Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Mask Warriors Super Elemen

🇮🇩MyEngine
--
chs / week
--
NOT RATINGS
8.6k
Views
Synopsis
Di kota Collins, Baratside, Nuasa, manusia-manusia dengan kekuatan super bermunculan. Mereka disebut oddies. Mereka adalah orang-orang yang kehilangan kendali akan kekuatan yang masuk ke dalam tubuh mereka, setelah itu mereka mengamuk dan menghancurkan segala yang ada di sekitar mereka. Di University of Collins, ada seorang pemuda bernama Oakley Iyeroh/Oai, yang baru saja masuk universitas tersebut untuk meneruskan belajarnya. Tetapi karena keanehannya, membuat dia diremehkan, ini menjadikan dia sering dibully oleh siswa-siswa lain. Tetapi tidak hanya dia, ada lagi seorang yang cukup aneh dan menjadi bahan bully-an dari sekian banyaknya siswa-siswa yang ada, namanya adalah Viestrange Cole/Vie. Lalu keduanya pun berteman, dan disamping itu, mereka berdua menyembunyikan sesuatu dari orang lain, kekuatan mereka yang sebenarnya. Suatu hari, ada satu oddies menampakkan diri di kampus dan membuat kepanikan. Oai dan Vie diam-diam menggunakan kekuatan mereka untuk mengusir oddies tersebut, dan mereka berhasil, oddies itu melarikan diri. Pada waktu yang sama, satu sosok misterius sedang melakukan observasi, dia adalah Shio Yuu Nelson/Xion, dia adalah siswa yang cukup pintar dengan sangat sedikit interaksi dengan siswa lain di kampus, tapi sebenarnya dia juga menyimpan kekuatan tersembunyi di dirinya. Setelah itu para oddies mulai sering muncul dan menyerang kampus, mereka berusaha keras untuk mengusir para oddies itu agar tidak menyakiti orang-orang, sembari tetap menjaga identitas mereka agar tetap tesembunnyi. Namun identitas mereka sudah diketahui oleh salah seorang pengajar disana, Wallace Hillman/Wesh. Setelah melalui beberapa pertarungan melawan oddies bersama-sama, Oai, Vie dan Xion menjadi teman, lalu Wesh pun mengajarkan mereka bertiga kemampuan dan pengetahuan tentang keadaan dunia saat itu, yang mulai dipenuhi dengan oddies yang berbahaya, dan dengan kekuatan yang mereka miliki, dia harap dapat mengurangi efek kerusakan yang ditimbulkan para oddies itu.
VIEW MORE

Chapter 1 - Super Elemen - XVOW 1

Seri kedua dalam serial Mask Warriors (side story of Special People), Super Elemen, beberapa waktu setelah kemunculan Wind DA Kocan, di lain tempat di suatu daerah di Nuasa.

Awalan

*Suatu kata-kata tertulis pada buku rusak yang tebuka pada bangunan rumah yang telah hancur dan ditinggalkan.

Dunia telihat sudah menggila dari hari ke hari.

Masa lalu yang indah seperti sangat sulit untuk dirasakan lagi, walaupun hanya sebentar saja.

Entah bagaimana, aku dapat merasakan kekuatan menyebar disekiran, kekuatan yang menyebabkan teror, kengerian dan ketakutan.

Suatu tempat di Nuasa ini, aku mendengar terdapat monster yang bermunculan dan berbuat kerusakan, tetapi informasi tentang mereka ditutup-tutupi secara rahasia oleh suatu kalangan tertentu.

Bagaimana aku tahu? Aku tak mengerti, aku hanya merasakannya.

Karena akhir-akhir ini, sebenarnya aku merasakan suatu yang aneh di dalam tubuhku yang membuatku dapat merasakan kehadiran dari kekuatan besar yang muncul di sekitarku, saat siang dan malam.

Suatu hari, aku mencoba untuk mengejar sesuatu hal tersebut dengan merasakan keberadaan kekuatan besar itu, lalu aku terkejut saat menemukan sumber kekuatan tersebut berasal dari seorang laki-laki, bukan laki-laki biasa, entah bagaimana dia dapat mengendalikan api.

Setelah malam itu, perasaan aneh di dalam tubuhku menjadi lebih buruk, ini terasa seperti ada suatu dorongan kekuatan mencoba keluar dari diriku, ini membuatku sulit mengendalikan diriku, penglihatanku mulai kabur, lalu aku mendengan suara yang memintaku untuk mengatakan suatu kata, dan aku mengatakannya dengan mulutku sendiri, lalu aku

*Akhir dari kata-kata yang ditulis dengan tulisan tangan, terlihat belum selesai, kata-kata selanjutnya tidak dapat terbaca karena tidak tertulis dengan jelas bahkan tidak dapat disebut sebagai alphabet lagi.

Di lain tempat dan lain waktu.

