Chereads / Mask Warriors Super Elemen / Chapter 4 - Super Elemen - XVOW 4

Chapter 4 - Super Elemen - XVOW 4

Seorang itu menanyakan jika ada yang dapat dia lakukan untuk membantu, kepada Wallace. Orang itu adalah Vie, dia datang mendekati Wallace yang sedang menggendong wanita yang pingsan itu. Wallace sedikit terdiam, namun setelah menengok ke arah oddies itu lagi, dia menyerahkan wanita yang dia gendong ke arah Vie.

"Kau bawa dia ke tempat pengungsian!", Wallace memerintahkan Vie untuk membawa wanita itu ke tempat mengungsi.

"Tapi master Wesh-..", Vie terdengar akan mengatakan sesuatu namun Wallace mengulangi perkataannya lagi seraya memotong kata-kata Vie.

"Bawa wanita ini ke tempat pengungsian!", Wallace mengulangi perkataannya dengan lebih tegas.

" Baik, master Wesh..", Vie pun menuruti perkataan Wallace.

Lalu Wallace menyerahkan wanita itu kepada Vie, dan Vie menggendong wanita itu, lalu dia bersiap untuk pergi ke gedung utama.

"Ini masih bukan waktu yang tepat untukmu, untuk sekarang biar aku yang tangani ini!", Wallace memberikan kata-kata lain.

" Baik, master Wesh!", bersama dengan kata-kata itu, Vie pun pergi.

Setelah itu Wallace mencoba menganalisa tentang para oddies yang berada di hadapannya itu, mereka masih kesulitan untuk bangun berdiri. Wallace mencermati pergerakan mereka, namun tidak dapat menemukan hal lain yang dapat membantunya menganalisa keadaan. Dari kejauhan, tiba-tiba sesuatu benda yang melesat dengan cepat bergerak ke arah Wallace. Menyadari hal itu, Wallace bergerak mundur beberapa langkah ke belakang untuk menghindar meskipun tidak tau apa itu. Namun keputusannya untuk menghindar terlihat sangat tepat, karena benda yang melesat ke arahnya barusan, telah tertancap dalam dan kuat ke permukaan jalanan. Benda itu seperti jarum yang cukup besar dan jumlahnya cukup banyak. Semua itu menancap dalam pada jalanan beton di depan asrama wanita itu. Dan jelas jarum-jarum itu mengarah pada Wallace. Wallace melihat ke arah datangnya jarum-jarum itu, sepertinya berasal dari atas pohon besar yang berada di depan gedung asrama wanita itu.

"Dari atas pohon?", pikir Wallace.

Wallace berlari mendekati pohon itu, meninggalkan para oddies yang masih kesulitan untuk bangun. Ketika sampai dibawah pohon itu, Wallace melongok ke atas. Dari bawah, dia melihat sosok yang bergerak-gerak di atas pohon itu, lalu bergerak pergi dari pohon itu ke pohon yang lainnya, Wallace coba mengejar dari bawah. Sosok itu seperti berlari menjauh, bergerak dari satu pohon ke pohon lain dengan cukup cepat, terus bergerak ke arak perkebunan yang gelap karena tidak ada lampu penerangan. Namun Wallace dapat merasakan aura keberadaan sosok itu, karenanya dia dapat mengikuti pergerakan sosok itu yang pergi sampai jarak jauh. Namun terlihat sosok itu tidak berhenti dan bergerak pergi menjauh dengan kecepatan tinggi, ditambah lagi saat itu suasana gelap malam. Lalu Wallace pun berpikir untuk berhenti mengejarnya, dan juga ada hal lain yang lebih penting, para oddies yang berada di depan gedung asrama wanita tadi. Dengan cepat Wallace begerak kembali ke tempat itu, namun sesampainya di sana dia tidak menemukan para oddies itu lagi, semuanya menghilang. Sesaat kemudian suara alarm tanda peringatan berbunyi, lalu terlihat para penghuni asrama wanita itu berlarian keluar menuju ke arah gedung utama, melewati Wallace yang masih menganalisa keadaan sekitar untuk mencari tau keberadaan para oddies tadi. Lalu dia juga mengecek jarum-jarum yang masih tertancap di permukaan jalan itu.

Orang-orang yang lewat terlihat cukup kaget melihat jarum-jarum itu dan berjalan menjauhinya. Percakapan dan bisikan mereka sembari berjalan menuju gedung utama terdengar oleh Wallace, mereka membicarakan hal yang sedang terjadi dan kebanyakan mereka seperti bertanya-tanya, "apa yang terjadi disini?", "Benda apa itu?", dan sebagainya. Selepas dari semua itu, mereka cukup bergegas menuju tempat pengungsian.

