Goresan 8 ; Hangatnya Keluarga Sandyakala
Terima kasih, setidaknya aku mengerti bagaimana merasakan hangatnya keluarga.
- Arunika Nayanika
----
Arunika masuk kedalam pagar rumahnya, kala Pak Satpam laki-laki yang sudah berkepala empat itu melihat sosok anak dari majikannya dan membukakan pagar hitam yang berdiri sangat tinggi itu untuk Arunika.
"Makasih ya Pak." Arunika tersenyum sopan, membuat Pak Satpam juga membalas senyuman Arunika dan membungkuk sopan.
Langkah gadis itu semakin memasuki pelataran Mansion megah itu, matanya memincing kala melihat mobil sang Papa terparkir disamping mobil Mama dan mobilnya. Tapi, mobil sport dengan harga fantastis yang juga terparkir dipelataran Mension, milik siapa? Ia menghela nafas, Papanya tidak memiliki niat akan menjual dirinya dengan laki-laki tua bangka kan?
Arunika kembali berjalan untuk masuk kedalam Mansion, semakin dengan pintu utama, indra pendengarannya mendengar sebuah tawa yang salah satunya tidak asing dipendengarannya. Menarik nafas dan kembali menghebuskan, lalu wajahnya berubah menjadi sosok Arunika yang dingin.
"Sayang.." Panggilan sang Mama masuk kedalam indra pendengarannya membuat Arunika menatap dua keluarga dan matanya membulat sempurna kala melihat sosok siapa yang ada disana.
"Arunika, sini.." Suara Mamanya membuat ia kembali kealam sadarnya, membuat Arunika mau tidak mau mendekat kearah mereka.
Arunika duduk disebelah sang Mama.
"Ini anak kedua kami, Arunika Nayanika Nabastala." Mama memperkenalkan Arunika.
"Mereka pasti sudah saling mengenal, bukannya mereka satu sekolah?" Mama dari sosok laki-laki yang Arunika kenali tersenyum begitu hangat kearah Arunika.
"Eh iya kah? Papa sampai nggak tau loh, Al." Papa dari sosok laki-laki itu juga menimpali.
"Kamu sih terlalu sibuk kerja." Timpal Papa Arunika, membuat mereka tertawa kecuali Arunika dan sosok laki-laki itu.
"Al, ayo kenali diri kamu, kayanya Arunika lupa. Kalian kan nggak satu kelas ya."
"Alterio Albert Baswara." Tangan Alterio terulur. Sejenak, Arunika hanya diam tak bergeming menatap uluran tangan milik Alterio.
"Arunika." Sang Mama memegang bahu Arunika, membuat gadis itu kembali kealam sadarnya.
"Arunika Nayanika Nabatala." Tangan milik Arunika menjabat tangan milik Alterio.
"Kalian ngobrol coba, biar saling kenal satu sama lain." Mama Arunika kembali membuka suaranya setelah mereka berdua hanya diam.
"Arunika ajak Alterio ketaman belakang, Papa tau kalian butuh privasi." Papa Arunika menggoda mereka berdua.
Arunika berdiri dari duduknya dan terlebih dahulu berjalan meninggalkan Alterio yang bahkan belum berdiri dari duduknya.
"Om, Tante. Saya kebelakang dulu." Mama dan Papa Arunika mengangguk bersamaan.
Disinilah mereka berdua, ditaman belakang rumah Arunika. Mata gadis itu tak henti menatap rumah disebelahnya, membuat Alterio diam-diam mengepalkan tangannya.
"Gue pikir, lo tau kalau kita dijodohin."
Arunika membulatkan matanya sempurna, kala pernyataan Alterio masuk kedalam indra pendengaran. Dia tak salah dengarkan? Perjodohan?
"Apa lo bilang? Perjodohan?" Arunika menatap Alterio dengan tatapan tak percayanya. Tanpa Arunika tahu, jika sejak tadi Alterio menahan gemas ingin mencubit gadis itu, karena begitu mengemaskan dimatanya.
"Kita nggak bisa nolak, ini semua demi keberlangsungan bisnis Nabatala dan Baswara."
Arunika terdiam, karena perkataan Alterio. Apakah ia bisa menolak keinginan kedua orangtua nya, jika ini tentang kelangsungan Nabatala? Ia tidak bisa menolak apapun yang kedua orangtua nya katakan jika itu menyangkut Nabatala. Ah iya, bahkan ia tak pernah punya kuasa untuk menolak kan?
Mengapa harus lagi dan lagi mengorbankan kebahagiaannya?
