Setelah berlari sekuat tenaga, Oai sampai di gedung utama. Sebelum dia masuk ke dalam gedung dia melihat ke belakang, penasaran kenapa Wallace belum sampai, bahkan mereka berdua masih belum nampak dari kejauhan. Dia mencoba menunggu mereka, namun tiba-tiba seseorang memanggilnya.
"Oai! Apa yang kau lakukan di sana, cepat masuk ke sini!".
Itu adalah suara Vie dari pintu masuk kampus. Dia mengajak Oai masuk ke dalam.
"Tapi pak Wallace dan... Siapa nama wanita tadi, ya? Sepertinya tadi dia mengatakan namanya", Oai membalas perkataan Vie, namun dengan suara yang semakin lama semakin pelan, dia seperti berbicara pada dirinya sendiri.
"Kau bilang apa?! Sudahlah! Cepat masuk!", Vie kembali menyuruh Oai masuk ke gedung, Oai pun masuk ke dalam kampus.
Di dalam kampus, Vie mengajak Oai masuk ke ruangan pengungsian, namun Oai menolaknya.
"Aku di sini saja! Kau bisa ke ruangan itu sendiri", jawaban Oai kepada Vie.
Sembari terus berjalan ke lorong kampus Oai melihat-lihat sekelilingnya. Vie yang tadinya akan berjalan ke pintu besi menuju ruang pengungsian, merubah arah menjadi ke arah Oai. Dia sedikit berlari untuk mengejar Oai.
"Apa yang kau lihat? Bukannya kau sudah pernah melewati lorong ini sebelumnya saat menuju kelas?", Vie bertanya ke Oai saat sudah mendekat.
"Ya, kau benar, hanya saja kemarin-marin aku tidak dapat menikmatinya seperti sekarang ini... Kau tau kan, selalu banyak orang di lorong ini", jelas Oai.
" Oh, begitu...", balas Vie singkat.
"Hey! Ngomong-ngomong tentang oddies, sepertinya aku melihatnya tadi, apakan oddies itu makhluk aneh seperti manusia? Yang tadi itu sebesar manusia pada umumnya, namun penampilannya lebih seperti... Oh! Seperti bintang laut, atau jari manusia dengan kuku yang tajam, entahlah", teringat akan kejadian tadi, Oai membicarakan pengalamannya kepada Vie.
"Kau melihatnya?", Vie bertanya dengan serius.
" Makhluk itu hampir menyerang kami tadi!", Oai menjawab dengan tenang.
" Menyerang kami? Maksudmu tadi kau tidak sendirian?", Vie kembali bertanya.
" Ya, aku menemukan seorang wanita di jalan ke gedung di belakang kampus-...".
" Gedung yang tadi sore hampir kau datangi itu?!", Vie memotong kata-kata Oai dengan pertanyaan untuk mengkonfirmasi dugaannya.
"Ya..".
"Lalu apa yang terjadi selanjutnya?", Vie bertanya dengan cepat.
"... Em, aku mengecek keadaan wanita itu lalu tanpa ku sadari mahkluk itu sudah di belakang kami dan mencoba mendekat, untung saja pak Wallace datang menyelamatkan kami, setelah itu kami berpisah dan dia menyuruh ku pergi ke sini", jelas Oai.
" Wow! Tunggu! Master we-, maksudku, pak Wallace datang ke sana?", Vie bertanya kepada Oai, dia juga terlihat sedikit kaget saat bertanya.
"Ya, bukankah kau yang memintanya untuk datang?", Oai balik bertanya.
" Benar, ya tentu saja, ahaha..".
Vie menjawab dengan wajah yang aneh. Dia terlihat seperti masih terkejut dengan jawaban Oai. Dalam pikirnya, dia memang meminta bantuan saat dia sampai di gedung utama, namun saat itu para penjaga yang berjaga di sekitar gedung, tidak ada yang menanggapinya karena dalam standar operasionalnya, mereka baru akan mengecek wilayah sekitaran kampus saat situasi mulai lebih aman. Jadi dia tidak mengira bakal ada yang datang menolong. Selagi Vie terus berpikir tentang hal itu, mereka berdua terus berjalan menyusuri lorong bangunan kampus utama itu tanpa saling bicara. Lalu Oai memulai percakapan kembali dengan pertanyaan.
"Hey, apa kau pikir mereka akan baik-baik saja? Maksudku, pak Wallace dan wanita itu", Oai bertanya kepada Vie sembari tetap berjalan.
"Eh!? Em, ya, tentu saja! Jangan khawatir! Pak Wallace pasti tau apa yang harus mereka lakukan. Kau tenang saja, mereka pasti akan baik-baik saja", jawab Vie.
" Begitukah? Tapi mereka belum sampai di sini sejak tadi. Apa kau yakin mereka tidak apa-apa?", Oai masih meragukan kata-kata Vie barusan.
