Pemandangan pertama yang Bumi liat di lokasi syuting pagi itu menegaskan dugaannya bahwa Langit memang ngibul.
Buktinya, pagi pagi dia udah turun dari mobil Billy. Ha! Jadi itu yang dia bilang nggak balikan? Dasar bocah pembohong! Labil!! Plin plan!
Bumi sengaja melengos saat lewati mereka, pura pura nggak liat, biarpun dari sudut matanya, dia sempat melirik Billy sebelum cowok itu melajukan mobilnya pergi. Billy keliatan masih pucat, tapi jelas udah sehat. Buktinya, udah bisa nyetir dan nganterin pacarnya tuh!
Argh! Kenapa aku jadi nyinyir begini? Bumi terheran heran sendiri. Padahal, mereka mau balikan juga bukan urusan gue kan? Bumi pun mempercepat langkahnya dan berusaha mengusir semua kekesalan itu dari hatinya.
Tapi Langit malah menjejerinya dengan nggak tau malu.
"Bumi, gue minta maaf ya, udah ngusir elo kemarin?"
Masih sepagi ini dan Bumi sudah menemukan satu lagi hal yang bikin dia nggak bisa mengerti bagaimana pikiran Langit bekerja. Bisa bisanya dia minta maaf dengan enteng banget, setelah semua yang dia lakuin kemarin??
"Habis mandi dan makan, setelah otak gue bisa bekerja dengan bener, gue baru sadar bahwa semua yang gue lakuin ke lo itu udah keterlaluan," lanjut Langit penuh penyesalan.
Bumi yang masih kesal nggak menjawab. Dia hanya berjalan lebih cepat dan meninggalkan Langit begitu saja.
********
Sepanjang hari, Bumi nyaris nggak bicara sama Langit, kecuali saat reading dan take. Beberapa kali Langit berusaha membuka obrolan. Keliatan jelas dia berusaha baik baikin Bumi. Tapi kali ini, tekad Bumi udah bulat. Sudah dia putuskan, dia nggak mau berurusan lagi sama gadis labil itu.
Tapi bukan Langit namanya kalo menyerah semudah itu. Saat Bumi sendirian, gadis itu tiba tiba menggeser kursinya ke samping Bumi.
"Katanya, partner kerja, apalagi lawan main itu, nggak boleh berantem loh," Langit mulai berfilosofi. "Soalnya nanti ngaruh ke chemistry. Terus, aktingnya jadi nggak baper deh. Terus, penonton jadi nggak suka. Terus, sinetronnya jadi nggak laku."
Bumi nggak jawab.
"Bumi... jawab dong! Tega amat sih, cuekin cewek?"
Bumi tarik nafas kesal.
"Itu kalo aktornya nggak professional," jawab Bumi ketus. "Kalo professional, no problem kok. Buktinya, semua scene yang diambil dari pagi sampai sekarang, fine fine aja kan? Hasilnya bagus. Chemistry juga oke. Buktinya sutradara juga nggak komplen. Dan sekarang, karena semua pertanyaan udah gue jawab, gue permisi."
Bumi lalu berdiri dan melangkah pergi dari sana. Tapi tanpa dia sangka sangka, Langit menahan tangannya.
"Bumi, gue bener bener minta maaf. Seriously. Dari lubuk hati yang paling dalam. Plis, jangan marah lagi sama gue. Ya?"
Melihat wajah Langit yang serius dan memelas, Bumi sebetulnya mulai nggak tega. Tapi dia sudah putuskan nggak akan terbujuk. Jadi dia lagi lagi menjawab ketus.
"Siapa bilang gue marah sama lo? Nggak kok. Gue cuma merasa, kata kata lo kemarin itu bener. Kita cuma partner kerja. Lawan main. Bahkan bukan teman. Jadi kita pertahanin aja kaya gini, jangan saling mencampuri urusan satu sama lain. Oke?!!"
Mata Langit terlihat sedih mendengar kata katanya. Tapi Bumi nggak sempat memikirkan itu, karena saat itu, Anisa melangkah masuk dan menyapa sambil tersenyum ramah.
"Bumi, kebetulan tadi aku habis dari rumah temen deket sini, jadi sekalian deh mampir," Dia lalu menatap Langit, dan dengan sikap hangat dan bersahabat, dia langsung mengulurkan tangannya pada Langit. "Kamu pasti Langit kan? Kenalin, aku Anisa, teman Bumi."
Langit tersenyum dan balas menjabat tangan Anisa.
Gadis ini terlihat lebih cantik daripada yang Langit liat di foto yang tersebar di media sosial saat kapan itu dia makan bersama Bumi dan Mama Bumi di sebuah kafe, tapi entah kenapa, Langit tidak menyukainya. Bukannya Langit julid, tapi gadis di hadapannya ini, caranya berdandan, caranya bersikap, bahkan caranya bicara, sepertinya semuanya terlalu dijaga agar terlihat manis sopan ramah dan sempurna. Langit punya beberapa teman yang seperti ini dan dia sulit dekat dengan mereka, karena dia kesulitan menebak nebak apa yang sebenarnya ada di hati mereka. Karena mereka bisa sangat marah di hati, tapi wajahnya tetap tersenyum dan bilang baik baik saja. Bersahabat dengan mereka rasanya melelahkan, penuh basa basi, palsu dan Langit tidak nyaman dengan jenis pertemanan yang seperti ini.
"Senang ketemu kamu, Langit," lanjut Anisa hangat, lalu dia berpaling lagi pada Bumi. "Oya, Bumi, aku bawain makanan buat kamu loh, tadi kebetulan masak rame rame di rumah temen. Kamu udah makan siang belum? Mau makan siang bareng nggak??"
"Ee.. belum," sahut Bumi, sambil berpikir. Makan siang bareng? Boleh juga. Jadi aku bisa jauh jauh dari Langit. "Kita makan di taman aja, gimana?"
Anisa mengangguk setuju dan setelah berpamitan ramah pada Langit, dia melangkah pergi, meninggalkan Langit yang menatap kepergian mereka dengan diam.
-----------------------------------------------------------------------------------
Makasih buat semua yang udah baca :)
Jangan lupa baca bab berikutnya yaa...sy usahain update tiap hari.
Jangan lupa juga follow, vote dan tinggalin koment...
Dan buat temen2 yang punya cerita, silakan promosi cerita kalian di kolom komentar dengan masukin : nama penulis, genre, judul, deskripsi, dan link.