Saat menganalisa jarum-jarum yang tertancap itu, Wallace kaget ketika tiba-tiba jarum-jarum itu manghilang begitu saja, namun entah bagaimana, Wallace dapat merasakan aura yang familiar dari energy yang terpecah saat jarum-jarum itu menghilang.

"Aura ini! Ini milik nya!?", gumam Wallace.

Sementara itu di lain tempat di wilayah perkebunan yang lebih banyak pohon besar di sekitaran belakang kampus, sosok yang melarikan diri dari kejaran Wallace tadi, berhenti seakan merasakan sesuatu. Sosok itu berbeda dengan yang telah dilihat Wallace tadi, sosok dengan warna hitam dan biru ini berbentuk lebih seperti manusia dengan telapak kaki, tangan dengan jari-jarinya, bentuk tubuh manusia, dengan wajah dan rambut panjang yang tajam berantakan seperti landak. Disetiap lekukan tubuhnya ada lebihan bentuk runcing yang tajam, terutama di lutut yang menjulang ke atas dan di sikutnya yang menjulang ke belakang. Di dadanya pun tampak seperti payudara yang lancip ke depan. Sosok itu seperti melihat ke arah sekelilingnya, mencari sesuatu, atau lebih tepatnya merasakan sesuatu.

Dari suatu sudut yang sangat gelap karena tidak adanya penerangan tiba-tiba suatu yang menyala melesat ke arah sosok itu, sesuatu itu seperti bola api yang memanjang, bergerak lurus mengincar sosok itu. Mengetahui bola api itu mengarah ke arahnya, sosok itu berusaha menghindar, namun itu akan terlambat, sosok itu pun menggunakan tangannya untuk menangkis api itu, meskipun berhasil, sosok itu tetap terdorong ke belakang hingga terjatuh ke tanah. Berjalan mendekati sosok itu sosok lain dari kegelapan sudut perkebunan, bergerak semakin mendekati sosok yang terjatuh karena bola api tadi.

"Kita bertemu lagi, Hogwage!", sosok lain itu mulai bicara.

Sosok dengan penampilan seperti manusia dengan kepala berbentuk bulat seperti helm berwarna biru, dengan layaknya kacamata yang melancip ke bawah dikedua sisinya yang berwarna merah. Berkostum putih, dan di sekitar pinggangnya, di atas ikat pinggangnya, terdapat 2 ikat pinggang lain, warna biru dan merah yang bersilangan, yang membawa sesuatu di masing-masingnya. Ikat pingga biru membawa seperti botol guci kecil dan yang merah membawa seperti tabung korek api dengan ukuran yang lebih besar dari biasanya. Dia berbicara dengan sosok Hogwage itu, seperti telah lama saling berselisih.

"Crosshead!!", Hogwage merespon perkataan dari sosok lain tadi, Crosshead, seraya berdiri setelah menerima serangan tadi.

"Kali ini akan kubuat kau berhenti melakukan kekacauan di tempat ini!", Crosshead mengucapkan kata-kata  peringatan kepada Hogwage.

"Hemm... Menakutkan~! Hihihi... Memangnya siapa kau, pelindung tempat ini? Hihihi... Lucu sekali hihihi...", Hogwage menggoda Crosshead.

" Kihh! Diam kau!!".

Crosshead dengan tangan kanannya mengeluarkan percikan api dari tabung di ikat pinggang merahnya itu. Lalu dari percikan api itu, dengan tangan kanannya dia menciptakan bola api yang kemudian dia lemparkan ke Hogwage. Dari jarak yang lebih dekat itu, Hogwage menerima telak serangan itu. Api membakar ke seluruh tubuh Hogwage, namun hanya sesaat saja hingga Hogwage menghentakkan kakinya dan api yang membakar di sekujur tubuhnya itu menghilang seketika. Dengan suara senyumnya dia berkata kepada Crosshead, "~Giliran ku!".

Jari-jari tangan Hogwage menyatu dan memanjang menjadi sebuah bentuk pedang yang tajam. Lalu menyongsongkan pedang itu ke arah Crosshead. Serangan itu mengenai tubuh Crosshead tanpa halangan apapun, namun beruntung karena kerasnya costum Crosshead itu, tusukan pedang yang tajam itu tidak menembus ke tubuhnya,  dia hanya terdorong kebelakang karena dorongan kekuatan Hogwage. Crosshead mundur beberapa langkah sembari memegangi tubuhnya yang terkena serangan tadi, sepertinya meskipun tidak menembus tubuhnya, serangan tadi tetap berefek besar kepadanya.

"Ughh!!", Crosshead terus memegangi bagian tubuhnya yang terkena serangan tadi.

"Oh! Tubuhmu benar-benar sangat kuat~! Bahkan seranganku yang barusan itu, yang seharusnya menembus tubuhmu, tidak menimbulkan goresan sedikit pun... Aku sedikit kecewa, kau tau~ hihihi...".