Suasana pada hari itu cukup damai dengan cuaca yang cukup cerah, matahari bersinar terang dengan banyaknya awan di sekelilingnya. Di sebuah kampus universitas yang bernama University of Collins, di kota Collins, Baratside, keadaan disana tampak normal dengan aktivitas sehari-hari layaknya di kampus normal, setidaknya itu yang bisa dilihat sebelum sesuatu yang besar yang akan terjadi di sana.

Sebuah topik pembicaraan tentang fenomena aneh yang terjadi di wilayah lain, tentang kemunculan makhluk yang menghancurkan dan membunuh seluruh penduduk suatu daerah tersebut, adalah trending topik di kalangan siswa-siswa di kampus Collins sekarang ini. Ada yang menanggapinya sebagai cerita bualan saja dan ada pula yang menanggapinya dengan serius. Secara garis besar, berita itu menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi tiap individu yang berada di sana, terlebih tentang tambahan informasi berita tersebut yang mengatakan kampus merupakan tempat yang menjadi sasaran favorit makhluk tersebut karena beberapa alasan tertentu.

Menanggapi hal tersebut, pihak kampus pun mengambil tindakan dengan memanggil beberapa tentara dengan perlengkapan senjata penuh untuk menjaga lingkungan kampus, namun karena masih berpikir tentang simpang-siurnya berita itu, pihak kampus hanya menyewa sedikit tentara saja untuk mengamati dari titik-titik tertentu. Sementara itu kegiatan belajar mengajar pun tetap berjalan normal.

Keluar dari permasalahan tersebut, seorang pemuda baru saja mendaftarkan dirinya untuk masuk ke universitas tersebut dan hari itu adalah hari pertama untuk masuk kelas pertamanya. Oakley Iyeroh, karena beberapa hal, dia harus pindah ke University of Collins untuk melanjutkan program belajarnya, dan karena beberapa hal pula, sesuatu yang telah ditunggu terjadinya, semakin dekat akan hari yang sudah ditakdirkan tersebut.

Pada hari itu, pagi menjelang siang, Oakley datang ke kampus dan segera menyelesaikan dokumen-dokumen penting untuk perpindahannya tersebut ke kampus. Dia akan tinggal di asrama kampus selama program pembelajarannya tersebut. Setelah selesai dengan dokumen-dokumen yang harus dia selesaikan, dia menuju asrama tempatnya akan tinggal. Selama perjalanan  menuju asrama, banyak orang yang memandanginya, seakan dia menjadi pusat perhatian setiap orang di sana. Dia tidak dapat melakukan apapun selain tetap berjalan menuju asrama sambil menahan rasa geroginya sendiri. Dia merasa malu akan seluruh perhatian orang-orang disekitar yang terus memperhatikannya itu. Setelah beberapa lama dia berjalan, akhirnya dia sampai di tempat yang dia tuju, gedung asrama para siswa yang tinggal di kampus. Dia masuk ke dalam untuk mencari kamarnya, sama halnya seperti di luar tadi, semua orang yang ada di dalam gedung asrama pun memandanginya disepanjang jalan lorong yang dia lalui. Suasananya semakin membuatnya gerogi, dia menundukkan kepalanya, berjalan sambil melihat ke arah lantai yang dia akan lalui, sampai tiba-tiba dia menabrak sesuatu, seseorang dari arah kanan menabrakkan dirinya ke arah Oakley.

"Hei!!", orang yang menabrak itu sedikit berteriak ke arah Oakley.

"Oh! Maaf!", Oakley langsung spontan untuk minta maaf kepada orang itu.

"Hoo?! Ya baiklah!", orang itu seperti mengkonfirmasi sesuatu, terlihat dari wajahnya yang tersenyum seakan menyembunyikan sesuatu di pikirannya, dan apapun itu, itu terlihat tidak bagus untuk Oakley.

"Kau anak baru ya?", orang tadi melanjutkan kata-katanya dengan bertanya ke Oakley.

"I-iya, benar, saya diminta pihak administrasi untuk pergi ke kamar nomor 23, tapi sepertinya nomor kamarnya agak acak ya?", Oakley membalas pertanyaan-pertanyaan orang itu sembari menanyakan nomor kamar yang dia sedang cari, karena susunan penomoran kamarnya tidak tersusun rapi dan menjadi sulit untuk mencari nomor kamar yang dia cari.

"Kamar 23? Oh, 23 ya?", orang itu mengisyaratkan dia tau kamar yang dicari Oakley.

"Iya, benar, um, itu ada dimana ya..?", Oakley bertanya lagi meminta arahan yang pasti kepada orang itu sambil agak bingung melihat sekelilingnya, karena entah mengapa orang-orang disekitar sana mulai pergi, seakan menjauhi mereka berdua.

"Oh! Akan gue kasih tau kok! Tapi gue boleh minta sesuatu? Sepertinya ortu gue lupa ngasih uang bulanan buat gue bulan ini, jadi boleh pinjam uang kau dulu gak? Kau tidak keberatankan?", orang itu meminta Oakley untuk meminjamkannya uang.

"Eh?! Emm.., m-maaf, tidak bisa, uang saya hanya cukup untuk keperluan saya sehari-hari saja,..", Oakley menolak namun dengan sikapnya yang agak sungkan.

