Chereads / REWRITE THE STAR'S / Chapter 4 - Penolakan

Chapter 4 - Penolakan

Goresan 3 ; Penolakan

"But I can't help fall for you, over and over again."

- Reza Darmawangsa

----

Arunika menatap pantulan dirinya dicermin, lagi-lagi matanya bengkak karena semalaman menangis. Tangannya terulur untuk mengambil kacamata dengan bentuk bulat miliknya. Untung saja, dia punya kacamata Non-minus.

Jam masih menunjukan pukul enam pagi. Tapi, gadis itu sudah siap dengan seragam olahraga sebagai pakaian awal paginya. Hari ini adalah hari Jum'at dan setiap hari Jumat pagi, sekolah Arunika akan melakukan rutinitas olahraga. Termasuk dirinya, tentu saja.

"Pagi Nona, Arunika..." Suara pelan dari arah belakangnya, saat gadis itu baru saja menginjakan kakinya dianak tangga terakhir, membuat ia berbalik dan menatap wanita yang sudah tak lagi muda itu dengan senyuman.

"Pagi Binu.." Arunika menampilkan deretan giginya yang rapi. Membuat Binu tersenyum.

Binu adalah sebutan untuk Bibi Nunung wanita yang sudah menginjak usia empat puluh tahun itu, sudah bekerja dirumah Arunika saat dirinya dan sang kakak masih kecil.

"Nona mau sarapan? Atau Binu bawain bekal aja ya." Arunika menggeleng.

"Nggak usah, Binu." Binu menatap wajah Arunika begitu dekat, membuat gadis yang ditatap seperti itu menarik sebelah alisnya bingung. Dengan sikap Binu.

"Nona habis nangis ya?" Arunika cepat-cepat menggeleng.

"Nggak kok Binu. Yaudah Arunika berangkat ya, bye Binu." Arunika buru-buru keluar dari rumah minimalis bertingkat dua itu, setelah menyalimi tangan Binu.

Netra hitam perempuan itu, menatap mansion berwarna putih gading sebelah rumahnya. Ia menepuk dahinya kala sebuah tembok besar berhasil menghalangi pandangannya untuk melihat sosok Sandyakala. Buru-buru ia berjalan keluar dari pekarangan rumahnya dan mulai berjalan melewati pagar yang menjulang tinggi itu, pemisah antara rumah besar yang berdiri angkuh itu, dengan jalanan didepannya. Helaan nafas terdengar keluar, kala ia tidak bisa melihat targetnya yang belum kelihatan batang hidungnya. Masih pagi juga, mana mungkin Arunika membelokan langkahnya kerumah Sandyakala. Yang ada nanti ia akan ditolak oleh calon ibu mertuanya. Ehek!

***

Suara musik bergema keseantero SMA Guardian, membuat beberapa siswa dan siswi yang memang menyukai musik dengan genre dangdut bergoyang asik, mereka seperti melupakan beban jiwa yang mungkin saja bisa membuat gila.

Percayalah, lautan manusia yang berdiri dilapangan upacara, lapangan yang lebih luas dari lapangan lain lain di SMA Guardian, lebih seperti lautan manusia yang sedang menonton konser dangdut besar-besaran.

Mereka bergoyang asal, yang penting enjoy.

Begitulah kata yang terdoktrin dimasing-masing kepala. Padahal, didepan sana sudah ada instruktur senam yang sudah memperlihatkan gerakan senam.

"Anjai, musiknya enak bener." Edo, sosok yang selalu menjadi penari latar asal-asalan dikelas, bergoyang heboh. Banyak pasang mata yang menatap sosok itu. Begitulah kelas XII IPS 1 yang bobroknya sampai ke ubun-ubun.

Tak terlalu jauh seperti teman-temannya yang absurd. Arunika mulai bergoyang dengan gerakan loyo, membuat teman-teman nya tertawa. Selalu saja begitu.

Butuh waktu dua jam sejak musik pertama senam diputar, berakhir dengan kegaduhan yang diciptakan beberapa siswa-siswi dan lebih dominan oleh XII IPS 1. Akhirnya senam itu selesai.

Arunika duduk dikantin dan bergabung bersama teman-teman nya yang lebih dominan laki-laki semua. Gadis itu tidak banyak memiliki teman, bahkan sosok sahabat saja tidak. Dulu memang Arunika punya. Tapi karena rasa kecewa yang sahabatnya torehkan, membuat ia berhenti mempercayai adanya sosok baik yang disebut sahabat di dunia ini.