" Cih!!", Crosshead tampak kesal dan ngeluarkan bola api lagi untuk menyerang Hogwage.

Lagi, bola api itu mengenai Hogwage dan api pun menjalar membakar seluruh tubuh Hogwage. Namun sekali lagi, gerakannya yang menghentakan tubuhnya membuat api itu menghilang seketika.

"Tidak kah kau mengerti kalau serangan mu itu tidak berpengaruh terhadapku? Hihi~", Hogwage berkata dengan nada yang menggoda, seakan dia merasa lebih kuat dibandingkan Crosshead.

"Grrhhh...!", Crosshead yang kesal, mencoba menyerang Hogwage dengan genggaman tangannya.

Belum sempat mengenai Hogwage, tangan Crosshead yang menjulur ke depan menjadi target serangan Hogwage. Dengan sangat cepat, Hogwage menggunakan kedua tangannya yang berubah menjadi pedang tajam di tiap tangannya, menebas bagian lengan Crosshead dari bagian tangan sampai ke bahu, dan terus berlanjut ke bagian kepala dengan cepatnya. Namun sebelum mengenai kepala, terdengar oleh Crosshead suara tawa dari Hogwage yang dilanjutkan dengan kata-kata yang ledekannya.

"Hmmhp~ aku tidak tega menyerang wajah mu walau aku tidak tau bagaimana bentuk wajah asli mu hihihihi~".

Bersama kata-kata itu yang terdengar cukup lambat walaupun hanya di sebuah moment yang sangat singkat, Hogwage menyodokkan pedang tangan kananya ke bagian badan Crosshead dengan kuat. Crosshead pun terdorong ke belakang karena serangan itu. Lalu terjatuh, dia berlutut seraya dia menahan tubuhnya agar tidak roboh ke tanah dengan keadaan itu.

"Kau sangat menghiburku hari ini, namun aku sedang mengincar seseorang lain! Jadi, untuk sekarang kau bisa besenang-senang dengan para mainanku ini hihihihi~", Hogwage mengangkat tangan kirinya yang sudah kembali ke bentuk semula dari bentuk pedang tadi, lalu beberapa saat kemudian beberapa benda berbentuk jarum yang berukuran besar pun berterbangan ke atas Hogwage, lalu dengan gerakan tangan kirinya yang menunjuk ke Crosshead, jarum-jarum itu terbang ke arah Crosshead.

Melihat dirinya dalam bahaya, Crosshead sepertinya memutuskan untuk pergi dari Hogwage. Dengan tertatih-tatih dia berlari masuk ke dalam gelapnya daerah perkebunan yang tak ada lampu penerangan itu, lalu Crosshead pun menghilang.

Jarum-jarum tadi yang mengarah ke Crosshead, berhenti di udara lalu seketika kembali ke arah Hogwage. Jarum-jarum itu mulai mengecil saat akan sampai ke Hogwage sedangkan Hogwage hanya menjulurkan tangan kirinya yang terbuka. Dan jarum-jarum tadi mulai masuk ke telapak tangan Hogwage yang terbuka itu, hingga masuk semua.

"Hmm~ ku pikir kau masih ingin melanjutkan pertarungan kita, tetapi yaudahlah, aku pun sibuk dengan urusanku hihihihi~", Hogwage pun ikut menghilang ke dalam gelapnya daerah perkebunan itu.

Setelah kejadian itu, situasi kembali kondusif. Malam pun mulai berganti pagi, semua orang yang mengungsi di aula mulai kembali ke asrama, ke kamarnya masing-masing, terkecuali Oai yang sedari semalam tetap tinggal di kamarnya seperti kejadian sebelumnya. Hari itu masih sangat pagi, dan suara pengumuman dari pengeras suara di setiap ruangan bangunan berbunyi kencang. "Pengumuman! Berdasarkan keputusan pimpinan Universitas Collins, kelas pagi pada hari ini akan tetap berjalan normal karena situasi sudah kembali aman dan terkendali, untuk itu harap tetap bersiap untuk memulai pagi ini dengan baik agar kelas pagi dapat terlaksana seperti biasa baik untuk para pengajar dan juga untuk pelajar Universitas Collins, tetap semangat dan giat berusaha! Sekian dari pengumuman ini! Terima kasih".

Mendengar pengumuman itu, banyak yang merasa kecewa, karena kebanyakan mereka ada yang baru saja mau tidur kembali karena di pengungsian tidak bisa tidur nyenyak, ada yang berpikir untuk santai saja karena berpikir waktu itu kelas pagi tidak ada karena di waktu malam ada peringatan tentang oddies. Namun keluhan mereka tidak akan mengubah kebijakan itu sedikit pun. Dua jam setengah, sebelum kelas pagi di mulai. Untuk Oai yang dapat tidur dengan sedikit lebih nyaman di kamarnya sendiri cukup merasa segar saat dia membuka matanya untuk bangun dari tidurnya.