"Oh, ayolah!! Kau akan tinggal disini kan? Gue juga tinggal disini! Lagi pula gue cuma perlu sedikit kok, 50 k`oru aja kok!! Atau coba liat dompet kau, kau punya berapa disana?", orang itu mulai sedikit memaksa.

" Ah! Tapi tidak bisa..", Oakley bilang begitu namun dia coba mengeluarkan dompetnya juga.

Saat dompetnya sudah dia keluarkan dari kantong celananya, dia juga seperti berniat menunjukkan isi dompetnya pada orang itu agar orang itu paham yang dia maksudkan, namun dengan cepat orang itu merebut dompet Oakley dan melihat isinya. Disaat bersamaan, tiba-tiba sebuah ranting kayu melesat cepat ke arah mereka berdua. Ranting itu mengenai tangan orang itu yang sedang memegang dompet Oakley, sontak orang itu menjatuhkan dompet Oakley ke lantai seraya merasa kesakitan di tangannya karena terkena lemparan ranting kayu tersebut.

"Awww!!!".

"Siapa yang melempar kayu ini?!", orang itu teriak sambil mengambil kayu yang jatuh setelah mengenai tangannya itu, lalu melihat ke arah kayu itu datang sambil terus memegangi tangannya yang luka sehabis terkena kayu tersebut.

Lalu dia mendapati sosok yang dia kenal, salah seorang pengajar di universitas itu, berdiri tegap menghadap ke arahnya dari ujung lorong.

"Apa yang sedang kau lalukan, Ballad? Memalak anak baru? Lagi?", pengajar tersebut bersuara tegas.

" Ah, sial! Si tembok es lagi!!", orang itu, Ballad, langsung melarikan diri ke arah lain sambil memegangi tangannya yang luka setelah melemparkan kayu tadi ke arah si pengajar, namun kayu itu tidak sampai menjangkau jarak si pengajar.

"Hey! Berhenti!", si pengajar itu berteriak ke arah Ballad.

Namun Ballad tidak berhenti dan terus ke ujung lorong, sepertinya itu kearah luar gedung. Si pengajar tidak mengejarnya, dia hanya berjalan pelan ke arah Oakley yang sedang mengambil dompetnya kembali yang terjatuh di lantai.

"Kau baik-baik saja?", pengajar itu bertanya kepada Oakley.

" Oh, ya, saya baik-baik saja, terima kasih... Pak..?", jawab Oakley yang masih sedikit bingung dengan siapa dia berbicara.

"Baguslah, saya pengajar di kampus ini! Berhati-hatilah lain kali!", pengajar itu memberi peringatan kepada Oakley seraya dia berjalan meninggalkannya.

"Baik, pak..! Oh iya..! Maaf pak.., saya tidak dapat menemukan kamar nomor 23.., kamarnya agak acak.., jadi sulit untuk di temukan..", Oakley menjelaskan situasinya kepada pengajar tersebut, lalu pengajar tersebut langsung memotong kata-katanya yang terkesan agak tersendat-sendat dalam pengucapannya.

"Kamar itu ada di ujung lorong sana! Berilah kunci ganda pada pintu kamar itu setelah kau menemukan kamarnya!", setelah menunjukkan arah kamar Oakley, si pengajar tersebut pergi meninggalkannya sendiri.

"T-terima kasih, pak!", Oakley mengucapkan terima kasih kepada pengajar tersebut, namun dia tetap berjalan meninggalkannya.

Setelah itu Oakley pun berjalan menuju arah yang ditunjukkan si pengajar tersebut untuk menuju ke kamarnya. Satu per satu kamar dia lalui sambil melihat nomor yang tertera di pintu setiap kamar, urutannya benar-benar sangat acak, seperti setelah kamar nomor 3 adalah nomor 27, lalu nomor 29, lalu nomor 14, dan begitulah nomor kamar yang teracak-acak tak berderetan sesuai urutan pada umumnya. Hingga akhirnya dia sampai di ujung lorong, disana benar-benar terdapat kamar dengan nomor 23, persis di depan lorong menuju tangga ke lantai 2. Setelah itu, dia membuka pintu kamar dengan kunci yang telah diberikan pihak administrasi, lalu...

"Whooa!!", Oakley terkejut melihat ada dua orang di dalam kamar itu, begitu pula kedua orang itu, mereka cukup terkejut karena Oakley membuka pintu kamar tersebut.

"Eh?! Emm..., Maaf... Saya fikir ini adalah kamar saya...", Oakley berkata demikian sembari menengok ke arah pintu kamar untuk memastikan bahwa itu benar-benar kamar nomor 23.

"Oh begitu ya, sorry! Sorry! Kita akan keluar sekarang, ok..", lelaki, satu dari 2 orang tersebut meminta maaf kepada Oakley sembari menggandeng wanitanya keluar dari kamar tersebut.

