Hingga di detik kemudian akhirnya Briella Amora tersadar jika ia baru saja berkata sedikit kasar saat matanya tertuju pada ekspresi Claude Cavero yang membatu dengan tarikan nafas dalam.
"Maaf... Saya... "
Tidak tahan lagi dengan adik anda yang brengsek ini. Batin Briella Amora yang masih saja mengumpat.
"Nona Briella, bisakah saya bertanya sesuatu?" Tanya Claude Cavero saat situasi mulai aman.
"Silahkan Tuan,"
"Apa kau siap menjadi pengasuh Ray?" Tanya Claude Cavero nampak terlihat serius, menatap wajah Briella Amora yang masih terlihat gugup.
"Saya... "
"Cih... Gadis ceroboh sepertinya mana bisa menjadi seorang pengasuh," Sambung Kenzo Aristide yang nampaknya masih terlihat kesal.
"Ken, cukup." Seru Claude Cavero tanpa memalingkan pandangannya.
"Baiklah Tuan, saya siap." Jawab Briella Amora tak terduga.
"Ha?" Kenzo melongo. Dengan tatapan tidak percaya.
"Apa?" Tanya Briella Amora tanpa suara.
Maka kita akan bertemu tiap hari, kau senang kan sekarang? Lihat saja, aku makan membuat hidupmu di penuhi dengan rasa kesal, dasar pria pucat. Batin Briella Amora seolah puas karena berhasil membuat Kenzo Aristide kesal atas keputusannya.
"Aku mengantuk. Dan kau gadis aneh, sebaiknya jaga sikapmu jika ingin bekerja dengan nyaman di sini." Ucap Kenzo Aristide dengan ekspresi yang penuh dengan kekesalan, dan langsung beranjak dari duduknya, melangkah meninggalkan tempat tersebut.
"Abaikan saja dia." Ucap Claude Cavero santai. "Dan saya harap kau bisa nyaman bekerja di sini." Lanjutnya.
"Saya akan berusaha bekerja dengan baik." Balas Briella Amora sedikit membungkuk.
"Baguslah, Rey akan sangat senang jika mengetahui kabar ini. Dan kau bisa mulai bekerja saat luka-lukamu mulai pulih." Sambung Claude Cavero tak ingin berbasa-basi.
"Iya Tuan,"
"Dan ada satu hal lagi yang ingin saya katakan." Lanjut Claude Cavero.
"Silahkan Tuan,"
"Saya mengucapkan terimakasih, karena sudah menolong Rey saat itu. Membawanya ke rumah sakit, dan terimakasih karena sudah berada di sampingnya, menemaninya di saat ia merasa ketakutan sendiri." Ucap Claude Cavero yang terdengar begitu tulus.
"Iya Tuan." Balas Briella Amora singkat dengan perasaan sakit yang perlahan timbul dari dalam hatinya. Akan bagaimana jadinya jika Claude Cavero mengetahui yang sebenarnya, ialah penyebab semuanya.
"Tuan... Bisakah saya pulang sekarang?"
"Apakah harus sekarang?" Tanya Claude Cavero mengernyit.
"Iya Tuan, Ibu saya sedang menunggu sekarang, saya takut jika dia merasa khawatir." Jawab Briella Amora nampak cemas.
"Dirumah itu lagi?"
"Tidak Tuan,"
"Apa kau yakin tidak apa-apa?" Tanya Claude Cavero masih kurang yakin.
"Saya yakin Tuan,"
"Bagaimana jika Ayah anda menemukan anda Nona? Maaf jika saya lancang, tapi Ayah anda benar-benar tidak bisa di percaya, bahkan dia bisa saja berbuat buruk terhadap anda dan Ibu anda." Sambung Aksel Regan angkat bicara.
"Tidak apa-apa Tuan Aksel, saya sudah biasa menghadapi sikap buruk Ayah saya. Selama dia tidak menyentuh atau menyakiti Ibu saya."
"Mau sampai kapan anda akan terus menjadi tameng dan membiarkan diri anda terluka?" Tanya Aksel Regan.
"Sampai Ibu saya menyerah." Jawab Briella Amora perlahan, bahkan matanya terlihat berkaca, meski tidak sampai mengeluarkan air mata. Namun sangat terlihat dengan jelas jika saat ini Briella Amora tengah merasakan kekhawatiran dan kesedihan yang teramat besar.
"Maaf sebelumnya, jika terlalu ikut campur dengan masalah keluarga Alexio," Ucap Aksel Regan yang membuat Briella Amora tersenyum sambil menggeleng pelan.
"Tidak apa-apa. Meskipun saya berusaha menyembunyikan semuanya, namun dengan sikap Ayah saya yang seperti tadi, saya... Maaf, jika Ayah saya... " Kalimat Briella Amora menggantung, berubah menjadi rasa bersalah dan menyisahkan rasa malu di hatinya.
"Tidak masalah, selama dia tidak menyakitimu lagi." Ucap Claude Cavero yang membuat Briella Amora sedikit lebih tenang, sekaligus terheran. Tidak mungkin saat ini pria itu mengkhawatirkan dirinya.