Baru saja Oai selesai bertanya, tiba-tiba lampu di lorong yang mereka lewati berkedip untuk beberapa kali. Hal itu mengagetkan mereka. Mereka berhenti dan waspada akan sekitar mereka, namun mereka tidak menemukan hal aneh di sekitaran lorong itu. Hingga akhirnya suasana kembali normal seperti sedia kala.
"Apa yang barusan terjadi? Apa lampu di lorong ini sering berkedip seperti itu sebelumnya?", Oai bertanya kepada Vie.
" Eh!? Ya mungkin, dikeadaan seperti ini, hal aneh seperti itu mungkin sudah biasa, kau tau? Haha..", Vie menjawab dengan sedikit tertawa, dia seperti menyembunyikan sesuatu dibalik tawanya.
"Benarkah?", Oai merasakan ada yang aneh, namun dia mencoba tenang sembari menganalisa keadaan.
Beberapa saat kemudian, seseorang datang dengan kata-kata peringatan.
"Kenapa kalian masih berkeliaran?!"
Seseorang itu adalah Wallace, dia berjalan kearah mereka berdua. Vie agak terkejut melihat kedatangannya, sedangkan Oai langsung teringat akan kejadian tadi.
"Em, pak.. Wallace..-", baru saja Oai ingin menanyakan keadaan Wallace, namun Wallace langsung menjawab pertanyaannya.
"Semuanya aman! Sekarang kembalilah ke tempat pengungsian!".
" Ya, baik!".
Vie menjawab dengan segera. Dan tanpa menunggu lama, Wallace pun pergi meninggalkan mereka berdua.
"Ayo kembali ke pengungsian!", Vie mengajak Oai.
" Kau pergi duluan saja! Aku em.., ingin ke toilet sebentar..", balas Oai, dia terus berjalan ke arah toilet di ujung lorong kampus.
"Hey! Baiklah aku ikut dengan mu!", Vie yang tadinya akan pergi ke arah pengungsian, mulai mengikuti Oai ke toilet.
Di dalam toilet, setelah selesai menggunakan toilet, Oai akan pergi keluar, namun seketika itu perasaan aneh yang sudah pernah dia rasakan beberapa kali itu muncul kembali. Rasa sakit di kepala Oai pun kembali terasa. Karena sakit yang dirasa kali benar-benar tiba-tiba dan sangat besar, Oai hampir terjatuh, namun dia berpegangan pada permukaan tempat cuci tangan di depan cermin toilet itu. Perlahan dia mencoba untuk berdiri setelah rasa sakit itu menghilang. Rasa sakit itu, kali ini muncul hanya beberapa saat saja dibandingkan sebelum-sebelumnya. Kali ini pun Oai tidak berteriak seperti sebelumnya, dan dia sudah kembali normal satelah beberapa detik kemudian. Dia mencuci muka untuk merefresh penampilannya, namun keanehan terjadi setelah itu. Saat dia melihat kearah cermin di depannya, pantulan cermin itu langsung menampilkan dinding tembok di belakangnya.
"Eh?!".
Oai kaget melihat cermin itu. Dia berusaha menggerak-gerakkan tangan dan tubuhnya, namun cermin itu tidak memantulkan bayangan dirinya sama sekali. Oai mulai panik. Dan disaat itu Vie keluar dari bilik kloset dan menuju tempat cuci tangan, tempat Oai berada.
"Hey! Apa yang kau lakukan?".
Vie bertanya ke Oai karena heran melihatnya bertingkah aneh di depan cermin. Dia belum sadar dengan pantulan bayangan mereka di cermin itu. Dari pantulan cermin itu, nampak Vie datang mendekat ke arah cermin, Oai dapat melihatnya pula, hanya dirinya saja yang tidak ada di cermin itu. Oai semakin panik akan keadaan tersebut, dia tidak mengerti apa yang sedang terjadi dengan dirinya.
"Vie! Apa kau dapat melihat ku?", Oai mencoba menanyakan sesuatu ke Vie.
"Ya?! Kenapa?".
"Coba sekarang liat ke cermin ini! Apa kau melihat pantulan bayangan dirimu?", Oai melanjutkan pertanyaannya.
Vie yang masih bingung dengan pertanyaan Oai sebelumnya, menengok ke arah cermin, dia melihat pantulan dirinya di cermin sembari mengkonfirmasi pertanyaan Oai, "Ya".
"Benarkah?! Apa kau dapat melihat pantulan diriku?!", Oai yang tidak terlalu percaya mencoba meminta Vie melihat pantulan dirinya juga.
Setelah mendengar pertanyaan Oai yang barusan, Vie yang tadinya tidak sadar kalau pantulan Oai pada cermin tidak ada, kaget dan berkali-kali menengok ke arah Oai yang tepat ada di sampingnya untuk mengkonfirmasi keberadaannya.
"Apa yang terjadi? Bagaimana bayanganmu di cermin tidak ada? Hey!".
Vie cukup histeris dengan keadaan tersebut. Oai tidak bisa apa-apa selain bilang, " Aku pun tidak tahu!". Kini mereka berdua kebingungan. Namun Oai mencoba untuk tenang, didalam kebingungannya. Sedangkan Vie terlihat mulai diam, dia seperti memikirkan sesuatu.
