Alyosha melihat sesuatu yang nampak menarik atensi nya begitu dalam. Ia melangkah perlahan ke depan tanpa ada yang menyuruhnya. Ia mengarah ke sebuah karya seni yang juga sedang dipandangi oleh banyak orang.
Lukisan seorang wanita dengan setelan jas yang rapi. Wanita itu cantik, anggun, dan tangguh dalam waktu yang bersamaan. Ia melihat itu semua dengan seksama, berusaha meyakinkan hati dan pikirannya dengan apa yang ia lihat sekarang.
Lukisan itu seperti sebuah foto yang sangat jelas. Sangat jelas menggambarkan sosok wanita itu, setiap inci bagian tubuhnya tergambar dengan begitu indahnya. Seperti dikerjakan selama puluhan tahun. Alyosha tertegun, terdiam, dan terpesona melihatnya.
Ia bertanya-tanya siapa yang telah melukis lukisan tersebut. Ia ingin bertanya darimana orang itu dapat menggambar sosok yang 99,9 persen persis seperti dirinya? bahkan sampai ke warna kulit saja hampir sama persis. Kalau dari jarak satu meter saja orang-orang pasti akan mengira itu adalah foto yang dicetak dan diperbesar. Tapi nyatanya tidak, itu adalah sebuah lukisan yang nyata dan dibuat manual menggunakan tangan yang lihai dan penuh kesungguhan dalam membuatnya.
"Siapa yang melukis lukisan itu?" tanya Alyosha.
"Saya yang melukisnya," sahut seseorang di belakang Alyosha dengan pelan.
Alyosha yang mendengar itu langsung menoleh dan berpaling ke belakang. Ia menemukan seorang lelaki tampan yang menatapnya ragu-ragu. Entah kenapa aura Alyosha terlalu menguasai atmosfer yang ada di sana.
"Jadi anda yang melukis lukisan itu? suatu keberuntungan bagi saya bisa bertemu dengan anda secara langsung," ujar Alyosha dengan senyum khas nya. Senyum yang selalu ia tampilkan di depan para kolega bisnisnya, baik itu bisnis kotor ataupun bersihnya.
"Juga suatu keberuntungan dan kehormatan bagi saya bisa bertemu dengan anda secara langsung. Perkenalkan, nama saya Kawali Ryou." Ryou mengulurkan jabatan tangan pada Alyosha. Yang uga dibalas dengan jabatan tangan dari Alyosha.
Penampilan ini begitu formal, begitu kaku seperti pertemuan rekan bisnis. Elisio ingin pertemuan ini sedikit lebih mesra dan hangat seperti pertemuan calon kekasih. Ia harus mengingatkan Ryou untuk bertindak lebih dari itu.
Ia lalu mengambil ponselnya, lalu mengetikkan sebuah pesan yang ia tujukan untuk Ryou.
TING
Sebuah pesan masuk, percakapan antara Alyosha dan Ryou pun terhenti sejenak.
'Astaga, aku harus bagaimana? aku...aku sudah lama tidak bersikap romantis pada seorang wanita. Tapi Tuan Elisio terus memperhatikan aku, dia pasti akan kecewa kalau interaksi kami tidak menarik sama sekali.'
Ryou membatin gusar, ia bingung caranya membuat seorang wanita tergoda atau terpesona padanya. Karena pada dasarnya ia sendiri baru sekali dalam seumur hidup nya menjalin sebuah hubungan, dan itupun si pihak wanita yang lebih banyak memberikan perhatian pada nya. Ia sangat payah dalam urusan romansa.
"Saya...saya sebenarnya melukis lukisan ini karena saya terinspirasi dari anda." Ryou mengucapkan itu tanpa melihat ke arah Lyosha, melainkan ke arah lukisan tersebut.
Alis Lyosha naik sebelah, ia lalu berkata. "Benarkah? bukankah kita tidak pernah bertemu?"
"Saya orang yang hidupnya berpindah-pindah, dan kebetulan ketika saya sedang mencari inspirasi. Saya melihat anda di sebuah taman sembari membagikan makanan untuk anak-anak kurang beruntung. Aku melihat itu adalah hal yang sangat mulia, apalagi sekarang ini orang banyak lupa akan kehidupan orang-orang yang lebih membutuhkan," ujar Ryou masih tanpa menatap Alyosha. Senyumnya mengembang begitu saja tanpa ia sadari, dan itu terlihat jelas. Alyosha sampai ikut tersenyum melihatnya.