"Sorry ya! Semoga harimu menyenangkan!! Hehehe...", lelaki tersebut berkata-kata lagi setelah melewati Oakley dan keluar dari kamar sembari tertawa-tawa.

"O-oo?! S-semoga harimu menyenangkan juga...?!", Oakley mencoba membalas perkataan lelaki tersebut walaupun dia masih bingung dengan keadaan saat itu.

"Bagaimana mereka bisa masuk?", begitulah yang ada dipikiran Oakley saat itu, dia melihat kearah jendela kamar, namun jendela itu tidak memungkinkan untuk mereka masuk ke dalam, dia melihat sekitar, tetapi dia tidak menemukan jalan masuk lainnya. Lalu dia pun teringat perkataan sang pengajar tadi untuk memberikan kunci tambahan pada pintu kamar. Setelah itu dia memeriksa keadaan seluruh kamar setelah menutup pintu dan menguncinya. Tidak ada hal aneh yang dapat dia temukan, setelah itu dia berencana untuk membeli perlengkapan tidur baru karena dia agak enggan untuk menggunakan yang sudah ada. Akhirnya hari itu pun dia habiskan untuk belanja keperluan kamar dan untuk sehari-harinya. Dia tidak menghadiri satupun kelas pada hari itu karena pihak kampus pun memberi dia penangguhan untuk persiapan-persiapan yang perlu dia lakukan saat perpindahan tersebut. Setelah semua selesai dia beli, lalu dia merapikan kamarnya, memasangkan kunci tambahan pada pintu kamarnya, lalu setelah itu dia beristirahat karena hari pun sudah menjelang malam.

"Huuffh... Akhirnya aku malah menggunakan uangku untuk membeli perlengkapan kamar yang baru...", Oakley berkata dalam hatinya yang agak sedikit menyesalkan apa yang telah dia lakukan karena tidak sesuai dengan yang telah dia rencanakan.

Hari berganti, hari kedua Oakley berada di kampus, dia bersiap-siap untuk kelas paginya, setelah itu dia pergi ke gedung utama kampus, karena kelas pertama ada di gedung tersebut. Disepajang jalurnya menuju gedung utama begitu juga di aula gedung sampai ke kelas yang dia tuju, dia dapat merasakan dengan jelas bahwa dia benar-benar menjadi pusat perhatian setiap orang yang dia lalui. Meskipun begitu dia tidak menghiraukannya dan mencoba tetap fokus dengan apa yang dia akan lakukan sebelum rasa gugup dari groginya mendominasi dan mengganggu konsentrasinya.

Sesampainya di kelas yang dia tuju, dari bagian belakang kelas, dia melihat beberapa orang sudah berada di dalam kelas, duduk di bangkunya masing-masing dengan tenang membuat suasana menjadi cukup sunyi walau terdapat banyak orang disana. Dengan model bangku khusus satu orang dengan papan untuk sebagai meja, tersusun cukup rapi di kelas tersebut. Karena memiliki sedikit gangguan pada penglihatannya, Oakley berusaha untuk mendapatkan tempat duduk di depan, jadi dia melihat keadaan dikalau ada bangku yang belum terisi di bagian depan, dan dia menemukan satu bangku kosong di baris depan. Diapun berjalan ke arah bangku itu. Lalu duduk di bangku itu, dan hingga saat itu dia merasa setiap orang masih melihat kearahnya, dia mencoba lebih fokus untuk dirinya sendiri dan menghiraukan orang-orang disekitarnya, sampai suatu teriakan memecah suasana di kelas itu.

"Hei, botak!! Apa yang lo lakuin di tempat duduknya Lesty!!", teriakan itu cukup membuat semua orang menengok ke arah orang yang berteriak itu, di pintu masuk ruang kelas di bagian belakang kelas.

Oakley ingin mencoba menghiraukan itu, namun rasa penasarannya lebih besar dari tekat untuk menghiraukannya, dia pun terlanjur untuk menengok ke arah orang itu. Disaat itu pun, matanya dengan mata orang itu bertemu, mereka saling menatap. Dan dia pun cukup mengerti, yang dimaksud botak oleh orang itu adalah dirinya. Dengan cepat, orang itu berjalan ke arahnya, hingga sampai dihadapannya, orang itu masih melotot ke arah Oakley.

"Oh!! Lo anak baru yang orang-orang bicarakan itu ya?", orang itu berhenti melotot dan bertanya ke Oakley.

"Yang orang-orang bicarakan? Oh!? Iya, saya baru pindah ke kampus ini, hari ini saya baru memulai kelas pertama saya...", jawab Oakley dengan sedikit rasa takut karena orang itu tampak sedikit agak menyeramkan.

"Oh! Hari ini hari pertama lo?! Ok, gue anggap lo belom tau! Jadi gue kasih tau sekarang! Gue Argo semua orang tau siapa gue! Dan ini bangku cewe yang namanya Lesty! Jadi lo ga bisa duduk disini! Ngertikan?!", orang itu menjelaskan sesuatu kepada Oakley.

" O-oh, i-iya..., T-tapi..-", Oakley akan mengatakan sesuatu tetapi orang itu memotong kata-katanya.