Untuk beberapa saat, suana menjadi hening, hingga Oai mulai berbicara.
"Hey, mungkinkah... Em! Vie, bisakah kau merahasiakan hal ini?".
Oai seperti akan mengatakan suatu hal, namun terhenti dan mengalihkan ke topik pembicaraan lain.
"Huh?! Em, ya, ya baiklah..", balas Vie dengan terbata-bata.
Vie terlihat bingung dengan keputusannya, namun dia merasa tidak enak untuk menolak permintaan Oai. Lalu setelah beberapa waktu berselang. Mereka pun keluar dari toilet. Suasana menjadi terasa aneh antara keduanya. Mereka saling berdiam diri sembari berjalan kembali ke aula utama kampus. Sesampainya di aula utama, Vie yang berjalan di depan Oai mengarah ke pintu tempat pengungsian dan masih tanpa kata-kata sejak dari toilet tadi. Lalu sekali lagi Oai memecah ke sunyian dengan mulai berbicara.
"Umm.. Sepertinya aku memang lebih baik kembali ke kamar ku saja..", ujar Oai ke Vie.
Kali ini, Vie membalas perkataannya dengan anggukan sembari menjawabnya dengan terkesan terbata-bata.
"Oh, ya, baiklah..".
Setelah itu pun Oai terus berjalan menuju ke pintu utama kampus, berjalan keluar menuju gedung asrama, ke kamarnya. Sementara hari semakin larut. Oai tidur di kamarnya, di gedung asrama itu sendirian disaat semua siswa mengungsi di ruang pengungsian.
Malam itu pun berlalu, keesokan harinya, Oai terbangun di tempat tidurnya. Mengingat kejadian semalam, dia bergegas ke arah cermin yang ada di kamarnya. Jantungnya berdebar cukup keras takala dia mendekati cermin. Namun kekhawatirannya menghilang disaat dia melihat bayangannya pada pantulan cermin itu.
"Huff... Syukurlah sudah kembali normal...", Oai senang karena dia sudah kembali normal.
Meskipun begitu, di dalam pikirannya, masih banyak hal yang dia pikirkan, terutama tentang kejadian kemarin. Disaat dia sedang berkaca, dia mendengar suara-suara dari luar kamarnya. Dia mencoba membuka pintu kamarnya perlahan seraya mengintip ke luar. Di koridor asrama itu banyak orang, penghuni asrama yang berkeliaran melakukan aktifitas paginya. Sepertinya keadaan sudah kembali aman, pikir Oai. Sesaat sebelum Oai kembali masuk ke kamar dan menutup pintunya, sebuah pengumuman terdengan dari pengeras suara yang ada di koridor asrama.
"Pengumuman! Perhatian untuk semua pelajar dan pengajar University of Collins, atas kebijakan dari pimpinan kepala kampus, kelas pagi untuk hari ini ditiadakan, namun kelas sore akan berjalan normal sesuai jadwal yang ada, tetap semangat dan giat berusaha! Sekian dari pengumuman ini! Terima kasih".
Begitulah bunyi pengumuman yang didengarkan oleh para penghuni asrama yang sedang beraktifitas, termasuk Oai. Awalnya Oai akan bersiap-siap untuk kelas paginya setelah melihat para penghuni asrama sudah mulai beraktifitas, dan keadaan terlihat sudah aman, namun setelah mendengar pengumuman barusan, dia berhenti dan memikirkan hal lain yang ingin dilakukannya. Dan disaat itu, disaat dia akan masuk ke kamarnya, dia melihat sekelebat bayangan dari dekat tangga atas di lantai 2 bangunan asrama itu. Oai terkejut menyadarinya, mengingat dia belum pernah melihat keadaan di lantai atas itu. Rasa penasarannya membuat dia ingin mengecek keadaan dan suasana di sana. Setelah menutup pintu kamarnya dia pun berjalan menaiki tangga untuk naik ke lantai atas. Sesampainya di atas, dia tidak menemukan sosok sekelebat bayangan tadi, bahkan tak seorang pun ada di sana, suasana di lantai 2 jauh berbeda dengan di lantai 1, di sana jauh lebih tenang dan rapi. Oai mulai berjalan menyusuri lorong lantai 2 itu, kamar pertama yang dia lewati adalah kamar nomor 51.
"51!? Wow! Berapa banyak kamar di asrama ini? Jika dilihat-lihat ini memang wajar, gedung asrama ini juga sangat besar, entah berapa banyak kamar yang ada di sini karena penomoran kamarnya yang acak menjadi lebih sulit mengetahui jumlah kamar yang ada", Oai bergumam sendiri dalam pikirnya.
