Goresan 7; Mesin Waktu
Jika aku punya mesin waktu, bolehkan aku mengulang masa itu?
- Unknown
----
Arunika berjalan keluar dari kamarnya, ia menuruni tangga kala tidak ada suara dari orang-orang rumah yang masuk dalam indra pendengarannya.
Helaan nafas mulai terdengar, kala rumah ini benar-benar kosong, atmosfer ruangan yang begitu hangat digantikan dengan dinginnya kenangan yang tidak bisa diulang dengan cara apapun.
Netranya menatap tiap figura yang terpampang didinding rumah, dekat tangga bahkan setiap sudut didalam rumah ini. Senyum yang tercipta bukan senyum palsu yang bahkan mampu membuat muak siapa saja yang melihat.
Jika ditanya apakah ia rindu suasana dahulu? Tentu saja iya. Karena setiap kenangan itu tidak bisa ia putar kembali, dimana sang Papa yang tidak pernah memukulnya dan selalu tersenyum hangat dengan apapun hasil yang ia dapatkan. Tidak ada teriakan Mama yang mencaci maki setiap usaha yang sudah ia kerahkan dan selalu tersenyum begitu hangat dengan makanan buatan Mama, telur sayur.
Makanan yang menjadi favorit Arunika disaat ia menjadi juara kelas, disaat ia bisa membanggakan kedua orangtua nya.
Teriakan dan tawa yang saling bersautan dari dua orang anak perempuan berbeda usia. Memenuhi atmosfer ruangan ini, menambah kehangatan Mansion megah ini. Tapi, itu dulu.
Ingatannya menariknya jauh kebelakang, mengingat kenangan yang sudah lama ia simpan dalam kotak memori, membuat kesedihan itu datang silih berganti. Mengingat lagi hal yang tak ingin kembali.
Desember, 2015
Gadis dengan gaun berwarna putih mengetuk pintu kamar disampingnya, dengan senyum manis khas tak pernah luntur dari bibir mungilnya. Ketukannya semakin kuat dipintu berwarna putih itu, kala sang kakak tak juga keluar dari kamarnya.
"Kak Gina Nayanika Nabatalaaa…" Teriakan nyaring milik gadis itu, membuat sosok yang sejak tadi ia tunggu kehadirannya membukakan pintu untuknya.
"Kak, lihat deh aku udah cantik belum?" gadis itu memutar tubuhnya dan sedikit menaikan gaun putih miliknya, layaknya putri kerajaan yang sedang menari.
Gina menurunkan kacamatanya dan menutup buku ditangannya. Menatap sang adik dari atas sampai bawah, yang ditatap malah semakin mengembangkan senyumnya, kala sebentar lagi akan mendapatkan sebuah kata pujian dari sang kakak.
"Always perfect." Perkataan yang keluar dari bibir Gina, membuat gadis itu tersenyum senang.
"Aku ganti baju dulu ya kak," Belum mendapatkan persetujuan dari sang kakak, gadis itu sudah berlari kembali masuk kedalam kamar miliknya yang berada tepat disebelah Gina. Gina tersenyum.
"Dasar Arunika.." desisnya dengan tawa pelan dan kembali masuk kedalam kamar tanpa menutup pintu itu kembali, karena ia tau sang adik akan kembali masuk.
Arunika masuk kedalam kamar Gina, setelah selesai mengganti gaun miliknya dengan baju santai, membanting tubuh mungil itu diatas kasur kesayangan sang kakak.
"Kak, masa ya aku selalu dapet kertas pesawat tau akhir-akhir ini." Arunika membuka suaranya, dengan pandangan yang menatap langit-langit kamar sang kakak yang hanya dihiasi warna putih, berbeda dengan langit-langit kamarnya yang ia hiasi dengan awan putih.
"Kamu punya pacar ya? Kakak bilangin Papa sama Mama loh." Gina membuka suaranya, meski pandangannya masih fokus dengan buku ditangannya.
"Enak aja, ya enggak lah kak. Aku nggak mau pacar-pacaran tau, lagian juga ya aku masih kecil." Arunika tertawa pelan.
"Apa isinya?" Tanya Gina lagi.
"Sama seperti nama kamu yang berarti cahaya dipagi hari, kamu seperti pagi yang mampu membuat semua orang kembali semangat dihari yang baru. Begitu juga aku."
"Penganggum rahasia." Pernyataan milik Gina, membuat Arunika mengedikan bahu tanda tidak tahu.
Arunika tersadar dari lamunanya, ia menghela nafas kala ingatannya membawanya benar-benar mengingat semua hal termasuk sosok yang selalu mengiriminya pesawat kertas.