"Hahhh?!!", orang itu sedikit berteriak ke Oakley seakan tidak mau menerima sebuah tolakan.

"Apa lo mau bilang gak bisa?!!!", orang itu menambahkan dengan suara yang tinggi.

"O-oh, iya, b-baiklah saya akan pindah...", Oakley beranjak dari tempat duduk itu, lalu berjalan ke bangku belakang di baris ke dua. Namun ketika dia baru akan duduk, Argo kembali melarang Oakley untuk duduk disana dengan nada yang tinggi.

"Itu tempat duduk gue!!".

"Eh?!", Oakley terkejut sambil menahan tubuhnya yang hampir akan duduk agar tidak duduk, lalu dia segera berdiri lagi.

Belum sempat dia berpindah ke tempat duduk yang kosong di sebelahnya itu, Argo sudah memberi peringatan selanjutnya.

"Tempat duduk di barisan itu buat temen-temen gue! Jangan coba berpikir buat duduk di situ juga!!".

" Oh!? Terus-..", Oakley akan sedikit komplain namun Argo menyuruhnya untuk duduk di bangku kosong dideretan belakang dari kelas.

"Tuh! Di sana banyak bangku kosong! Udah jangan banyak mikir! Sana duduk!!", Kata Argo sambil nunjuk ke bangku kosong di belakang kelas.

Dengan sedikit rasa kecewa, Oakley pun berjalan menuju bangku kosong itu. Dan kali ini dia dapat melihat bagaimana orang-orang di kelas itu memandanginya dengan tatapan yang mengganggunya. Dia mencoba untuk tetap menghiraukannya namun terlihat cukup sulit untuk saat itu. Sesampainya di bangku yang akan dia duduki itu, dia pun terduduk, lalu mencoba melihat ke arah depan kelas, pandangannya agak sedikit kabur untuk melihat bagian depan kelas. Sepertinya dia akan kesulitan untuk memahami pelajaran yang akan diterangkan pengajar nanti. Dan disaat itu dia teringat akan kacamata yang dia bawa untuk jaga-jaga jika hal seperti ini akan terjadi. Diapun mencarinya di dalam tas yang penuh dengan barang-barangnya itu. Tertumpuk beberapa buku dan alat tulis, dia menemukan kotak tempat menyimpan kacamatanya itu.

"Ah, syukurlah tidak tertinggal!".

Dia langsung mengenakan kacamatanya itu. Namun saat dia mencoba melihat ke arah depan kelas, ternyata penglihatannya masih kurang jelas juga.

"Ugh, sepertinya penglihatanku semakin memburuk".

Gumam Oakley setelah merasa kacamatanya itu sudah tidak dapat menyesuaikan penglihatannya yang semakin buruk. Kacamata itu sudah lama dia tidak gunakan karena dia merasa tidak memerlukannya, karena itu mungkin tingkat penyesuaiannya sudah tidak pas dengan keadaan matanya lagi saat ini.

Disaat itu juga, Oakley melihat orang-orang yang mengisi bangku di deretan depan tadi, disusul oleh figure wanita yang berjalan menuju bangku paling depan yang tadi sempat didudukinya itu. Penglihatannya ke wanita itu agak guram, dia berusaha memfokuskan penglihatannya untuk melihat wanita itu namun tak bisa, dia penasaran dengan orang yang Argo bicarakan tadi itu. Tiba-tiba suara seorang membuyarkan konsentrasinya, suara itu adalah suara pengajar yang menyuruh para siswa itu untuk fokus akan pelajaran yang akan dia mulai. Dan dimulailah kelas pagi itu.

Waktu sudah menunjukkan siang hari, kelas pagi pun berakhir, semua menyegerakan diri untuk keluar kelas. Dan untuk Oakley, dia masih berusaha mencatat pelajaran yang baru saja selesai itu. Dia tidak dapat melihat materi pada layar presentasi yang ditampilkan pengajar dengan jelas, jadi dia hanya mencoba mengingat kata-kata yang dikatakan pengajar tadi dan mencatatnya.

Setelah beberapa menit berlalu, akhirnya dia menyudahi yang dia lakukan itu. Setelah beres-beres barangnya itu, dia pergi meninggalkan kelas untuk menuju kantin. Disepanjang jalan menuju ke arah kantin pun orang-orang masih memandanginya dengan tatapan mengolok-oloknya. Belum sampai di kantin, di tengah perjalannya seseorang yang suaranya familiar memanggilnya dari belakang dengan panggilan yang sama saat di kelas tadi.

"Hey, botak!".

Itu Argo, bersama beberapa orang lainnya, teman-teman tongkrongannya, beberapa dari mereka pun adalah teman kelas Oakley yang mengisi deretan baris dua depan kelas tadi.

"Mau kemana lo, kantin? Eh, traktir kita bakso dong!", Argo mendekati Oakley dengan berlaga akrab kepadanya, dia merangkulnya.