"Oh, sudah pagi? Sepertinya sudah kembali normal", pikir Oai setelah mendengar keributan di luar kamarnya dan suara pengumuman barusan.

Semalam dia memang sempat merasakan perasaan aneh yang pernah dia rasakan kembali, namun tidak sampai seperti sebelumnya dan saat itu juga dia mencoba membiarkannya saja. Dia memilih untuk tidur dibandingkan memikirkan hal itu, hingga beberapa saat kemudian, alarm peringatan pun berbunyi dan semua penghuni asrama bepergian keluar menuju gedung utama untuk mengungsi, dan Oai pun menghiraukannya dan tetap mencoba untuk tidur. Lalu pagi pun datang dan dia bangun dari tidurnya tanpa merasakan hal apapun.

Hari itu berjalan seperti biasa lagi, bekas-bekas penyerangan tadi malam memang masih tersisa namun para pengawas mencoba menutupinya sembari menyelidiki lebih lanjut. Dan begitulah bagaimana begitu banyak misteri dan teka-teki bermunculan. Disaat orang-orang mencoba hidup dengan damai, banyak hal yang belum mereka ketahui bertebaran di sekitar mereka, ditambah lagi hal-hal lain yang berdatangan tanpa mereka dapat menyadarinya. Meskipun begitu, kehidupan terus berjalan.

Satu bulan setelah penyerangan itu, tidak ada peringatan tentang kemunculan oddies lagi. Orang-orang beraktifitas seperti biasa seolah-olah tidak pernah terjadi apapun beberapa waktu ke belakang. Keseharian Oai sekarang sudah mulai membaik, tiada bullyan dari kumpulan Argo dan orang-orang sudah tidak membicarakan tentang dirinya lagi ketika berpapasan di jalan. Namun hari-harinya saat ini benar-benar cukup kesepian, dia tidak pernah benar-benar berinteraksi dengan orang lain kecuali memang diperlukan untuk pembelajaran. Untuk Vie, dia jarang terlihat di sekitaran kampus. Oai pun tidak begitu ingin bertemu dengannya, jadi dia tidak pergi mencarinya. Dan sejauh ini, rasa ingin tahu Oai yang dulu cukup tinggi seakan tidak begitu terlihat, dia tidak mencoba menjelajahi tempat yang dia belum kunjungi, dia justru lebih fokus pada pelajaran di setiap kelas yang dia hadiri. Interaksinya dengan Lesty pun tidak begitu banyak walaupun sering dia temui setiap kelas. Namun pada suatu hari setelah kelas pagi usai, semua orang mulai meninggalkan kelas, sedangkan Oai seperti biasanya masih sibuk mencatat pelajaran yang baru saja diterangkan di bangkunya. Lalu tiba-tiba dia dikejutkan dengan petikan tangan yang berbunyi cukup keras di hadapannya.

"Hey! Apa kau belum selesai?".

Itu adalah Lesty yang mencoba memulai percakapan dengan Oai.

"Oh! Ada apa? Em, sedikit lagi, tunggu sebentar!", Oai terus menulis.

" Hey!! Sudahlah, kelasnya sudah berakhir!", Lesty menutup buku catatan yang sedang digunakan Oai mencatat.

"Haa! Apa yang kau lakukan?!", protes Oai pada Lesty.

" Kelas sudah selesai! Sekarang waktunya istirahat!".

" Ya tentu, kau bisa pergi istirahat sekarang, aku masih perlu mencatat beberapa materi yang belum aku catat!".

" Sudahlah! Sepenting apa pelajaran ini! Lain kali pun kau akan dapat kesempatan mencatat lagi, sekarang waktunya istirahat!", tegas Lesty menatap Oai.

" Ta-..! B-baiklah...", Oai akan berkata sesuatu namun melihat tatapan mata Lesty yang mengarah tajam ke arahnya, dia pun menyerah dan mulai membereskan peralatannya ke dalam tas.

"Apa yang mau kau lakukan? Apa yang kau inginkan dari ku?", Oai bertanya kepada Lesty seusai beres-beres dan siap beranjak pergi.

"Selama ini kau sudah sering menolak pergi ke kantin bersama ku, jadi sekarang kau harus pergi ke kantin bersama ku!", ajak Lesty dengan sedikit memaksa.

" Huff... Kenapa kau tidak pergi dengan Argo dan yang lainnya saja?", Oai bertanya seraya merasa keberatan dengan ajakan Lesty.

"Mereka mengajak ku, tapi aku menolaknya! Karena aku bilang akan pergi dengan mu".

"Haah?! Kau bilang begitu?! Aghh! Mereka akan kembali berulah lagi kepada ku! Ku pikir saat mereka berhenti melakukan kejahilannya itu, akan membuat hari-hari ku lebih tenang ke depannya... Dan sekarang kau membuat mereka akan melakukannya lagi... Aghh!!", Oai terlihat kecewa.