◦◦◦◦
Sandyakala mengacak rambutnya frustasi, kala ia mengingat perkataanya kemarin sore dipelataran sekolah, mengapa ia jadi begitu perduli dengan cewe gila itu? Mengapa juga kemarin ia malah datang kerooftop hanya untuk mencari cewe gila itu dan memberinya sedikit wejangan. Memang dia siapa? Sandyakala memang bodoh.
"Bodoh banget sih gue." Desisnya sambil mengacak rambut.
Netra abu-abunya menatap jam dinding diatas tempat tidurnya, ia menghela nafas kala tidak butuh waktu lama dan Arunika akan datang kerumahnya. Maminya akan mengatakan hal-hal yang tidak-tidak tentangnya.
Nasi sudah menjadi bubur adalah pepatah yang tepat untuk sosok Sandyakala kali ini, percuma saja ia menyesali perbuatannya yang tidak akan pernah berubah hanya dengan sebuah perkataan menyesal.
Ketukan dipintu membuat Sandyakala menatap pintu coklat itu, ia menghela nafas tidak boleh terlihat gugup didepan sang Mami yang malah akan membuat dirinya malah terlihat seperti maling yang ketahuan mencuri saja.
Langkah kakinya membawanya untuk mendekati pintu, memutar gagang pintu dan berakhirlah pintu terbuka menampilkan sosok wanita berusia tiga puluh lima tahun dengan senyum khasnya menatap Sandyakala.
"Sayang, Mami minta tolong beliin keperluan ini dong disupermarket depan." Maminya memberikan kertas dan atm.
"Tapi Mi—" belum perkataan Sandyakala selesai, sang Mami sudah memotong kembali.
"Tolong Mami ya sayang, Papi nanti malam mau pulang. Mami mau buatin pancake kesukaan Papi." Sandyakala melihat tatapan sang Mami yang menyiratkan betapa rindunya sang Mami dengan Papinya. Maklum Papi Sandyakala adalah Tentara AU yang selalu membawa pesawat-pesawat militer terbang.
"Iya Mi." Sandyakala tersenyum dan mengangguk.
"Makasih sayang.." Maminya juga tersenyum begitu hangat.
Akibat senyuman dan tatapan sang Mami, membuat ia lupa jika Arunika juga akan kerumahnya disaat sang Papi akan pulang. Membuat semuanya akan semakin runyam saja.
Netra abu-abu itu menangkap sosok yang sangat ingin ia jahui, mengapa semesta mempertemukan mereka disini? Ah iya, Arunika lupa jika mereka tetangga.
Sialnya, semesta seakan mempermainkannya karena Sandyakala sudah berusaha untuk bersembunyi malah ketahuan oleh gadis itu. Wajahnya tetap dalam mode dingin.
"Sandyakala…" Arunika tersenyum begitu manis dan menampilkan deretan giginya yang rapi.
Sandyakala memutar bola matanya malas dan kembali berjalan, namun dengan secepat kilat Arunika kembali menghentikan langkahnya, dengan senyum yang masih merekah gadis itu menatap Sandyakala yang mau tidak mau harus menghentikan langkahnya.
"Sandyakala mau kemana?" Pertanyaan yang bodoh Arunika, padahal mereka berdua sudah berada didepan supermarket.
"Nggak punya mata?" Sandyakala menatap Arunika nyalang.
"Punya nih, gue punya mata." Arunika menunjuk matanya dan tersenyum didepan Sandyakala, membuat laki-laki itu menepuk jidat Arunika pelan dan berjalan meninggalkan gadis itu. Membuat Arunika buru-buru mengikuti Sandyakala yang sudah mulai masuk kedalam supermarket.
Didalam supermarket Arunika membantu Sandyakala, karena Sandyakala masih kebingungan untuk mencari bahan-bahan yang Maminya butuhkan.
"Sandyakala, kalau lo dipinjemin mesin waktunya Doraemon, lo mau mengulang apa?" Arunika bertanya saat keduanya sudah berjalan keluar dari supermarket untuk kembali pulang.
"Mengulang waktu dimana, gue nggak mau ketemu cewe gila kaya lo." Arunika tertawa pelan dengan perkataan Sandyakala.
"Kalau gue, mau balik kelembar bahagia."
Sandyakala terdiam, ia masih mencerna kata-kata gadis yang mulai berjalan zig-zag meninggalkannya dibelakang.
"Sandyakala! Ayo!" Teriakan Arunika, membuat Sandyakala kembali kelam sadarnya.
••••