Netra hitam itu berbinar, kala melihat siapa yang baru saja masuk kedalam kantin. Sandyakala dengan baju olahraganya yang basah beberapa keringat bahkan jatuh di dahi laki-laki itu. Membuat sosoknya tambah tampan saja. Ngomong-ngomong soal rambut Sandyakala, laki-laki itu memiliki potongan rambut seperti seorang Abdi Negara.

Entahlah, apakah laki-laki itu memiliki cita-cita sebagai seorang Abdi Negara. Jika iya, negara saja akan dilindungi oleh Sandyakala apalagi dirinya? Sadarlah Arunika, jangan berharap lebih! Dilihat saja tidak uhuk!

Belum langkahnya sampai dihadapan Sandyakala. Perempuan berambut panjang berwarna pirang, dengan bandana yang menghiasi rambut indahnya mendekati Sandyakala dengan sebotol air mineral dingin. Sejenak, langkah Arunika terhenti.

"Sandyakala, aku Anna Pertiwi dari XII IPA 1. Ini minum buat kamu." Gadis pemilik rambut pirang itu memberikan botol air mineral dingin kearah Sandyakala.

Arunika yang melihat dan mendengarkan perkataan Anna tidak tinggal diam, ia berbalik dan membeli minuman dengan warna merah yang biasanya suka dibeli oleh teman-teman laki-lakinya. Ia kembali kearah Sandyakala, dengan wajah memerah.

Anna Pertiwi adalah gadis yang terkenal diseantero SMA Guardian, mungkin saja setan sekolah ini, bahkan sekolah-sekolah tetangga juga mengenal gadis itu. Gadis pemilik rambut panjang berwarna pirang alami itu adalah blasteran Jerman-Indonesia. Terkenal akan kepintaran dengan berbagai prestasi yang ia raih dibidang akademik juga non-akademik, membuat ia menjadi kesayangan guru-guru. Cantik, baik, lembut tutur katanya. Ah iya, jika dibandingkan dengan Arunika sangat berbanding terbalik sekali, Arunika biasa-biasa saja, tidak blasteran, tidak memiliki prestasi dibidang akademik dan mungkin juga non-akademik, dunianya hanya tentang melukis. Jika Anna keluar masuk ruang guru, ruang BK juga ruang kepala sekolah karena ia adalah murid berprestasi. Sedangkan Arunika, masuk kedalam sana ya karena kasus yang suka ia buat, ulah luar biasa yang menjadikannya sosok Arunika Nayanika yang terkenal akan ke badungannya. Lihat saja nanti, ia akan memasukan nama Anna Pertiwi dalam buku hitam bertuliskan musuh! Lihat saja.

Arunika berjalan mendekati mereka berdua, dengan langkah cukup cepat. Juga dengan telapak tangan yang memegang erat botol minuman dingin berwarna merah itu. Tanpa gadis itu sadari, jika sejak tadi Sandyakala sudah menyadari keberadaan gadis itu, lewat ekor matanya.

"Thanks." Sandyakala menerima uluran minuman yang Anna berikan, dengan ekor mata yang kembali melirik sosok Arunika yang semakin dekat kearah keduanya. Sedangkan Anna, tentu saja tersenyum bahagia karena gadis itu pikir, ini adalah awal yang baik untuknya.

"Ambil ini aja, jangan minum itu." Arunika mengambil paksa botol yang ada ditangan Sandyakala dan menggantinya dengan botol minum miliknya.

"Lo nggak berhak, nentuin pilihan gue." Sandyakala menatap Arunika dingin, lalu mengembalikan minuman yang gadis itu berikan dan kembali mengambil botol minuman yang Anna berikan.

Arunika hanya bisa memperhatikan Sandyakala yang berlalu dari hadapannya, keluar dari kantin. Dengan pandangan yang terus memperhatikan punggung tegap itu, yang hilang ditelan belokan.

Sebuah tangan menyentuh pundak Arunika, membuat gadis itu kembali kealam sadarnya. Ia melihat Mbak Siti, penjual yang baru saja Arunika beli minumannya ada dibelakangnya.

"Arunika, kamu belum bayar minumannya. Udah main kabur aja, lima ribu mana."

Dan detik itu juga jika boleh memilih, rasanya Arunika ingin berubah jadi umbi-umbian saja.

••••