" Sudah hentikan ocehan mu itu! Kita akan ke kantin sekarang!", ucap Lesty menarik tas punggung Oai yang otomatis membuat Oai terbawa olehnya.

Lalu mereka pun pergi menuju kantin. Di sepanjang perjalan pun Oai masih mengoceh tentang persoalan ini, dia melihat atau bahkan dia tidak ingin melihat orang-orang di sekitar mereka yang mungkin akan mulai berbicara tentang dirinya lagi, walaupun yang dia sangat khawatirkan adalah Argo dan kawanannya.

"Berhentilah terlihat khawatir seperti itu! Kau sedang pergi dengan ku, kau tau! Hargailah aku sedikit!", protes Lesty tiba-tiba setelah sekian lama memperhatikan gerak-gerik Oai yang terlihat sangat khawatir.

"Justru hal itu yang membuat aku jadi khawatir tahu!", balik Oai protes.

" Ku bilang sudahlah! Jangan dipikirkan!", respon Lesty dengan santainya.

" Bagaimana mungkin aku tidak-... !!".

Seperti yang sudah dikhawatirkan Oai sejak tadi, kumpulan Argo terlihat sedang berjalan ke arah mereka berdua. Dan Oai melihat mereka dengan jelas.

"Oh, tidak! Itu Argo dan kawan-kawannya! Mereka berjalan ke arah sini! Mana mungkin aku bisa pergi kalau begini?! Tapi aku harus coba menjauh!", pikir Oai yang mencoba ingin pergi, namun terlambat, Argo telah melihat dirinya yang sedang berjalan berdua dengan Lesty.

"Aghh! Dia telah melihat ku! Sial!", gumam Oai dalam benaknya.

Oai terus berpikir akan ada hal buruk datang sesaat lagi. Diapun pasrah akan apa yang akan terjadi selanjutnya seraya tetap berjalan di samping Lesty menuju kantin, sedangkan kumpulan Argo, mereka akan berpapasan dengan mereka berdua. Di tengah kepasrahannya itu, Oai sedikit terkejut dengan apa yang terjadi setelahnya. Kumpulan Argo itu hanya melewati mereka begitu saja tanpa melakukan apapun, bahkan mereka tidak mengeluarkan kata-kata sedikit pun. Mereka berjalan terus tanpa menoleh sedikit pun ke arah mereka berdua. Oai bingung kenapa bisa seperti itu, sedangkan Lesty terus berjalan menuju kantin dengan santainya. Sesampainya di kantin, Oai melihat-lihat sekelilingnya, dimana orang-orang melihat ke arah dia dan Lesty, namun Lesty dengan santainya melihat sekitar dan menemukan tempat untuk mereka, terdapat meja yang kosong dari orang-orang yang sedang makan di kantin, di sudut pojok bagian kantin.

"Di sana! Kau duduk duluan saja, aku akan membeli beberapa makanan untuk kita", ujar Lesty menyuruh Oai menempati meja kosong untuk mereka.

"O-oke", Oai berjalan ke tempat itu sambil berpikir bahwa orang-orang di sekitarnya itu sedang memperhatikan dia, namun dugaannya salah, semua orang itu terlihat sibuk dengan urusan mereka sendiri dan tidak melihat ke arah dia lagi.

"Apa mereka semua sudah menganggap ini biasa saja? Baguslah kalau begitu", pikir Oai dalam hatinya.

Setelah duduk dan menunggu beberapa saat, Lesty datang dengan beberapa bungkusan makanan ringan di tangannya lalu meletakkan semua itu ke atas meja.

"Ho! Banyak juga makanan ringan yang kau beli! Tapi, apa kau cuma makan makanan ringan ini saja? Kupikir kau akan makan makanan berat atau roti-rotian atau lainnya?", Oai bertanya kepada Lesty karena penasaran.

"Em?! Sebentar lagi makanan utamanya akan datang, ini hanya untuk cemilan saja kok! Tunggu sebentar ya!", jawab Lesty dengan senyuman di wajahnya.

"Emm, bukan begitu maksudku yang sebenarnya, hmm...", Oai memberi penjelasan tentang perkataannya, namun sepertinya Lesty tidak begitu memperdulikan penjelasannya itu.

Akhirnya setelah beberapa menit kemudian, dua porsi nasi goreng special disajikan di atas meja makan mereka berdua oleh penjual nasi goreng di kantin itu.

"Huh?! Kau memesan dua porsi? Apa kau sangat lapar hingga ingin makan sampai dua porsi begini?", ujar Oai dengan ekspresi yang sedikit terkejut.