◦◦◦
Pagi berganti tugasnya dengan sang malam, bahkan matahari juga bertukar peran dengan bulan.
Gadis yang sedang menaut-nautkan dirinya didepan cermin tersenyum, kala malam ini ia akan datang kerumah Sandyakala dengan sebuah kata belajar yang mungkin akan membuat mereka semakin dekat. Meski,
Sandyakala selalu memperingatinya jika ini adalah acara belajar bukan kencan.
Helaan nafas terdengar keluar kala ingatannya membawanya, mengingat kejadian beberapa jam yang lalu, disaat Alterio memberitahukannya tentang perjodohan yang kedua orangtua mereka rencanakan, tanpa sepengetahuan Arunika. Apakah ia masih punya kesempatan untuk bersama dnegan Sandyakala?
Arunika menggeleng-ggelengkan kepalanya, mengenyahkan pemikiran yang tak seharusnya bersarang dikepalanya, ia harus yakin jika memang jodoh pasti akan bersama. Untuk sekarang, ia harus memperjuangkan perasaanya untuk Sandyakala Lazuardi.
Langkah kakinya membawanya keluar dari kamar dan menuruni tangga, rumah kembali hening karena Mama dan Papa yang memilih pergi setelah keluarga Baswara pulang tanpa memberitahu Arunika. Ia sudah biasa dengan keadaan seperti semenjak kakaknya tiada.
"Binu.." Arunika berjalan menuju dapur, ia harus membawa kue buatanya.
Siapa sangka? Jika gadis ceplas-ceplos yang suka sekali mencari masalah dengan kaum laki-laki itu, bisa masak dan membuat beberapa camilan dessert dengan rasa yang jangan diragukan enaknya.
"Iya, Nona Arunika.."
Binu mendekat kearah Arunika yang duduk dimeja bar, dengan paper bag berisi kue.
"Makasih ya Binu." Arunika tersenyum begitu manis.
Binu memperhatikan wajah Arunika yang tersenyum begitu senang, bahkan kali ini tampilan gadis itu terlihat berbeda. Binu tau jika ia masih sedih karena perjodohan tiba-tiba antara keluarga Nabastala dengan Baswara.
"Nona mau kemana? Kok tumben penampilannya beda?" Binu menatap
Arunika.
"Mau ngapel dulu Binu, kerumah calon pacar. Doain ya." Arunika cekikikan, membuat Binu tersenyum.
"Siap, hati-hati ya Nona.." Arunika mengangguk.
Arunika berjalan keluar dari pagar rumahnya, dengan tawa yang sesekali tersembur keluar dari bibirnya kala ia melihat video lucu.
"Eh udah sampai hehe.." Arunika berhenti dan memasukan Handphonenya kedalam tas biru miliknya.
Senyum manisnya tak pernah luntur, kala ia mulai melangkah menekan bel diujung pagar.
"Nona Arunika?" Arunika menatap Pak Satpam penjaga pagar rumah Sandyakala bingung.
"Loh, Bapak kenal saya?" Arunika tertawa pelan.
"Nona suka teriak nama Den Sandyakala, kebetulan saya juga ngobrol sama Satpam rumah Nona jadi tau."
"Oh gitu Pak, yaudah saya masuk ya Pak."
"Silahkan Nona…"
Arunika mulai kembali masuk lebih dalam, banyak tanaman juga bunga yang tertanam dengan subur didekat Mansion Sandyakala, ia tersenyum kala tau jika Mama Sandyakala menyukai dunia tanam menanam.
"Cari siapa?" Pertanyaan sederhana dengan nada tegas itu, membuat Arunika berbalik dan menatap laki-laki tinggi didepannya dengan seragam biru langit kebanggan seoarang Tentara AU.
"Mau ketemu Sandyakala, Om." Laki-laki itu tersenyum.
"Panggil Papi. Kamu temen Sandyakala kan?" Arunika mengangguk berlebihan membuat laki-laki itu kembali tertawa.
"Ayo masuk.." Mereka berdua berjalan masuk kedalam Mansion putih gading itu.
Netra Arunika menatap Sandyakala yang sedang membantu Maminya diruang makan.
"Duh, rajin banget ya istri aku." Papi Sandyakala mendekati Mami Sandyakala, mereka berpelukan .
"Papi, masa Sandyakala nggak dipeluk juga." Sandyakala mendekati mereka dan ikut berpelukan.
Arunika terkikik geli, melihat tingkah Sandyakala yang tersembunyi. Meski, ada sesuatu yang menusuk dihatinya karena melihat kehangatan didepannya. Ia tersenyum tanpa sengaja menjatuhkan air matanya.
••••