"Eh? Ga-ga bisa... Uangnya ga akan cukup...", Oakley menolak dengan sedikit rasa takut.

"Yailah, pelit banget lo! Ga bakal punya temen lo kalo pelit!", Argo mulai sedikit memaksa.

" S-sorry, ga bisa...", Oakley mencoba menolak lagi.

" Sudahlah, Go! Tidak usah memaksanya! Dia ga akan ngasih juga!".

Tiba-tiba seseorang dari kumpulannya itu menghentikan Argo. Orang itu adalah Ballad, orang yang pernah mencoba malak Oakley di gedung asrama saat hari pertamanya datang ke kampus.

"Hah? Tumben lo gak ganas kaya biasanya, kenapa lo?!", Argo menengok ke arah Ballad.

" Awas! Si tembok es lagi sangat memperhatikan anak baru itu, nanti kau malah kena masalah sama dia..", Ballad dengan tenang merespon kata-kata Argo.

"Oh! Jadi gara-gara si botak ini, tangan lo jadi diperban gitu?!", Argo membalas kata-kata Ballad.

" Udahlah! Gue mau balik aja!", dengan tenang Ballad pergi meninggalkan mereka semua.

"Hahhh... Merepotkan juga kalo berurusan sama si tembok es! Ah! Gara-gara liat kepala lo yang kaya bakso, gue jadi laper...", Argo melepaskan rangkulannya dari Oakley dan berjalan ke arah kantin, diikuti gerombolannya yang tertawa karena kata-katanya itu.

"Hahaha... Mana ada bakso pake kacamata gitu... Hahaha...".

" Hahaha... Udah jangan dibahas gitu! Nanti gue ga nafsu lagi makan baksonya gara-gara keinget muka dia!".

" Hahaha...".

Gerombolan itu terus berbicara sambil berjalan menuju kantin dan meninggalkan Oakley sendiri.

Berselang beberapa menit, Oakley yang tidak jadi pergi ke kantin, duduk di sekitaran kampus dekat pohon besar yang sepi dari kerumunan orang-orang sambil menunggu kelas selanjutnya. Lalu tiba-tiba seseorang menghampirinya.

"Gue ga pernah liat lo! Anak baru ya?", orang itu langsung bertanya ke Oakley.

Orang dengan rambut yang berdiri tegak menjulang tinggi di kepalanya. Dengan pakaian bela diri, tanpa alas kaki dan wajahnya yang kurang terawat dengan kumis dan janggut. Cukup mengagetkan Oakley yang sedang menikmati ketenangan keadaan sekitar.

"Oh! I-iya, saya baru pindah ke kampus ini...", Jawab Oakley kepada orang yang menghampirinya itu.

"S-saya? Eng, ga usah terlalu formal gitu kali! Kita masih seumuran kok! Yaa walau banyak orang yang bilang gue udah tua gitu sih... Tapi gue masih 20-an kok...", Balas orang itu kepada Oakley yang berbicara sedikit formal.

"Ngapain lo sendirian di sini?", Orang itu lanjut bertanya.

" Em..., Gapapa sih, di sini kayanya lebih enak aja", Oakley membalas pertanyaan orang itu.

"Mau ke kantin ga? Gue mau beli makanan nih!", Orang itu mengajak Oakley pergi ke kantin.

"Em, kalo mau minta ditraktir, kayanya ga bisa deh, uang saya hanya cukup buat keperluan saya sendiri kedepannya", Oakley mencoba menolak.

" Traktir? Enggalah, bayar sendiri-sendiri aja! Dan gue bilang jangan terlalu formal, santai aja! Kayanya lo kaku banget gitu! Hehehe..", orang itu menjelaskan hal yang Oakley salah tanggap darinya sambil sedikit tertawa.

"Oh! Ayo deh...", Oakley pun beranjak dari tempatnya duduk.

"Ok! Tau jalannya kan?", Orang itu bertanya untuk memastikan Oakley tau kearah kantin atau tidak.

"Iya tau kok!", Jawab Oakley.

Lalu mereka berdua pun pergi ke kantin. Walau Oakley masih agak sedikit canggung dengan orang yang belum memperkenalkan dirinya itu.

Memasuki area kantin yang mulai banyak orang, perasaan tidak enak pun mulai terasa kembali oleh Oakley, perasaan yang dipandang remeh serta menjadi bahan canda gurauan. Oakley tetap berusaha menghiraukannya, namun kali ini seperti ada yang berbeda, bukan perubahan yang baik, tapi sebaliknya. Kata-kata bisikan yang terdengar dari telinganya walau sudah mencoba menghiraukannya, menjadi bertambah. Bervariasi?

"Hey lihat! Itu si kepala rumput alang-alang! Lihat betapa santainya dia berjalan tanpa alas kaki! Pasti dia juga tidak membersihkan keringatnya setelah latihan bela dirinya tadi! Iwwhhh...".

" Dia sama si bakso berkacamata itu kan? Eh!? Mana tuh kacamatanya? Hahaha...".

" Ilang, jatuh di atas kepala si rumput alang-alang itu kali! Ahahaha...".

