. Bahkan gadis itu masih terus meremat jari-jari tangannya sambil sesekali mengusap keringat yang membanjiri wajahnya.
"Sa... Saya.. Baik-baik saja.. " Jawab Briella Amora terbata dengan suara yang sedikit bergetar, dan seandainya saja Aksel Regan tahu, jika saat ini Briella Amora nyaris pingsan karena ketakutan, bahkan nafasnya masih terasa sesak di sebabkan jantung yang terus berdebar dengan sangat kencang, hingga membuat kepalanya terasa pening seolah akan terbelah menjadi dua di sertai mual yang benar-benar membuat isi perutnya seperti akan keluar. Bahkan Briella Amora sempat memuntahkan separuh isi perutnya hingga membuat Aksel Regan semakin khawatir, namun tidak bisa bertanya lebih banyak lagi.
"Nona Briella, sebenarnya ada apa? Anda nampak tidak sehat sekarang," Tanya Aksel Regan mendekati tubuh Briella Amora yang masih duduk berjongkok di sana.
"Saya... Saya hanya... " Kalimat Briella Amora terhenti, kembali berdiri sambil mengusap sudut bibirnya.
"Baiklah, sebaiknya kita masuk dulu." Ucap Aksel Regan yang langsung berjalan masuk lalu di ikuti oleh Briella Amora.
Dengan langkah perlahan, Briella Amora berjalan memasuki Mansion dengan kepala yang masih tertunduk tertutupi tudung hoodie. Entah apa yang akan ia katakan nanti kepada Claude Cavero, dan jawaban apa yang harus ia lontarkan, jangankan untuk berbicara, melihat wajah Claude Cavero aja ia tidak sanggup jika kembali mengingat kejadian beberapa menit lalu di mana dengan eratnya ia memeluk tubuh Pria tersebut.
"Silahkan duduk Nona Briella." Ucap Aksel Regan yang langsung mempersilahkan Briella Amora untuk duduk di sebuah sofa ruang tengah yang di sana sudah ada Claude Cavero, Kenzo Aristide dan juga Reynand Sky yang bahkan langsung menghampirinya seraya menggenggam telapak tangannya yang masih sedikit bergetar dan terasa dingin.
"Kakak baik-baik saja?" Tanya Reynand Sky saat Briella Amora sudah duduk di sofa, paling ujung dan agak jauh dari jarak pandang Claude Cavero yang sepertinya masih mengawasi gerak-geriknya.
"Kakak sakit?" Tanya Reynand Sky lagi.
"Kakak baik-baik saja," Jawab Briella Amora sedikit berbisik kepada Reynand Sky.
"Tapi tangan kakak terasa dingin dan bergetar."
"Iya, kakak... "
"Rey, saatnya tidur Nak, ini sudah cukup larut," Ucap Claude Cavero perlahan yang langsung di sambut anggukan oleh Reynand Sky, meskipun ia terlihat masih sangat khawatir dengan keadaan Briella Amora saat ini.
"Ayo, Daddy akan mengantarkan Rey ke kamar." Sambung Claude Cavero yang langsung beranjak dan menggendong sang putra menuju ke lantai dua kamarnya.
"Daddy, jangan biarkan kakak pergi." pinta Reynand Sky saat Claude Cavero hendak beranjak dari tempat tidurnya.
"Iya Nak. Sepertinya Rey sangat mengkhawatirkannya," Balas Claude Cavero.
"Iya Daddy, sepertinya Kakak Malaikat sedang sakit." Jawab Reynand Sky yang sepertinya masih memikirkan Briella Amora.
"Dia baik-baik saja, Rey tidak perlu khawatir, dan tidurlah." Ucap Claude Cavero mengusap rambut putranya.
"Iya Daddy,"
"Mimpi indah anak Daddy, Daddy menyayangimu." Ucap Claude Cavero seraya mengecup dahi putranya sebelum meninggalkan kamar tersebut. Dan kembali ke ruang tengah yang di sana masih terlihat sama, posisi dan suasana yang sama. Hening dan tidak ada satu katapun yang terdengar.
"Sebaiknya kau memberikan kami alasan, kenapa sampai kamu tidak datang ke Restoran, bukankah kamu tahu jika kami lama menunggu di sana?" Tanya Kenzo Aristide.