"Biar bagaimanapun, beberapa menit lalu kau sudah menjadi Pengasuh Rey dan bekerja di Keluarga Orion, jadi kau tanggung jawab keluarga Orion sekarang." Ucap Claude Cavero tidak ingin membiarkan Briella Amora merasa salah paham dengan sikapnya.
"Iya Tuan, saya mengerti," Balas Briella Amora mengangguk kecil, sangat ingin menyembunyikan wajahnya di balik tudung seperti kebiasaannya.
"Jadi. Jika Ayahmu bertindak di luar batas dan melakukan hal yang bisa Membahayakanmu, saya berhak melakukan apa saja. Termasuk melaporkannya kepihak yang berwajib." Sambung Claude Cavero lagi dengan wajah datar yang sejak tadi menghiasi wajahnya. Tak ada senyum sedikitpun sejak tadi.
"Iya Tuan... Terimakasih untuk perhatiannya." Balas Briella Amora lagi-lagi hanya bisa mengangguk.
"Hm,"
"Bisakah saya pulang sekarang? Maaf... "
"Tapi ini sudah sangat larut, dan Nona pasti akan menolak jika saya mengantar anda." Sambung Aksel Regan merasa khawatir.
"Ta... Tapi Ibu saya.. "
"Aks akan mengirim seseorang untuk menjaga Ibumu, kau tinggal memberikan alamatnya saja." Timpal Claude Cavero menyudahi perdebatan Aksel Regan dan Briella Amora.
"Maksud Tuan?"
"Maksud Tuan Besar, beberapa rekan saya akan mengawasi tempat Ibu Nona sekarang. Jadi Nona tidak perlu khawatir, Nona tinggal menghubungi Ibu Nona saja." Jelas Aksel Regan yang lagi-lagi hanya di balas anggukan oleh Briella Amora.
"Baiklah, sebaiknya kau istirahat. Aks tunjukan kamarnya." Ucap Claude Cavero yang langsung beranjak dari duduknya dan melangkahkan kakinya menuju anak tangga, menuju lantai dua kamarnya.
"Silahkan Nona." Ucap Aksel Regan yang juga ikut berdiri dan langsung mempersilahkan Briella Amora untuk mengikuti langkahnya menuju sebuah kamar tamu. Kamar yang pernah ia tiduri sebelumnya saat Claude Cavero tidak sengaja menabraknya dan membawanya ke Mansion ini untuk pertama kalinya.
"Istirahatlah Nona."
"Iya Tuan Aksel, terimakasih." Jawab Briella Amora merasa masih sungkan.
"Iya Nona, jangan sungkan." Jawab Aksel Regan yang langsung meninggalkan Briella Amora di depan pintu dalam keadaan gelisah.
Dengan perlahan Briella Amora melangkah memasuki kamar tersebut, dan merebahkan tubuhnya di sana. Menatap langit-langit kamar berwarna biru muda yang lembut bercampur cream.
Apa aku sudah mengambil keputusan yang tepat. Menjadi pengasuh seorang Tuan muda yang sudah kehilangan Ibunya karena aku. Kenapa aku sangat ketakutan sekarang, Tuan besar adalah orang yang sangat baik, apa yang akan terjadi jika ia mengetahui semuanya, dan apa yang akan terjadi jika ia mengetahui kalau sudah mempekerjakan orang yang salah, mempekerjakan seorang pembunuh, pembunuh istrinya. Kenapa semua menjadi serumit ini. Dan kenapa kau kembali membuatku berurusan bahkan terikat dengan keluarga ini lagi.
Dengan segala pikirannya, Briella Amora menarik nafasnya dalam-dalam dan kembali mengeluarkannya ke udara, bahkan ia melakukannya hingga berulang kali sampai perasaannya sedikit tenang.
Apa yang akan terjadi nanti mungkin sudah itulah jalan yang kau berikan padaku, tapi malam ini, biarkan aku beristirahat dengan tenang, untuk menghadapi hari esok yang aku yakin akan jauh lebih baik dari hari ini, dan hari esok akan lebih baik dari hari kemarin. Aku cukup lelah.. Sangat lelah.. Biarkan aku terlelap.. Batin Briella Amora yang langsung tertidur, bahkan mulutnya masih terlihat mengucapkan sesuatu, meskipun matanya sudah memejam.
* * * * *
KEDIAMAN ARNEST TYAGA ALESSIO.
PRAANKKK...
Suara benda kaca yang pecah kembali terdengar saat beradu di atas lantai, bahkan bukan hanya sekali, namun sudah beberapa kali, hingga membuat kamar kamar Trixie Viviane terlihat sangat berantakan. Bahkan beberapa pelayan yang berada di sana tidak berani untuk berkomentar apapun selain hanya diam dan menyaksikan Nona muda mereka memecahkan semua barang apa saja yang berada di dalam kamarnya.
"Beraninya dia... BERANINYA DIA MENOLAKKU... AAARRGGHH.... " Erang Trixie Viviane prustrasi. Mencengkram kuat rambutnya dan kembali meraih barang yang tersisa untuk di lemparnya ke arah tembok hingga benar-benar berantakan.