Setelah melewati kamar itu kamar di seberangnya adalah nomor 52, lalu 53, 54, 55, kamar itu berurutan secara zigzag yang berseberangan. Oai terus berjalan menyusuri lorong itu sembari memperhatikan setiap nomor kamar yang dia lewati, semuanya berurutan rapi. Lalu beberapa saat kemudian dia sampai di persimpangan lorong itu. Lurus kedepan adalah lanjutan nomor kamar dari urutan kamar tersebut hingga ujung lorong, sedangkan belok ke kiri, disana terdapat kamar dengan nomor 76, mungkin kelanjutan dari kamar yang paling ujung dari kamar yang tadi jika berjalan lurus, dan terus sampai terlihat ujung dari lorong itu, namun ujung lorong ini terlihat masih ada jalan terusannya. Oai pun memilih belok kiri untuk melihat sejauh mana bangunan ini. Sesampainya di ujung, dia melihat ada jalan terusan ke kiri, di sana terlihat tanda di dinding bagian kiri dengan papan bertuliskan 84-95, sedang di dinding kanan papan bertuliskan 96-100.
"Oh, 100 kamar! Jumlah yang cukup banyak".
Namun perhatiannya berpaling ke arah celah di samping kamar nomor 82 yang berada di kanannya, sudut lain dari ujung lorong itu. Oai penasaran karena terdapat cone block yang menghalangi jalan ke celah di samping kamar itu. Oai berjalan mendekati cone block itu, setelah mendekatinya, dia melihat pintu dengan tulisan (no entry) di depannya. "Mungkin tempat khusus untuk perawatan gedung", kata-kata yang terbesit dalam pikiran Oai. Namun ketika itu terdengar suara berisik dari balik pintu itu. Rasa ingin tahu Oai pun semakin meningkat untuk memasuki ruangan itu. Dia mencoba membuka pintu itu, dan terkejutnya dia, pintu itu tidak terkunci dan masuklah dia ke dalam ruangan itu. Di dalam ruangan itu terlihat jalan setapak yang di bagian kanannya terdapat banyak pipa yang terhubung dengan seluruh ruangan di gedung asrama itu. Sepertinya suara berisik itu berasal dari ujung jalan ruangan tersebut, di ujung sana terlihat sedikit sinar yang masuk dari arah kiri. Oai berjalan terus ke arah ujung lorong itu hingga dia melihat pintu yang terbuka di sebelah kiri itu, ternyata cahaya yang masuk itu adalah sinar matahari pagi yang mengarah ke pintu yang terbuka itu. Oai menengok ke arah luar, disana terdapat beranda yang cukup luas mengikuti bentuk bangunan asrama itu, Oai pun keluar dari ruangan itu ke area beranda. Di dekat ujung batas dari beranda itu, Oai melihat beberapa orang yang sedang bersantai sambil bercanda ria dengan berisiknya. Niatan Oai yang ingin mendekati mereka terhenti ketika melihat wajah-wajah yang tak asing baginya, orang-orang itu adalah Argo, Ballad dan kawan-kawannya. Mereka terlihat asik bercerita sambil minum-minum dan merokok. Tempat ini mungkin aman untuk bersembunyi dari para pengawas kampus, karena kampus memiliki peraturan yang melarang membawa atau meminun minuman beralkohol di seluruh area kampus. Baru saja Oai akan berputar balik untuk pergi, tiba-tiba suara teriakan menghentikan lajunya.
"Oi, botak!! Ngapain disini?!".
Itu Argo, sepertinya dia menyadari kedatangan Oai. Seketika semua mata kawanannya tertuju pada Oai.
"Mau kemana?!", Argo bertanya seraya dia berjalan mendekati Oai yang terlihat akan pergi.
"Biarkan saja dia pergi! Tidak ada hal baik yang akan kita dapat bila dia di sini!", Ballad menyarankan Argo untuk membiarkan Oai pergi, karena dia pikir Oai hanya akan membawa masalah jika Oai ada disana.
"Memang itu yang akan ku lakukan, tapi mungkin dia punya sedikit tambahan uang jajan untuk kita. Benarkan? Kau punya beberapa k'oru untuk kita kan?", Argo merangkul Oai seolah bersikap akrab dengannya sembari mencoba memalaknya.
"Ennm, maaf tapi tidak bisa-..", Oai mencoba menolaknya, namun belum selesai dia mengatakan alasannya, Argo langsung memotong perkataannya.
"Aghh!! Sepertinya memang tidak berguna! Pergi saja kau sana!! Tapi ingat jangan sampai ada yang tau keberadaan kita disini!! Awas saja kau!", gertak Argo mengusir Oai.
" Akan lebih baik jika kalian semua pergi dari sini! Suara berisik kalian sangat mengganggu!".
Tiba-tiba suara orang lain datang dari arah pintu keluar. Seseorang itu berdiri di dekat pintu dengan menggunakan jaket hoodie, bermasker hitam dan kaca mata gelap, orang itu sangat tertutup sehingga sulit untuk dikenali.
"Cih! Ayo pergi dari sini!", Ballad berdiri dan mengajak yang lain pergi, mereka pun pergi mengikutinya.
Argo yang masih kesal akan Oai tadi, mendorong Oai hingga jatuh, lalu Argo pun pergi menyusul kawanannya sambil mengoceh kesal akan kehadiran seorang misterius itu.