"Mana mungkin aku makan hingga dua porsi! Apa kau bercanda!? Ihihi... Satu ini untuk kau tentu saja!", jelas Lesty.

" Oh! Tapi aku tidak memesan!", respon Oai.

" Aku traktir! Saat itu aku pernah janji akan mentraktir mu, bukan?", kembali Lesty memperjelas yang dia lakukan.

"Benarkah? Aku lupa".

"Sudahlah! Ayo makan!!", tegas Lesty menyuruh Oai makan, dan mereka pun mulai makan.

Sembari makan mereka bercerita tentang segala hal, awalnya memang Lesty yang mulai dan Oai hanya mendengarkan saja dengan sedikit rasa canggung, namun lama kelamaan Oai pun mulai bisa menyesuaikan diri, hingga akhirnya mereka bisa berbincang-bincang santai. Mereka berdua terlihat menikmati percakapan itu hingga tidak terasa waktu hampir memasuki sore, kelas sore akan di mulai.

"Sebentar lagi kelas sore di mulai, lebih baik bergegas ke kelas sekarang!", ujar Oai mengajak Lesty pergi ke kelas setelah membersihkan sisa-sisa makanannya.

"Hey! Temani aku belanja ke pusat kota!", tiba-tiba Lesty mengajak Oai pergi ke pusat kota.

"Huh?! Sekarang?".

"Ya, sekarang!".

"Bagaimana dengan kelasnya?".

" Hey! Apa kau tidak pernah bolos kelas?".

" Ah?! Em, tentu saja pernah, tapi-..", Oai akan menjelaskan namun Lesty langsung menarik tangannya.

"Sudahlah! Ayo!!".

Mereka berdua pun pergi ke pusat perbelanjaan di tengah kota. Menghiraukan kelas mereka. Oai tidak dapat melakukan apa-apa selain menuruti perkataan Lesty. Meskipun awalnya terpaksa, sedikit demi sedikit Oai mencoba untuk menikmati waktu yang ada. Mereka berkeliling pusat perbelanjaan itu, menemani Lesty yang membeli beberapa benda-benda yang dia inginkan, makan di restoran cepat saji sambil berbincang-bincang tentang segala hal. Hingga terlihat matahari mulai terbenam dari jendela kaca yang tembus ke luar, menyuguhkan pemandangan langit sore yang akan berganti malam yang indah. Sembari menikmati pemandangan itu Oai tersadar dengan suatu hal, dia berpikir, apa yang dia lakukan saat itu dengan Lesty sudah seperti sebuah pasangan yang sedang berkencan. Lalu dia pun mulai penasaran dengan apa yang Lesty pikirkan tentang itu, dia pun bertanya langsung.

"Em, hey, apa kau berpikir ini seperti kencan? Eng, aku hanya ingin tahu pendapat mu tentang ini-..", tanpa menunggu kata-kata Oai selesai Lesty langsung menjawab pertanyaan itu, " Ya, tentu, ini memang kencan, apakah ini menyenangkan?".

" Ah, ya! Em, maksudku, bukan itu! Maksudku, kenapa aku? Kenapa kau mengajak... Aku?", tanya Oai dengan seriusnya.

" Karena aku ingin! Apa aku perlu alasan khusus lainnya? Bepergian bersama teman sekelas itu hal yang biasa, bukan?", jawab Lesty dengan santai.

" Oh! Begitu ya... Hmm, haha... Sepertinya aku terlalu jauh memikirkan hal ini, ahaha...", Oai tertawa aneh.

" Hari ini cukup menyenangkan, apa menurut mu juga begitu?", lanjut tanya Lesty.

"Ya, tentu saja, ini sangat menyenangkan! Terima kasih, telah mentraktir ku dan mengajak ku jalan-jalan seperti ini", Oai berkata demikian seraya tersenyum karena bahagia.

"Syukurlah kalau begitu... Baiklah, lebih baik kita kembali ke kampus sekarang, sebelum larut malam. Aku bisa lupa waktu kalau sedang berbelanja, kau tau! Hihi...", Lesty tertawa setelah mengajak Oai kembali ke kampus.

Setelah itu mereka kembali ke kampus. Sesampainya di luar dinding kawasan kampus, Lesty yang berpegangan tangan dengan Oai semenjak turun dari bus, berjalan di depan Oai, menariknya mengikuti jalan yang dia tuju. Oai sedikit heran karena jalur yang Lesty tuju bukan gerbang kampus, karenanya Oai mencoba bertanya kepada Lesty kemana tujuan dia pergi.

"Kita mau pergi kemana?", tanya Oai.

"Kembali ke kampus tentu saja hihi", jawab Lesty dengan senyumannya.

" Em, tapi bukankah pintu gerbangnya ada di sana!", Oai menunjukkan arah belakang, jalan yang harusnya mereka ambil untuk lewati tadi.