PARAANKKK... PRAANKKK...
Dengan tangisnya Trixie Viviane kembali menghancurkan semuanya, tubuhnya terlihat bergetar menahan amarah, hingga pada akhirnya sosok Arnest Tyaga terlihat memasuki kamarnya dengan perasaan khawatir.
"Trix... Tenanglah sayang, sebenarnya ada apa?" Tanya Arnest Tyaga yang langsung meraih tubuh putrinya untuk di peluknya.
"Ayah... Dia... dia lebih memilih untuk menemui gadis itu, di bandingkan untuk makan malam denganku" Jawab Trixie Viviane terisak di pelukan Ayahnya.
"Tenanglah sayang, jika itu masalahnya, kita bisa mengundang Claude lain waktu kan? Kita masih punya banyak waktu untuk itu." Balas Arnest Tyaga mencoba lebih tenang.
"Tapi aku sudah sangat lama menunggu moment ini Ayah, aku tidak terima Ayah.. aku benar-benar tidak terima... " Ucap Trixie Viviane masih terisak.
"Trix sayang, Ayah mengerti, tenanglah..."
"Aku ingin sendiri Ayah," Pinta Trixie Viviane yang langsung melangkah ke arah sofa, mendudukkan dirinya di sana dengan kepala yang tertunduk.
"Baiklah... Ayah akan memberikanmu ruang. Tapi, bisakah Ayah meminta sesuatu darimu?" Tanya Arnest Tyaga, "Jangan melakukan hal ini lagi." Ucap Arnest Tyaga sambil mengalihkan pandangannya di sekitar ruangan kamar Trixie Viviane yang masih terlihat sangat berantakan. "Kau bisa terluka. Dan Ayah tidak ingin itu terjadi." Lanjut Arnest Tyaga yang langsung melangkah pergi meninggalkan Trixie Viviane yang masih terdiam di tempatnya dengan isakkan yang semakin terdengar.
Perlahan Arnest Tyaga melangkah kakinya menuju ruang kerja, menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi putarnya dengan perasaan yang di penuhi ketakutan juga kegelisahan. Melihat reaksi Trixie Viviane beberapa waktu lalu cukup membuatnya syok, bahkan ia tidak pernah mengira, jika sosok putrinya yang selama ini ia tahu adalah seorang yang lembut dalam bertutur kata bahkan kelakuan bisa melakukan hal seperti ini.
Aku pikir putri kita tidak akan sepertimu, kenapa aku semakin takut, jika yang aku takutkan selama ini benar. Batin Arnest Tyaga.
Tok... tok... tok..
"Iya... " Sahut Arnest Tyaga dari dalam ruangan saat mendengar suara ketukan pintu.
"Maaf Tuan, ini Teh yang anda minta." Ucap seorang pelayan yang langsung masuk kedalam ruang kerja Arnest Tyaga seraya meletakkan secangkir Teh di atas meja kerja.
"Terimakasih.. "
"Iya Tuan," Jawab Nuvenna membungkuk dan langsung melangkah pergi.
"Tunggu... " Seru Arnest Tyaga yang membuat langkah kaki Nuvenna berhenti dan kembali membalikkan tubuhnya.
"Iya Tuan, apa anda butuh sesuatu lagi?" Tanya Nuvenna seraya memeluk nampan kosong.
"Nuvenna, apa kau tahu, sejak kapan Trix mukai bersikap seperti tadi?" Tanya Arnest Tyaga dengan kekhawatiran yang terlihat jelas di wajahnya.
"Maaf Tuan, sudah beberapa kali Nona muda melampiaskan kemarahannya seperti tadi, bahkan... "
"Nuvenna, katakan... " Desak Arnest Tyaga.
"Sudah beberapa tahun, jika Nona merasa kesal ataupun merasa marah, Nona selalu melakukan hal seperti tadi. Bahkan lebih parah dari ini." Balas Nuvenna.
"Sudah selama itu?" Tanya Arnest Tyaga seolah tidak percaya.
"Benar Tuan."
"Kenapa kau tidak pernah memberitahuku Nuvenna?" Tanya Arnest Tyaga menyipit.
"Maaf Tuan, saya... "
"Saya gagal, Nuvenna... Apakah sebagai seorang Ayah saya tidak cukup perhatian kepada Trix?" Balas Arnest Tyaga mengusap keningnya.
"Itu tidak benar Tuan, anda adalah seorang Ayah yang sangat sempurna," Balas Nuvenna berusaha menenangkan hari tuannya.
"Tapi... Lihatlah Trix, jujur... Aku merasa takut Nuvenna, kau tahu sendiri. Hal yang paling aku takutkan selama ini."
"Saya mengerti Tuan, tapi saya yakin, mungkin saat ini kondisi Nona muda hanya sedang tidak stabil saja, kecapean. Dan sebentar lagi pasti akan membaik. Tuan tidak perlu khawatir." Balas Nuvenna.
"Semoga saja Nuvenna."
"Iya Tuan." Jawab Nuvenna, wanita yang yang sudah puluhan tahun bekerja sebagai pelayan pribadi keluarga Alessio.
* * * * *
Bersambung...