Bisikan-bisikan itu terdengar oleh Oakley. Diapun mulai berpikir kalau orang yang mengajaknya ke kantin ini juga termasuk orang yang sering dibully. "Hahhh...", Seketika itu dia hanya bisa menghelakan nafasnya walau tak terdengar dan tak terlihat.

Mereka berdua, khususnya Oakley mencoba terus mengabaikan orang-orang disekitar, membeli yang mereka perlukan, lalu pergi meninggalkan kantin. Berjalan meninggalkan kantin, orang itu tiba-tiba teringat sesuatu.

"Oh! Hey, tadi nama lo siapa? Gue lupa", orang itu bertanya ke Oakley sambil memakan jajanannya.

" Oakley, Oakley Iyeroh...".

Oakley memberikan namanya kepada orang itu sambil mengingat dalam pikirannya, " memangnya tadi orang itu sudah nanya namanya...".

" Oh, Owakeli? Owali... Em, baiklah gue mau balik ke tempat latihan lagi ya, bye!", Orang itu berlari meninggalkan Oakley sambil melambaikan tangan dengan sedikit tersenyum walau ada jajanan makanan di sela mulutnya.

Oakley pun membalas melambaikan tangan dengan canggungnya sampai orang itu tak terlihat dipenglihatannya lagi. Lalu dia pun kembali ketempatnya tadi, di dekat pohon besar dimana tidak banyak orang melewatinya. Di sana, dia memakan jajanan yang tadi dia beli di kantin sembari masih berpikir tentang orang yang tadi yang bahkan dia tidak tau namanya. Dia berpikir kalau orang itu pun sering jadi bahan bully-an karena penampilannya, tapi entah kenapa sepertinya dia bisa menghiraukan orang-orang disekitarnya itu. "Apakah dia sudah terbiasa dengan semua itu?". Setelah beberapa saat, jam pun menunjukkan untuk kelas sorenya dimulai, dia pun bergegas menuju kelas. Dan setelahnya, kegiatan belajar mengajar pun di mulai. Keadaan di kelas saat itu tidak jauh berbeda seperti kelas tadi pagi, bahkan sangat sama untuk suasana dan apa yang terjadi. Begitulah yang terjadi hingga sampai saat kelas selesai dan Oakley akhirnya kembali ke asrama, ke kamarnya.

Malam itu, di kamarnya, Oakley sudah beranjak tidur di kasurnya, tiba-tiba perasaan aneh menghampirinya, dia pun terbangun dan merasakan betapa besar efek perasaan aneh tersebut pada dirinya. Dia merasakan sakit yang sangat di kepalanya hingga dia ingin berteriak kencang, namun dia menahan teriakannya dengan gertakkan giginya yang sangat kuat. Dia berguling-guling di kasurnya merasakan sakit yang sangat di kepalanya itu. Hingga beberapa waktu kemudian rasa sakit itu pun menghilang dan perasaan aneh yang melandanya juga perlahan sirna begitu saja. Oakley dengan nafas beratnya mencoba untuk bisa menenangkan pikirannya, perlahan demi perlahan hingga dia tertidur pulas di kasurnya itu tanpa memperdulikan sekitarnya.

Keesokan harinya, dia pun terbangun, perlahan dia membuka matanya, lalu terkaget melihat kamarnya sangat berantakan. Dia melihat sekeliling kamar, benar-benar berantakan. Sejenak dia teringat kejadian semalam, walaupun samar-samar, dia mengingat ketika tiba-tiba dia merasakan perasaan aneh di tubuhnya lalu membuat kepalanya sakit, dia sangat kesakitan saat itu. Namun semua itu hanya terjadi sebentar sebelum akhirnya dia tertidur, begitulah yang dia rasakan. Hal itu membingungkannya, bagaimana bisa sampai barang-barang di kamarnya sampai berantakan semua. " Apakah semalam terjadi gempa bumi?", Sontak pikiran itu muncul di kepalanya. Lalu iya bergegas melihat keluar jendela kamar untuk melihat keadaan sekitar namun tampak seperti tidak terjadi apa-apa di luar sana. Dia masih penasaran dengan apa yang terjadi itu, maka setelah melihat keluar jendela, dia hendak pergi ke luar kamar, setelah membuka pintu kamar, dia menengok keadaan sekitar.

"Lho! Ga ada yang berantakan...".

Semua benda masih tertata seperti semula, beberapa vas bunga di atas meja masih ada, foto-foto di dinding koridor tidak ada yang berjatuhan, sebagaimana keadaan di dalam kamarnya. Lalu terbesit suatu pikiran lain di kepalanya yang berisi beberapa pertanyaan yang bersangkutan.

"Apakah orang-orang sudah menatanya kembali? Tidak mungkin... Bahkan tidak ada tanda-tanda kekacauan atau sisa-sisa benda jatuh sedikit pun... Lalu, kemana perginya penghuni asrama? Sepi sekali koridor asrama ini, tak ada satu pun orang di sini...".

