Billy rupanya nggak menyerah secepat itu. Selesai syuting, Bumi melihat mobil cowok itu parkir di depan. Pasti dia menunggu Langit, mau jemput. Dengan penasaran, Bumi sengaja berlama lama di parkiran, kepingin tau apa Langit mau terima ajakan Billy atau nggak.
Ternyata Langit memilih naik taksi!
Bumi berusaha menyembunyikan senyumnya. Tapi gagal. Malahan, sembari melajukan mobilnya keluar dari parkiran lokasi, senyumnya makin melebar.
Dan entah tangan, kaki, atau otaknya yang error, sekarang Bumi malah melajukan mobilnya mengikuti taksi Langit. Dia bahkan lupa sama sekali kalo tadi berencana memenuhi undangan Anisa untuk makan malam di rumahnya.
Taksi Langit melaju di jalanan yang padat, dan di tengah kemacetan, Bumi mulai merasa bodoh. Ngapain dia buang buang waktu, buntutin cewek, tanpa tujuan kayak gini? Dan dia mulai kuatir juga. Gimana kalo Langit tiba tiba menoleh dan tanpa sengaja melihat mobil Bumi menguntitnya? Bumi harus bilang apa?? Cemas sekali dengan kemungkinan itu, Bumi pun menghabiskan waktunya memikirkan alasan buat ngeles.
Dan dia sudah menemukan hampir 20 alasan yang masuk akal, diantaranya : mau ke Starbucks pinggir tol depan sana (setelah mikir mikir lagi, alasan ini dia coret karena nggak make sense—ngapain muter jauh sampai sini kalo arah menuju ke rumahnya ada Starbucks?), kebetulan perlu belanja di supermarket depan, pulsanya abis jadi nyari counter terdekat buat beli dan malah nyasar sampai sini (coret, nggak make sense, sekarang kan semua orang beli pulsa online? Jangan sampai dia malah dikira gaptek), salah muter balik, mau nyobain jalan alternatif (nggak make sense, jadi dia coret juga), dan macam macam yang lain, ketika dia melihat taksi Langit berhenti di depan sebuah kafe.
Dengan kaget Bumi segera mengerem.
Motor yang ada di belakangnya memaki. Untungnya orangnya nggak rese. Setelah Bumi minta maaf, dia cuma mendelik marah lalu pergi dan tidak memperpanjang masalah.
Dengan lebih hati hati, sekarang Bumi meminggirkan mobilnya. Dari tempatnya sekarang dia bisa melihat Langit turun dari taksinya dan melangkah memasuki kafe itu.
Pikiran Bumi sekarang bergolak penuh penasaran. Berbagai tebakan liar berpusar memenuhi kepalanya. Ngapain Langit ke kafe itu? Apa mau ketemu seseorang? Jangan jangan diam diam janjian sama Billy? Atau cowok lain?
Tak mau terlihat seperti stalkers, tapi juga tak mampu menahan rasa ingin tahunya, Bumi memutuskan buat pura pura kebetulan mau makan di kafe yang sama.
*********
Untung Bumi jago akting, jadi urusan kayak gini kecil buat dia.
Dengan gaya sok cuek, tanpa menoleh noleh, pura pura nggak tau bahwa Langit sekarang duduk di salah satu meja kafe itu, Bumi melangkah menuju kasir dan langsung memesan minuman takeaway.
Dan saat pelayan mengulurkan pesanannya, dengan sengaja dia pura pura luput menerima, bikin minuman jatuh dan tumpah semua.
Jelas terjadi kehebohan. Pelayan bergegas minta maaf dengan panik. Manajer mendekat dan ikut minta maaf. Office boy dengan sigap langsung datang lalu bersih bersih.
Dan keributan kecil itu, persis seperti seperti yang diduganya memancing perhatian semua pengunjung kafe, dan yang dia tunggu tunggu akhirnya menyapa juga.
"Bumi?" Langit mendekat heran, "Lo juga disini?"
Bumi menoleh dan pura pura kaget melihat Langit. "Loh? Langit? Aneh nih. Kok bisa ketemu lo disini? Lo sama siapa?"
"Sendiri. Lo?"
Gelombang rasa lega menyerbu Bumi. Ternyata dia sendiri?
"Sendiri juga," jawab Bumi cepat cepat.
"Ya udah, kalo gitu, ayo gabung aja di meja gue," ajak Langit.
Bumi senang sekali, tapi tentu saja, nggak dia tunjukkan.
Sambil mengedik sok cuek, dia melayangkan pandangan ke sekitar, lalu bicara dengan flat, "Meja lain penuh sih ya. Ya udah deh," sahutnya seakan akan terpaksa. "Habis selesai mesen, gue ke meja lo deh."
"Yang di sudut itu ya!" Langit kasih tau posisi mejanya ke Bumi, tanpa menyadari bahwa cowok bermata setajam elang itu sudah tau dimana dia duduk sejak dia menginjakkan kakinya memasuki kafe ini.
"Oke," Bumi mempertahankan nada datar dalam bicaranya.
Lalu dia menunggu sampai Langit kembali ke mejanya, baru dia buru buru berpaling pada manajer dan pelayan, mengakui bahwa semua itu salahnya, jadi nggak ada yang perlu bertanggung jawab, bahkan mereka nggak perlu mengganti minuman yang tumpah. Lalu dia memesan minuman lain dan makanan (banyak) biar nggak abis abis dan bisa ngobrol lama sama Langit.
-----------------------------------------------------------------------------------
Makasih buat semua yang udah baca :)
Jangan lupa baca bab berikutnya yaa...sy usahain update tiap hari.
Jangan lupa juga follow, vote dan tinggalin koment...
Dan buat temen2 yang punya cerita, silakan promosi cerita kalian di kolom komentar dengan masukin : nama penulis, genre, judul, deskripsi, dan link.