"Karena kedatangan si botak itu, si ribet pun jadi datang ke sini juga! Si botak itu benar-benar pembawa masalah!", Argo mengoceh terus ketika menyusul teman-temannya itu.
Mereka pergi ke arah berlawanan dengan pintu masuk ke arah asrama tadi, dan itu cukup membingungkan Oai. Oai terus memperhatikan kemana mereka akan pergi, sampai tiba-tiba seseorang yang misterius itu sudah berdiri di sebelahnya.
"Mereka pergi ke arah tangga. Mereka menggunakan tangga untuk naik kesini", orang misterius itu berkata pada Oai.
"Oh!", respon Oai.
"Tempat ini bukan untuk umum! Selain yang berkepentingan, harus segera pergi! Termasuk kau!", Orang itu memperingatkan Oai.
" O-ok, baiklah..", Oai berdiri, lalu berjalan ke arah pintu masuk ke asrama. Tiba-tiba dia terhenti, teringat akan sesuatu.
"Kau bukan pengawas, kan? Kau juga penghuni asrama ini, kan? Jika tak seorang pun boleh berada disini selain yang berkepentingan, berarti kau juga tidak boleh berada disini juga, iya kan?". kata Oai kepada orang itu.
" Huh! Aku pun berniat pergi sekarang", orang itu membalas kata-kata Oai, sembari berjalan dengan cepat meninggalkan Oai.
Orang itu benar-benar berjalan dengan cepat, Oai bahkan sudah tidak melihatnya lagi ketika dia masuk ke ruangan yang banyak pipa itu. Seperti menghilang begitu saja, Oai bahkan tak dapat melihatnya di lorong-lorong gedung asrama lantai 2 itu.
"Hmm, berarti dia bukan pengawas, mungkin dia juga penghuni asrama ini, apa kamar dia di lantai 2 ini?", gumam Oai.
Hari beranjak siang, Oai yang mulai bosan berada di kamarnya, berpikir ingin pergi keliling sekitar kampus karena banyak tempat yang belum dia lihat di sekitaran kampus. Ditambah lagi perasaan penasaran tentang misteri di kampus ini yang membuat dia sangat penasaran. Dia pun keluar dari kamarnya, setelah mengunci kamarnya, dia sekali lagi menengok ke atas tangga yang ada di depan kamarnya itu. Tidak ada seorang pun di atas sana. Lalu pandangannya turun ke bawah, di samping tangga itu dia melihat pintu keluar. Dia berpikir kalau dia baru menyadari disana terdapat pintu keluar, dia pun mencoba keluar melalui pintu itu.
"Oh, ini pintu samping dari gedung asrama ini, tapi jalan ini sepertinya masih mengarah ke halaman depan gedung".
Saat melihat sekitar, gedung asrama itu dikelilingi tembok batu setinggi satu meter lalu di atasnya ada tambahan pagar besi yang membuatnya menjadi lebih tinggi. Namun di salah satu sisi pagar yang mengitari gedung itu, Oai melihat terdapat pagar yang rusak, yang membuat celah untuk dilewati. Celah itu terdapat di arah ke belakang area asrama itu. Oai mendekati celah itu, lalu melihat sekitar, terdapat jalan setapak dibalik tembok itu, jalan yang melewati kebun belakang kampus dengan jalan yang masih berupa tanah yang di kiri kanannya masih dipenuhi rerumputan liar. Dengan bermodalkan rasa ingin tahu, Oai pun mencoba menelusuri jalan itu. Setelah beberapa menit dia menyusuri jalan itu, Oai sampai di jalan keluar, tembusan dari jalan itu. Itu adalah jalanan di area belakang kampus. Oai melihat ke sekelilingnya, untuk mengecek keadaan sekitar. Di kejauhan dia melihat dua orang yang sedang berhadapan, sepertinya mereka sedang berselisih. Salah seorang dari kedua itu adalah wanita dan yang satunya lagi... Oai kaget ketika melihat orang itu, orang itu adalah sosok misterius yang tadi dia temui di lantai 2 asrama.
Orang misterius dan wanita itu, mereka berdua saling menatap seperti terjadi permasalahan yang sangat serius. Lama mereka terus bertatapan hingga akhirnya wanita itu bergerak mencoba pergi, namun orang misterius itu memegang tangannya hingga wanita itu terhenti. Wanita itu terlihat meronta untuk melepaskan dirinya dari orang misterius itu.
"Lepaskan tanganku!", wanita itu berteriak.
" Itu tak akan terjadi! Sudah lama aku memperhatikan gerak-gerikmu! Aku yakin kau-..", orang misterius itu sedang mengatakan sesuatu pada wanita itu, namun tiba-tiba Oai menyela mereka.
"Hey! Hentikan! Lepaskan tangannya!", teriak Oai.
Sontak, mereka berdua kaget akan kedatangan Oai, orang misterius itu segera melepaskan tangan wanita itu.
"Maaf bila aku mengganggu kalian, tapi ku pikir kau menyakitinya", Oai mengatakan pendapatnya kepada orang misterius itu.