Sebuah pesan masuk lagi ke dalam ponselnya Ryou, dan isinya sama. Ryou tambah gusar. Bukan, bukannya ia tidak mau diperintah oleh Elisio, tapi ia masih bingung bagaimana caranya untuk membuat Alyosha tertarik padanya.
Ryou mati akal dalam urusan asmara, tidak ada jalan lain selain melakukan rencana dadakan miliknya.
"Sebenarnya ada alasan lain kenapa saya menjadikan anda sebagai inspirasi saya dalam melukis," ujar Ryou.
Manik mata Alyosha bergerak, bertanya tentang apa yang dimaksud Ryou.
"Apa itu?" tanya Alyosha.
"Saya...mencintai anda," ujar Ryou. Dia rasanya ingin menampar dirinya sendiri yang terlalu mudah mengatakan hal tersebut.
Alis Alyosha mengerut, ia melirik Ryou dengan ekspresi yang tidak bisa dijelaskan. Ia tidak menampilkan senyuman hangat seperti tadi.
Ryou yang tidak mendapat balasan dari Alyosha lalu melirik dari sudut matanya, dan mendapati Alyosha yang tanpa kata pergi dari sana.
Elisio yang melihat itu mulai kelabakan, ia langsung menghampiri Alyosha yang hendak meninggalkan acara pameran karya seni tersebut.
"A-ada apa kak?" tanya Elisio sembari menahan Alyosha agar tidak pergi dari sana.
"Aku mulai merasa jengah di sini. Biarkan aku kembali ke rumah," balas Alyosha dingin, ia menepis tangan Elisio.
"T-tapi kita baru saja sampai," balas Elisio dengan wajah pucat. Ia tidak mau apa yang ia rencanakan hancur begitu saja.
"Elisio!" seru Alyosha dengan tatapan tajam yang begitu dalam, meskipun secara fisik ia lebih besar daripada Alyosha. Tapi tetap saja aura Alyosha lebih mendominasi di sana.
Kalau sudah begini maka ia tak bisa membujuk kakaknya lebih lama lagi. Ia lalu menepi dan memberi jalan pada wanita bersurai oranye tersebut untuk pergi dari sana.
Ryou masih bengong di tempat ia berdiri, dengan tanda tanya yang memenuhi seisi kepalanya. Ia heran kenapa wanita itu bisa sangat marah padanya hanya karena ia mengatakan kalau dirinya mencintai Alyosha?
Ryou lalu menghampiri Elisio, ia masih bertanya-tanya dengan situasi sekarang. Ia tidak tahu entah Alyosha marah karena cara dirinya mengungkapkan perasaan yang salah, atau karena dirinya yang terlalu cepat mengungkapkan perasaan tanpa pengenalan terlebih dahulu. Atau mungkin...Alyosha tidak suka bila ada yang mengungkapkan perasaan padanya. Tidak ada yang tahu selain Elisio dan orang terdekatnya yang lain.
"Kenapa kau membuatnya marah?" tanya Elisio hampir emosi. Tapi ia berusaha untuk tetap kalem dan berwibawa di depan Ryou.
"S-saya t-tidak tahu," jawab Ryou terbata-bata. "Saya hanya mengatakan kalau saya punya perasaan padanya. Saya berpikir hal itu akan membuatnya merasa senang."
Elisio mengusap wajahnya kasar, ia lupa untuk memberi tahu Ryou kalau kakaknya itu punya masa lalu kelam tentang asmara. Alyosha tidak bisa dengan mudahnya menerima pernyataan cinta dari lelaki. Apalagi untuk lelaki yang baru ia kenal.
Alyosha menganggap lelaki yang mudah mengatakan perasaannya adalah lelaki yang tidak konsisten. Entah kenapa, tapi yang pastinya ia berpikir kalau lelaki seperti itu juga akan dengan mudahnya mengatakan hal yang sama kepada wanita lain.
"Oke, tetap lanjutkan acara pameran ini," titah Elisio. "Saya akan membujuk kakak saya agar mau kembali lagi ke sini. Dan kalaupun tidak bisa maka kita akan membicarakan ini lain kali."