"Nona Briella Amora, apa terjadi sesuatu?" Tanya Claude Cavero yang membuat Briella Amora bereaksi, dan akhirnya mengangkat kepalanya yang sejak tadi tertunduk. Membuka tudung hoodie yang sejak tadi menutupi kepalanya dan memberanikan diri menatap wajah Claude Cavero. Sedang Claude Cavero masih terdiam menatap mata kecoklatan yang cerah, hidung mancung, dengan bibir tipis merah muda milik Briella Amora. Wajah cantik alami tanpa polesan makeup yang selama ini tertutup tudung hoodie. Wajah yang masih nampak memar di pelipis dan sudut bibir.
"Maafkan saya Tuan, ada hal yang tidak bisa saya ceritakan kepada anda." Jawab Briella Amora perlahan.
"Kenapa tidak, setidaknya beri kami alasan." Lanjut Kenzo Aristide. Sedang Briella Amora kembali terdiam dengan kepala yang kembali tertunduk saat menyadari tatapan tajam Claude Cavero terus tertuju padanya, seolah membuat jantungnya beku.
"Apa semua ini ada hubungannya dengan Ayah anda?" Tanya Claude Cavero lagi.
"Iya... Maaf jika Ayah saya tadi... "
"Yaakk.... Briella, kenapa kau selalu mengabaikan pertanyaanku? Dan hanya pertanyaan kakak saja yang kau jawab?" Tanya Kenzo Aristide dengan suara meninggi yang membuat ketiganya tersentak kaget.
Karena aku tidak ingin berbicara denganmu brengsek. Batin Briella Amora menahan emosi.
"Maaf... " Jawab Briella Amora singkat.
"Berhentilah meminta maaf, kakakku bukan seorang pendeta." Balas Kenzo Aristide sedikit kesal.
"Ken." Seru Claude Cavero.
"Aisshh... baiklah."
"Sepertinya saya harus pergi Tuan," Ucap Briella Amora nampak ragu.
"Pulang? Apa Nona yakin semua akan baik-baik saja?" Tanya Claude Cavero.
"Iya Tuan, saya yakin." Jawab Briella Amora mengangguk pelan.
"Kenapa tidak menginap di sini saja?" Tanya Claude Cavero yang membuat Kenzo Aristide bereaksi terlebih dahulu.
"Ha? Kakak memintanya menginap di sini?" Tanya Kenzo Aristide tidak percaya
"Ada apa?"
"Tidak apa-apa, hanya saja... " Kalimat Kenzo Aristide terhenti dengan wajah di tekuk.
"Tidak perlu Tuan, terimakasih." Timpal Briella Amora.
"Tapi luka-lukamu nampak terlihat parah. Kapan kau mendapatkan luka itu? Terakhir kali kau meninggalkan tempat ini kau nampak baik-baik saja." Balas Claude Cavero kembali mengamati Briella Amora yang terlihat sedikit pincang saat berjalan tadi.
"Ini... Ada pengendara yang tidak sengaja menabrak saya dan... "
"Kau kembali tertabrak?" Tanya Claude Cavero mengernyit.
"Sebenarnya kau ceroboh atau benar-benar bodoh? Dasar gadis aneh." Timpal Kenzo Aristide.
"Diamlah, bukankah kau juga pria yang sangat ceroboh dan bodoh? berhentilah berkomentar dan membuat telingaku sakit." Balas Briella Amora yang sepertinya hilang kendali terhadap Kenzo Aristide,
"Apa? Aku? Ceroboh? Yaakk... Briella, aku lebih baik darimu yang.... "
"Baik? Dilihat dari segi manapun kau tetap pria buruk bersel tunggal, ceroboh dan banyak bicara." Sela Briella Amora benar-benar kehilangan kontrol.
"Yaakk.. " Seru Kenzo Aristide semakin kesal.
"Apa?" Jawab Briella Amora tidak kalah kesal.
"Ken." Seru Claude Cavero berusaha menengahi. Sedang Aksel Regan yang sejak tadi duduk di sana tanpa berkomentar apapun hanya bisa terdiam dengan senyum yang tertahan dari bibirnya.
Ternyata Tuan benar, hanya gadis ini yang bisa membuat Tuan muda Kenzo menyerah. Batin Aksel Regan.
* * * * *
Bersambung...