" Ku yakinkan kau salah paham akan ini, dan aku menyarankan kau untuk tidak ikut campur dalam hal ini! Lebih baik kau pergi saja!", Orang misterius itu menyuruh Oai untuk pergi.
"Dengar, bukannya aku ingin ikut campur tapi-..".
Oai lanjut menjelaskan dengan wajah seriusnya, namun karena hal itu, membuat orang misterius itu kesal dan dia pun langsung pergi meninggalkan mereka dengan kata-kata terakhirnya.
"Terserah kau saja!! Anggap saja aku sudah memperingatkan mu!".
Oai hanya terdiam, bingung dengan apa maksud dari orang tersebut. Namun seketika lamunan bingungnya buyar setelah mendengar suara wanita di sampingnya itu.
"Terima kasih ya!".
"Oh!? Um, tidak, aku tidak melakukan apapun kok!".
" Hmm, ini yang kedua kalinya kau menolong ku".
" Um? Oh, kau yang waktu itu!", Oai mengingat wajah wanita itu, wanita yang pernah dia tolong pada malam itu saat bertemu oddies.
"Kau mengingatnya? Kau Oai kan? Apa kau ingat nama ku?".
" Em.. aku tidak begitu mendengar apa yang kau katakan saat itu..".
" Namaku Lesty, kita pernah di kelas yang sama beberapa waktu lalu".
" Lesty? Oh, ya, kau benar".
" Ya! Ingat baik-baik ya! Hehe..", Lesty sedikit tertawa, Oai hanya tersipu malu.
"Karena sudah menolongku, bahkan sampai dua kali, aku ingin mentraktir mu makan di kantin, bagaimana menurut mu? Kau tidak sedang sibuk kan?", Lesty menawarkan sesuatu pada Oai untuk membalas kebaikannya.
"Oh, umm,..", Oai terlihat ragu.
"Sudahlah ayo ikut aku!", dengan menarik tangan Oai, Lesty membawanya ke arah kantin, Oai pun pasrah dan mengikutinya.
Diperjalanan, mereka melewati jalur perkebunan yang jalannya masih berupa tanah. Oai agak bingung dengan jalur yang dilewati itu, namun dia agak ragu untuk menanyakannya kepada Lesty karena dia pikir mungkin ini adalah jalan pintas agar lebih cepat sampai ke kantin. Setelah keluar dari jalan pintas itu, mereka sampai di jalan yang tidak begitu asing bagi Oai, mereka berdua pernah di sana sebelumnya. Mereka melewati persimpangan jalan menuju bangunan yang terbengkalai di belakang kampus itu lagi. Oai mulai teringat dengan jalan itu dan ingatannya kembali tentang malam itu.
"Hey, bukankah ini adalah jalan menuju tempat kita bertemu dengan oddies pada malam lalu?", Oai membuka percakapan dengan pertanyaan.
"Oddies? Oh, ya, kau benar! Malam itu kita bertemu dengan oddies kan? Emm, hey! Apa menurutmu mereka ada di sana?", Lesty merespon jawaban Oai dengan santai.
"Eh?! Entahlah, aku pernah melihat gedung itu dari dekat, terlihat sangat berantakan, tapi aku tidak tahu apakah disana ada oddies atau tidak nya. Apa kau penasaran akan hal itu? Tunggu! Apa malam itu kau berniat akan pergi ke sana?", Oai menanyakan hal lain yang tiba-tiba ada dalam benaknya.
"Oh! Malam itu ya? Entahlah! Tapi apa kau penasaran dan ingin mencari tahunya juga?", jawab Lesty.
"Em, mungkin aku memang agak penasaran dengan hal itu, tapi itu dilarang kan? Apa kau berniat pergi ke sana sekarang, bukankah itu bebahaya?".
" Rasa penasaran mu tidak akan menghilang hingga kau mendapati apa yang kau ingin tahukan, bukan?".
" M-mungkin kau benar..", Oai ragu.
" Baiklah ay-..".
Lesty baru saja akan menarik tangan Oai ke arah jalan setapak ke bangunan terbengkalai itu, tiba-tiba seorang yang familiar dengan Oai datang dengan sapaannya.
"Hey, Oai! Apa yang kau laku-.. eh!! Lesty!? Apa yang kau lakukan dengan Lesty?! Disini?!".
Orang itu adalah Vie, dia datang dari belakang Oai, dia kaget melihat Oai bersama dengan Lesty, karena dia tahu bahwa Lesty adalah wanita yang terkenal dan dikenal oleh semua orang di kampus. Setahunya, Lesty itu sangat pilih-pilih dalam berteman, ditambah lagi, dengan kehadiran Argo dan teman-temannya yang selalu mengistimewakan dirinya, membuat Lesty menjadi orang yang tidak bisa sembarangan orang bisa dekati walau hanya bicara dengannya. Dan sekarang Vie melihat Lesty memegang tangan Oai, membuatnya kaget sekaligus penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi.
"Vie?! Em, kita sedang-..", Oai berusaha menjelaskan ke Vie agar dia tidak salah paham dan mengira mereka akan pergi ke bangunan terbengkalai itu, namun Lesty menyela perkataan Oai.
