Goresan 22 ; Maaf
"Aku kira kamu itu bahagia. Nyatanya, kamu juga luka."
- Arunika Nayanika Nabastala
-------
Shhtt
Suara ringisan itu membuat Arunika, menatap laki-laki didepannya dengan tatapan bersalahnya, sudah banyak sekali yang Alterio lakukan demi dirinya akhir-akhir ini. Lalu, sekarang Arunika harus kembali menarik laki-laki itu masuk kedalam sebuah masalah yang bahkan dia tidak perlu ada.
"Lagian ngapain lo bantuin gue?" Arunika menaruh obat ditangannya kedalam kotak P3K.
"Kenapa? Lo nggak suka? Tapi gue lebih nggak suka kalau lo dihina."
Gadis itu tertawa pelan dengan ucapan Alterio, sejak kapan laki-laki itu perduli?
"Udah biasa kalau masalah dihina, Al." Ia menjeda perkataanya, dengan tawa renyah.
"Tapi, gue nggak akan pernah marah apapun yang Sandyakala lakukan." Gadis itu berdiri dan menaruh kotak P3K kembali pada tempatnya, mendekati wastafel dan mulai mencuci tangan disana.
"Gila lo ya, cinta sih cinta tapi jangan bego." Sarkas Alterio, membuat Arunika lagi dan lagi tertawa.
Alterio berdiri dari atas ranjang UKS yang ia duduki, membuat Arunika berbalik dan menatap Alterio yang berjalan mendekat kearahnya.
Laki-laki itu semakin dekat dengan Arunika, membuat gadis itu mundur dan mundur. Namun sayang, tubuhnya terbentur oleh tembok dan itu tandanya ia sudah sampai dibatas ruangan ini.
"Al, ngapain sih? Gue tonjok baru tau rasa lo." Tatap Arunika dengan wajah dinginnya.
"Tonjok aja, kalau gue kenapa-kenapa lo yang bakal disalahin sama nyokap dan bokap."
"Tukang ngadu." Arunika menatap Alterio tajam, yang ditatap balik malah menatap Arunika dengan tatapan hangatnya.
Wajah Alterio mendekat kearah Arunika, gadis itu menahan nafas dan tangannya sudah terkepal kuat, takut-takut jika Alterio melakukan sesuatu yang akan membuat semua runyam.
"Jangan berani-berani tambah deket, Al."
Nyatanya laki-laki itu malah semakin mendekatkan wajahnya pada wajah Arunika, menatap bibir mungil itu.
Sadar Al, sadar.
Gila, udah deket gas ajalah.
Dua perdebatan batin dalam diri Alterio, membuat laki-laki itu menghela nafas dan menjauhkan dirinya pada Arunika, bahkan entah sejak kapan kedua tangan Alterio sudah mengunci kanan dan kiri tubuh Arunika. Laki-laki itu membenarkan posisinya.
"Sorry, sorry gue cuman bercanda." Alterio tertawa pelan diakhir perkataanya.
Arunika memutar bola matanya malas, dan mulai berjalan keluar UKS sudah lengah dari banyaknya orang karena bel memang sudah berbunyi sejak lima belas menit yang lalu.
Gadis itu terus berjalan, meninggalkan Alterio yang terus memanggil namanya. Sama sekali tidak digubris oleh sosok itu.
"Nay, gue cuman bercanda."
Perkataan Alterio mampu membuat gadis itu berhenti, menarik sebelah alisnya bingung.
Nay? Naya? Mengapa Alterio menyebutnya dengan panggilan sosok yang selalu membantunya sejak kecil?
Alterio menghela nafas, kala Arunika berhenti. Laki-laki itu sampai ngos-ngosan sendiri karena gadis itu berjalan seperti berlari, cepat sekali.
"Tadi lo panggil gue Nay? Naya?" Arunika menatap Alterio penuh selidik.
Mampus!
Untung saja laki-laki itu dengan mudah menetralisir kan raut wajahnya, tanpa perlu kelihatan seperti orang kaget didepan Arunika. Dasar wajah dingin.
"Iya kenapa? Gue cuman pengen manggil yang beda aja."
"Nggak usah panggil gue dengan nama tengah gue, gue nggak suka." Arunika kembali berjalan meninggalkan Alterio yang terdiam ditempatnya.
°°°
Sandyakala meringis kala sudut bibirnya yang begitu perih.