" Eh! Tunggu! Jam berapa sekarang?", Oakley bergegas kembali ke kamar melihat jam di dalam kamarnya, tetapi jam waker-nya sudah hancur berserakan di lantai. Lalu dia melihat ke arah jendela, sepertinya matahari sudah bersinar sangat terang, cukup terik terasa karena sudah berada di atas kepala.

"Sudah siang?!".

Oakley mulai panik karena mungkin dia telah melewatkan kelas paginya, dia mengambil tasnya, lalu mencari mobile device-nya, waktu disana sudah menunjukan pukul 11.54, sudah hampir tengah hari. Dan kelas pagi sudah akan berakhir dalam hitungan beberapa menit lagi. Walaupun dia mencoba bergegas, dia akan tetap tidak dapat apa-apa disana. Jadi begitulah, dia melewatkan kelas pagi di hari ketiganya masuk universitas itu. Dan setelah itu, keinginannya untuk menghadiri kelas sorenya pun hilang, dia berpikir untuk menghabiskan waktunya di dalam kamar setelah merapikan barang-barangnya yang berantakan, namun setelah semua selesai dirapikan, rasa bosan pun menghampirinya. Hari masih sore, kelas sore baru dimulai dari satu jam yang lalu pikirnya, namun bukan berarti dia ingin menghadirinya. Dia ingin pergi ke kantin untuk membeli makanan untuk makan malamnya. Lalu diapun pergi keluar kamar. Di sepanjang koridor asrama, dia tidak menemukan satu pun orang, suasana pun terasa sangat sepi, terlebih dibandingkan dengan hari pertama dia datang ke asrama. Disaat keluar dari asrama pun dia mendapati suasana yg cukup sepi. Tak ada seorang pun berkeliaran disana.

"Sepertinya orang-orang menghadiri kelas sore mereka, termasuk orang-orang itu? Walau pun terlihat berandalan, tapi mereka tetap menghadiri kelas, huh?", sepintas suatu pikiran di kepala Oakley.

Beberapa waktu kemudian, dia sampai di daerah sekitaran kantin. Di sana pun dia tidak menemukan seorang pun, terlebih lagi tak satu pun toko di kantin itu ada yang buka, "cukup aneh". Itulah hal yang terbesit dalam pikiran Oakley saat itu. Meskipun ini adalah pertama kalinya dia pergi ke kantin di waktu sore, tetapi dilihat dari waktunya, seharusnya belum waktunya untuk kantin tutup. Saat itu masih sore, matahari belum terbenam, dan lagi kelas sore pun belum selesai, masih akan banyak orang yang ingin membeli makanan, terlebih untuk makan malam. Jadi cukup aneh bila kantin sudah tutup pada saat itu. Lalu Oakley pun berpikir untuk menunggu hingga waktu kelas sore usai sambil duduk di bangku kantin yang semuanya kosong dan dengan suasana sunyi sepi itu.

Sangat lama Oakley rasakan menunggu waktu di kesunyian itu. Namun waktu berlalu sampai yang sudah dia rencanakan. Langit sudah mulai gelap karena matahari sudah terbenam. Jam di mobile devicenya menunjukkan pukul 18.14, kelas sore seharusnya sudah usai beberapa saat yang lalu, namun tanda-tanda kemunculan orang-orang masih belum tampak sedikit pun.

"Aneh, apa yang sebenarnya terjadi di sini?", gumam Oakley dalam hatinya.

Dia melihat keadaan sekitar, lalu mulai bergerak ke suatu tempat, tak jelas kemana dia akan pergi, dia hanya ingin mencari seseorang untuk menanyakan hal yang membuatnya penasaran ini. Sampai di suatu persimpangan jalan saat dia akan pergi ke gedung utama kampus, dia mendengar suara wanita berteriak dari arah yang berlainan dari arah gedung kampus itu. Rasa penasarannya menjadi sangat besar, dia terhenti untuk beberapa saat, berpikir apa yang sebaiknya dia lakukan, ke gedung utama atau mengecek keadaan ke arah suara wanita yang berteriak tadi. Setelah beberapa menit, walau dipenuhi rasa ragu, dia melangkah ke arah tempat teriakan wanita tadi. Setelah berjalan beberapa meter melewati jalan setapak yang kiri dan kanannya ditutupi oleh semak-semak yang lebat, Oakley pun sampai di suatu gedung yang menjadi ujung dari jalan setapak tersebut.

Gedung itu telihat terbengkalai, sangat sepi dan berantakan. Oakley melihat kearah sekitar, lalu menemukan sisa-sisa tanda garis dilarang masuk, tepat di belakangnya yang tertutupi oleh semak-semak tebal tadi. Dan dari arah jalan setapak dia masuk tadi, dia melihat seorang yang bediri disana menatapinya dengan wajah yang aneh, rambutnya juga. Orang itu adalah orang yang kemarin pergi kekantin bersamanya.

"Apa yang lo lakuin di sini?", orang itu langsung menanyakan hal yang juga ingin ditanyakan Oakley ke orang itu.