"Oh! Sepertinya temanmu sudah datang! Sekarang kau bisa ke kantin dengannya kan? Kalau begitu aku pergi duluan ya!".
Lesty pun melepaskan tangan Oai dan bergerak pergi ke arah lain, dia bergerak ke arah jalan ke kantin. Mendengar perkataan Lesty barusan membuat Oai dan Vie terdiam, terutama Oai, dia menjadi lebih bingung. Namun sesaat Lesty agak jauh dari mereka, dia berhenti dan berbalik ke arah mereka berdua seraya mengatakan sesuatu yang ditujukan kepada Oai.
"Oh, ya! Mungkin akan lebih baik jika aku tidak pergi atau mengatakan apa pun kepada orang lain, iya kan?! Mungkin kau juga harus begitu!! Dah!!", Lesty pun pergi meninggalkan mereka berdua dengan sedikit berlari.
Melihat Lesty yang sudah jauh dari mereka, Oai dan Vie masih saja terdiam disana karena kata-kata Lesty barusan. Namun untuk Oai, sepertinya dia sedikit paham maksud dari kata-kata itu, dia paham kalau itu untuk dirinya, untuk tidak jadi pergi ke bangunan terbengkalai itu dan tidak mengatakan kepada siapapun soal rencana mereka tadi, karena tentu saja itu akan membuat mereka dalam masalah. Jadi dia akan merahasiakan rencananya itu dan tidak akan mengatakannya pada orang lain.
"Hey! Apa yang sedang kau pikirkan? Terlebih lagi, apa yang tadi kau lakukan dengan Lesty?", Vie membuyarkan lamunan Oai yang sedang berpikir.
"Ah! Tidak, aku tidak melakukan apapun! Kita hanya tidak sengaja bertemu dan kemudian... Em, oh! Kemudian aku memintanya menunjukan jalan ke kantin, karena ku rasa, aku sedikit tersesat tadi hehe..", balas Oai dengan sedikit tertawa.
" Huh! Tersesat!? Lalu kau bertemu dengan Lesty dan memintanya menunjukan jalan?!", Vie terlihat takjup dan tidak percaya.
"I-iya, begitulah hehe..", Oai tertawa sembari menggaruk-garuk kepalanya.
"Oh! Tadi katanya kau mau ke kantin kan? Ayo kesana!".
Vie teringat kalau Lesty bilang Oai ingin ke kantin, karena itu dia pun mengajaknya ke kantin bersama, dan mereka pun pergi ke arah kantin. Vie terlihat tidak curiga dengan Oai yang hampir akan melewati jalan setapak ke arah gedung terbengkalai itu.
Waktu hampir menjelang sore, kelas sore akan dimulai seperti biasa, karena bingung akan pergi ke mana, Oai masuk ke kelas lebih awal. Dia duduk di barisan belakang. Saat itu belum ada seorang pun yang datang, dia mencoba menyelaraskan pandangannya ke depan, tempat dimana layar proyektor kelas terpasang, agar saat presentasi bimbingan pelajaran nanti dia bisa melihat tampilan proyektor dengan jelas, walau tidak sejelas pada umumnya karena rabun jauhnya. Dan disaat itu tiba-tiba ada seseorang yang mengagetinya dari belakang.
"Hey! Apa yang kau lakukan?!".
Orang itu adalah Lesty. Dia baru datang dari pintu yang terdapat di belakang kelas.
"Oh! Aku sedang menyesuaikan penglihatan ku dengan layar proyektor untuk penjelasan pelajaran nanti", jawab Oai.
" Masalah penglihatan? Kenapa tidak duduk di depan? Di barisan bangku depan masih kosong! Kau datang yang pertama juga!".
" Oh! Bukankah tempat itu sudah dimiliki yang lain?".
" Huh?! Itu hanya bangku kampus, setiap orang bisa menggunakannya saat kelas! Apa yang kau pikirkan?".
" Tapi Argo bilang-..", belum selesai Oai berkata Lesty memotong kata-katanya itu.
"Kau takut dengan Argo? Aku pikir kau malah lebih berani dibanding dia, karena kau dapat mengusir si Shio dengan berani tadi, mungkin jika itu Argo, Argo tidak akan berani melakukan hal itu", jelas Lesty.
" Huh?! Shio?", Oai bingung karena tidak tau siapa itu Shio.
"Orang dengan pakaian yang serba tertutup tadi, yang mencoba membawa ku sebelum kau datang", jelas Lesty.
" Oh, dia itu Shio!".
" Apa kau bicara dengan temanmu tentang rencana kita tadi?" Lesty lanjut dengan pertanyaan lain.
" Oh! Tentu saja tidak, itu akan menimbulkan masalah, bukan?", jawab Oai dengan serius.
" Heehee..".
Lesty hanya tersenyum ke arah Oai lalu berjalan ke bangku depan, dan saat itu beberapa orang memasuki ruang kelas. Sesaat kemudian kelas pun mulai ramai hingga pengajar datang dan kelas pun dimulai.