Jika kalian bertanya apakah laki-laki itu sudah berada dikamarnya? Tentu saja belum, karena Sandyakala masih duduk diatas motor Vespanya dengan raut wajah babak belur, bahkan sudut bibirnya yang berdarah sama sekali belum diobati.
Setelah Arunika meminta tolong untuk membawakan Sandyakala pada Zidan dan Alerio, laki-laki itu menolak ia berucap bahwa semua baik-baik saja. Namun, ia berbohong rasanya sangat sakit sekali wajahnya.
Gadis dengan kuncir kuda berjalan terburu-buru dikoridor sekolah, melewati parkiran khusus motor. Arunika berhenti dan menatap Sandyakala yang tak hentinya memegang sudut bibirnya yang robek.
Arunika menghela nafas, ia mengeluarkan sebuah sapu tangan berwarna biru dari tasnya dan mulai melangkahkan kaki menuju Sandyakala.
Setelah sampai didepan laki-laki itu, tiba-tiba ia mengulurkan sapu tangan itu, membuat Sandyakala yang sedang menunduk dengan tangan yang memegang sudut bibirnya, mendongak menatap siapa yang mengulurkan sapu tangan itu.
Netra abu-abu nya bersitatap dengan mata hitam pekat, yang selalu menyembunyikan luka itu. Sejenak, mereka saling pandang tanpa memutuskan tatapan satu sama lain. Hingga, tepukan seseorang dibahu Arunika membuat gadis itu tersadar.
Ia berbalik dan menatap Alterio, dengan raut wajah datar tentu saja.
"Mumpung ada Alterio ada Sandyakala juga, gue mau kalian saling minta maaf."
Sontak Alterio dan Sandyakala menggeleng bersamaan.
"Kenapa?" Arunika mengerutkan dahinya tak mengerti.
"Dia udah menghina lo."
"Gue nggak salah."
Jawaban yang berbeda namun dengan menit yang sama, membuat Arunika menghela nafas.
"Astaga, gue nggak mau tau. Gue nggak akan mau ketemu kalian lagi, walaupun gue tau Sandyakala malah bakal seneng karena gue nggak ganggu dia lagi." Arunika tertawa renyah dengan perkataanya sendiri.
"Nggak!" Jawab Alterio dan Sandyakala bersamaan lagi.
"Makanya yang bener, kalian harus saling minta maaf." Jawab Arunika tak mau kalah.
"Maaf." Sandyakala menatap mata coklat Alterio dengan tatapan tajam miliknya.
"Maaf." Sahut Alterio tak kalah singkat dan menatap tajam mata abu-abu milik Sandyakala.
Arunika tersenyum dan memberikan masing-masing jempolnya pada Alterio dan Sandyakala. Ah, gadis itu tidak menyadari jika senyumnya bisa membuat dua laki-laki itu ikut tersenyum bersamaan tanpa sadar.
"Oke, gue pulang." Arunika berjalan menjauh dari mereka. Namun, langsung dicekal oleh dua laki-laki itu.
"Apa?" Arunika melepaskan kedua lengannya dari dua laki-laki berbeda itu. Jika begini, nanti ia akan benar-benar dibilang cewe gampangan oleh mata-mata yang tidak tahu apa-apa.
"Katanya mau ke rumah sakit, jenguk Mama." Alterio menatap Arunika dengan tatapan memohon nya.
"Gue tadi udah bilang kan, lo harus bareng gue. Lagian, gue nggak nerima penolakan."
Arunika menggeleng-ggelengkan kepalanya melihat dua laki-laki yang terkadang menyebalkan juga terlalu kekanak-kanakan ini.
"Gue nggak mau bareng siapa-siapa hari ini, gue nggak mau bikin kalian berantem lagi. Gue jenguk Mami hari Sabtu aja Al, dan Sandyakala gue bareng lo nanti." Arunika kembali berjalan setelah mengatakan perkataanya.
Gadis itu sampai memijit pelipisnya sendiri dengan apa yang terjadi hari ini, semua begitu saja cepat terjadi bahkan rasanya ingin sekali Arunika membenturkan kedua kepala laki-laki itu.
Kenapa juga mereka menjadi berubah begini? Ah iya, Arunika hanya geer saja. Benar, itu hanya perasaanya saja.
Tanpa Arunika sadari. Alterio dan Sandyakala sama-sama menatap kearah punggung rapuh yang kini sudah hilang ditelan belokan, bersaman dengan perasaan tidak menentu milik mereka.
Berusaha membuat mereka sama-sama mengerti jika disini Arunika terlihat ditarik ulur.
••••