"Kita lewat belakang, gerbang belakang! Aku ingin bersama mu sedikit lebih lama lagi, jika lewat gerbang depan, jalannya akan pendek dan akan lebih cepat sampai, kalau lewat sini kita akan sedikit memutar jadi... Hmm hihi... Ini lebih menyenangkan, bukan? Hihi", Lesty menutup perkataannya dengan senyum yang membuat Oai terdiam tanpa kata-kata, dia tersipu malu.

Memang disepanjang perjalanan Lesty terlihat senang, dia selalu tersenyum dan tertawa kecil, terlebih ke arah Oai, mungkin mereka berdua dapat merasakan orang-orang di sekitar mereka saat di kota, cukup memperhatikan mereka, tapi mereka berdua menghiraukannya. Dan terlihat lebih menikmati waktu yang ada, termasuk Oai yang pada awalnya juga cukup gugup.

Kembali ke situasi yang sedang terjadi, mereka berdua bercakap-cakap di sepanjang jalan yang cukup sepi di wilayah belakang kampus, dan untuk yang ketiga kalinya, mereka berdua berjalan melalui bagian belakang kampus, lalu tanpa disadari mereka telah melewati persimpangan  menuju bangunan terbengkalai di mana mereka bertemu pertama kali di jalur itu. Mereka berdua, atau hanya Lesty terlihat tidak begitu memikirkan hal itu lagi, karena dia berjalan begitu saja melewati persimpangan itu tanpa berhenti atau menengok sama sekali. Sedangkan Oai, dia sedikit teringat akan beberapa kejadian yang terjadi di waktu lalu itu. Menyadari Oai yang terlihat sedang mengkhawatirkan sesuatu, Lesty menanyakan keadaannya.

"Hey, ada apa?".

"Oh! Tidak, tidak apa-apa! Aku hanya teringat kejadian waktu itu".

" Oh! Itu! Kau menyelamatkan ku malam itu".

" Mm, pada akhirnya pak Wallace lah yang menyelamatkan kita, aku tak tau apa yang akan terjadi jika pak Wallace tidak datang".

" Hihi... Kau terlalu memikirkan hal itu, yang terpenting kita sudah selamat dan tidak perlu mengingat hal yang sudah terjadi, lebih baik fokus dengan yang ada di depanmu, bukan?".

" Ya kau benar".

" Oh! Atau kau masih ingin mencoba pergi kesana? Aku bisa menemani mu, kau tau! Mau pergi sekarang?".

" Eh!?".

" Baiklah ayo!", Lesty menarik tangan Oai untuk kembali ke arah persimpangan tadi untuk menuju jalur ke bangunan terbengkalai itu.

"Tunggu! Sepertinya aku tidak ingin ke sana!", Oai berhenti dan membuat Lesty terhenti juga.

"Huh!? Kau menolak ajakan ku?", Lesty terlihat terkejut dengan kata-kata yang dia ucapkan dengan pelannya.

"Apa yang katakan barusan?", Oai meminta Lesty mengulangi perkataannya.

"Umh, tidak! Bukan apa-apa! Baiklah, mungkin sebaiknya kita kembali ke asrama sebelum larut, penjaga asrama ku bisa sangat menyebalkan jika ada yang melanggar jam malam, kau tau?", Lesty melepaskan tangan Oai dan berjalan kembali menuju ke arah asrama.

"Oh! Ya tentu!", Oai mengikuti dari belakang.

Akhirnya mereka berpisah di persimpangan jalan yang memisahkan jalur asrama putra dan asrama putri.

"Hari ini menyenangkan! Mungkin lain kali kita bisa pergi bersama lagi! Sampai jumpa!", Lesty pun pergi meninggalkan Oai setelah melambaikan tangannya.

Mereka berpisah. Oai ingin membalas ucapan Lesty namun karena Lesty sudah pergi dengan cepat, Oai pun langsung berbalik dan berjalan ke arah asrama putra. Dia kembali menuju ke kamarnya, di lorong asrama dia melihat seorang yang dia kenali, itu adalah Vie, dia terlihat sedang mencari sesuatu, atau menunggu sesuatu. Oai pun menyapanya.

"Vie!? Apa yang kau lakukan?", Oai mendekat dan bertanya ke Vie.

" Oh! Oai! Disana kau rupanya!", Vie terlihat senang melihat Oai, dia berjalan mendekati Oai.

"Eh! Kau mencari ku?! Ada apa?", Oai bingung.

" Oh! Bisa kita bicara di tempat lain? Di sini cukup ramai orang", ujar Vie sembari melihat keadaan sekitar yang lumayan banyak penghuni asrama yang berlalu lalang di sekitaran lorong.

"Bagaimana kalau di kamar ku?", usul Oai.

" Lebih baik!", jawab Vie mengkonfirmasi.