Hari-hari berikutnya berjalan normal kembali, tidak ada tanda-tanda dari kemunculan oddies. Semua orang beraktifitas seperti biasa. Dan untuk Oai, hari-harinya seolah semakin memburuk, setelah hari dia menyelamatkan Lesty. Interaksi Lesty terhadap Oai yang tidak sengaja terlihat oleh beberapa orang lain di kelas membuat Oai menjadi topik utama bahan pembicaraan di kampus. Mendengar berita itu, Lesty mencoba berbicara kepada Oai bahwa dia akan mengklarifikasi berita tersebut, namun Oai yang pasrah, menyarankan dia untuk membiarkan saja hal ini terjadi. Dan semenjak itu pun Oai mencoba menjauhkan dirinya dari Lesty, Lesty pun paham akan keputusan Oai dan dia pun mengurangi interaksi dengan Oai. Walaupun semua itu tidak mengubah keadaan sedikit pun.
Oai terlihat sudah biasa akan hal itu, namun hal yang membuatnya lebih sulit adalah saat dia harus berurusan dengan gerombolannya Argo. Mereka memang dikenal sebagai pembully yang cukup kejam, karena itu mereka ditakuti di kampus atau paling tidak, kebanyakan orang tidak ingin berurusan dengannya sama sekali. Setiap hari, Oai selalu terkena jebakan-jebakan yang mereka buat untuknya. Itu adalah hari-hari yang cukup berat untuknya, tapi dia tetap menjalani kesehariannya seperti biasa. Dia tidak putus asa karena itu. Oai tidak membalas perbuatan mereka dan menganggap semua itu hanya perbuatan yang kekanak-kanakan saja. Lambat laun, setelah berkali-kali selalu terkena jebakan mereka, bullyan mereka, dan hal-hal lain yang menyakiti Oai. Oai menjadi terbiasa akan semua hal itu, bahkan sering kali Oai dapat menghindarinya. Dia dapat bersikap lebih tenang dalam menghadapi mereka, lebih dari itu, dia juga sudah terbiasa dengan hal-hal yang mengganggunya dahulu, kini dia terlihat lebih santai menjalani kehidupan di kampus itu.
Beberapa minggu kemudian, di suatu malam yang tenang, di saat kebanyakan orang sedang beristitahat di kamarnya, tiba-tiba terdengar suara jeritan dari dekat asrama wanita. Itu adalah jeritan beberapa wanita yang berada di sekitar asrama itu. Mereka menjerit karena kaget melihat beberapa makhluk aneh, oddies, berjalan ke arah mereka. Beberapa dari mereka sangat histeris hingga terjatuh lemas dan ada yang pingsan, dan juga ada yang langsung berlari ketakutan meninggalkan yang lain yang tak dapat bergerak kemana-mana. Beberapa oddies itu berbentuk sama dengan yang pernah muncul dihadapan Oai pada malam itu.
Kali ini, para oddies itu bergerak mendekati para wanita yang tidak dapat bergerak karena lemas itu. Seketika beberapa ranting melesat ke arah para oddies itu dan mengenai mereka dengan kuatnya, mereka terjatuh. Lalu Wallace datang menghampiri para wanita itu.
"Hey, kalian masih bisa bergerak?", Wallace bertanya ke arah wanita yang masih tersadar sembari mencoba menggendong seorang yang pingsan.
Setelah mereka melihat kedatangan Wallace. Terlihat, mereka seperti sedikit lega karenanya, lalu mereka mengangguk dan mencoba untuk berdiri.
"Pergi ke tempat mengungsi sekarang!".
Wallace memerintahkan mereka untuk pergi ke tempat pengungsian di aula gedung utama kampus. Dengan sedikit tertatih-tatih, mereka mencoba lari ke arah gedung utama. Setelah melihat mereka semua berlari ke gedung utama, Wallace menengok ke arah para oddies tadi, mereka bergerak-gerak mencoba untuk bangun, namun mereka kesulitan untuk menyeimbangkan tubuh mereka karena kaki mereka yang runcing begitu pula tangan mereka, membuatnya sulit untuk berpijak. Seketika itu sesuatu terpikir didalam benak Wallace.
"Mereka sama seperti malam itu, mereka terlihat kesulitan untuk bangun setelah jatuh karena tangan dan kaki mereka yang runcing, apa mereka baru saja bertransformasi menjadi oddies?".
Wallace pun juga sedikit bingung, dengan kedatangan para oddies itu, mereka tidak menimbulkan suatu tekanan aura seperti biasanya. Namun dia mencoba bergegas membawa wanita yang tidak sadarkan diri itu ke tempat pengungsian, lalu berniat untuk menyalakan alarm peringatan karena terlihat belum ada yang menyadari kedatangan oddies itu. Disaat dia mulai berjalan ke arah gedung utama, tiba-tiba dia melihat sosok yang berlari mendekatinya, lalu bertanya padanya.
"Master Wesh! Ada yang bisa aku bantu?!".