Chereads / Bumi dan Langit Melawan Takdir / Chapter 22 - BAB 22 - Genangan tapi Bukan Comberan

Chapter 22 - BAB 22 - Genangan tapi Bukan Comberan

Syukurlah, ternyata pos hansip itu sudah dekat dengan pemukiman. Cuma perlu berjalan kurang lebih setengah kilometer lagi, mereka ketemu perkampungan, berhasil menemukan warung yang menjual bensin ketengan, bahkan sempat berhenti sebentar buat sarapan nasi uduk yang enak.

"Menurut gue, harusnya lo lapor polisi," kata Bumi sambil menggigit bakwan goreng yang renyah dan masih hangat karena baru aja diangkat dari penggorengan.

"Soal?" Langit bertanya sambil menyendok nasi, menaruh kerupuk di atasnya, dan melahapnya.

"Billy lah. Siapa lagi?" sahut Bumi.

"Nggak ah," sahut gadis itu dengan mulut penuh.

"Nggak? Tapi gimana kalo dia ngejar elo terus? Sampai bahayain nyawa lo?"

"Nggak bakal. Dia pasti cuma shock aja karena gue putusin. Makanya jadi emosi sesaat. Tapi hari ini pasti udah normal lagi."

"Gue nggak yakin sih. Orangnya obsesif gitu kayanya. Gue rasa, dia nggak akan nyerah minta lo balikan sama dia," lanjut Bumi. Dan entah kenapa Bumi nggak bisa mencegah dirinya untuk bertanya. "Kalo dia ngejar terus, dengan segala cara, apa lo bakal balikan sama dia?"

"Nggak bakal," sahut Langit enteng dan yakin, seperti tanpa berpikir.

"Lo yakin? Kalo dia ngejarnya mati matian?"

"Ya tetep enggak."

"Misal dia sampai berlutut?"

"Enggak."

"Misal sampai... lakuin apalah.. yang bikin lo luluh banget??"

"Tetep nggak. Dia mau lakuin apapun, itu nggak akan ngubah keputusan gue. Demi apapun, dengan alasan apapun, gue nggak bakal balikan sama dia."

Entah kenapa, Bumi merasa lega mendengar kata kata Langit yang diucapkannya dengan sangat yakin.

Selesai makan, mereka berjalan kembali menuju ke mobil, dan dalam waktu kurang dari tiga jam, Bumi dan Langit sudah tiba kembali pinggiran tol tempat mobil Bumi ditinggalkan semalam, sambil membawa 3 jerigen bensin.

Namun, tak disangka sangka oleh keduanya, sebuah kejutan sudah menunggu disana.

Awalnya Bumi nggak menyadarinya.

Dia cuma merasa aneh, karena Langit, yang sejak dari pos hansip sampai tiba di perkampungan, sampai tiba kembali di mobil itu berusaha jalan jauh jauh dari Bumi, seperti sengaja mau jaga jarak, tiba tiba sekarang mepetin dia, bahkan genggam tangannya erat erat.

"Ada apa sih?" tanya Bumi heran.

"Liat itu."

Langit menunjuk ke salah satu sisi.

Bumi menoleh, dan jantungnya mencelos saat melihat apa yang dilihat Langit.

Ada genangan di dekat sisi penumpang. Genangan merah tua dan kental. Dan sekarang setelah mereka semakin dekat, Bumi bisa merasakan baunya yang amis.

Dengan tangan Langit masih berada dalam genggamannya, Bumi melangkah mendekat, dan dia nyaris nggak percaya dengan apa yang terpampang di depan matanya.

Billy terkapar disitu, dengan obeng menembus nadinya. Entah sudah berapa lama dia berbaring disitu, yang jelas, dia sudah nggak bergerak, kulitnya sepucat kertas, bibirnya sudah membiru, tapi darah masih menetes netes deras dari pergelangan tangannya, membuat genangan yang mengelilinginya semakin lebar dan semakin besar.

Langit menjerit histeris sampai limbung.

Tapi Bumi memaksa akalnya bekerja. Digendong dan dipaksanya Langit masuk ke jok belakang mobil. Lalu dia mendekat ke Billy. Memeriksa nafasnya. Masih ada. Tapi lemah. Syukurlah, artinya dia masih hidup. Diangkatnya tubuh yang berat itu, dimasukkan ke dalam mobil. Kemudian, setelah menuang tiga jerigen bensin yang dia beli dari perkampungan tadi ke tangki—sambil berharap itu cukup membawa mereka sampai ke rumah sakit, dia melajukan mobilnya pegi dari sana, dengan sangat ngebut.

-----------------------------------------------------------------------------------

Makasih buat semua yang udah baca :)

Jangan lupa baca bab berikutnya yaa...sy usahain update tiap hari.

Jangan lupa juga follow, vote dan tinggalin koment...

Dan buat temen2 yang punya cerita, silakan promosi cerita kalian di kolom komentar dengan masukin : nama penulis, genre, judul, deskripsi, dan link.