Mereka pun pergi ke kamar Oai, setelah masuk ke dalam kamar Oai, Vie akan mulai berbicara tentang urusannya datang menemui Oai, namun Oai langsung membuka percakapan dengan pertanyaan lain.

"Hey! Aku sudah lama tidak melihat mu akhir-akhir ini! Kemana saja kau?", tanya Oai.

" Oh! Aku... Sibuk berlatih!", jawab Vie.

" Oh, pantas saja! Kau benar-benar berlatih keras ya! Apa ada alasan tertentu?", tanya Oai penasaran.

" Hmm... Aku harus jadi lebih kuat lagi! Untuk melindungi orang-orang yang aku kasihi... Untuk melindungi...", Vie menjawab dengan serius di wajahnya, membuat Oai terdiam mendengarnya.

Beberapa menit mereka terhanyut dalam kesunyian, Vie terlihat memikirkan sesuatu, suatu tentang hal-hal yang terjadi di masa lalunya. Oai jadi merasa tidak enak karena dia berpikir membuat Vie menjadi teringat sesuatu yang mungkin membuatnya sedih, karena terlihat dari wajah Vie yang mulai termenung sedih. Oai mencoba mencari-cari kata untuk mengubah topik pembicaraan, mengubah suasana yang ada.

"Oh, ya! Jadi kenapa kau datang mencari ku?", Oai hanya bisa mengingat hal itu untuk mengubah topik pembicaraan ini.

"Oh!! Aku lupa!", Vie terkejut, mengingat tujuannya dia datang menemui Oai.

"Hey, bagaimana keadaan mu akhir-akhir ini? Apakah hal yang sama pernah terjadi lagi ? Maksud ku hal yang pernah terjadi saat kita di toilet gedung utama waktu itu!", lanjut Vie menjelaskan.

" Hmm, hal itu ya? Sepertinya sudah tidak pernah lagi, memangnya kenapa dengan itu?", Oai bertanya dengan serius, dia seperti mengetahui maksud dari Vie, namun dia mencoba mengkonfirmasi dugaannya.

"Emm, tidak apa-apa... baguslah kalau sudah tidak pernah terjadi lagi, aku hanya khawatir sesuatu terjadi dengan mu itu saja hehe..", balas Vie sambil tertawa.

" Sesuatu terjadi dengan ku? Apa yang sebenarnya ingin kau katakan?", Oai mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya ingin Vie ketahui.

"Ah, apa maksud mu ? Aku benar-benar mengkhawatirkan mu", balas Vie seraya berdiri dan berjalan ke sekitaran kamar Oai.

"Begitu kah? Terima kasih kalau begitu!", respon Oai, dia terdengar masih memikirkan suatu hal lain, dia pun berdiri dan berjalan menuju pintu kamarnya.

"Hey!", Vie tiba-tiba memanggil Oai yang terlihat ingin pergi, Oai pun berhenti, "Aku ingin membeli beberapa minuman kaleng dari mesin penjual otomatis yang ada di aula kampus, tunggulah sebentar", ujar Oai.

" Tunggu! Bukan itu!", Vie berjalan mendekati Oai.

" Ada apa?", Oai berbalik ke arah Vie.

"Coba berbalik lagi! Aku melihat sesuatu di belakang leher mu", Vie menyuruh Oai berputar lagi untuk melihat bagian belakang lehernya, Oai pun menurutinya.

"Ada apa di leher ku?", tanya Oai.

"Tunggu sebentar! Tadi aku melihat sesuatu!", jawab Vie mencari-cari sesuatu di leher bagian belakang Oai.

Vie merasa melihat sesuatu yang aneh di leher Oai barusan, namun saat dia mendekat, dia tidak melihat apa-apa di lehernya. Vie menjadi bingung karena itu, lalu dia mencoba mengecek dengan tangannya, meraba bagian belakang leher Oai.

"Hey! Apa yang kau lakukan?!", teriak Oai pelan, protes dengan apa yang Vie lakukan.

"Tunggu sebentar!", balas Vie.

Saat meraba bagian belakang leher Oai yang terlihat tidak ada apapun di sana, tiba-tiba Vie merasakan sesuatu menusuk tangannya di bagian tengah leher belakang Oai. "Aw!!", reaksi Vie juga mengagetkan Oai.

" Hey, ada apa? Kenapa kau terlihat kaget?", tanya Oai.

" Aku merasa ada benda tajam yang mengenai tangan ku, apa kau tidak merasa ada sesuatu yang menancap di leher mu?", jelas Vie.

" Menancap di leher ku?", Oai bingung.

"Baik tunggu sebentar, aku akan mencoba mencabutnya", usul Vie.

" Mencabutnya? Bagaimana kalau itu cuma rambut ku?", balas Oai mencoba menolaknya.

" Kau tidak memiliki rambut Oai! Lagi pula tidak mungkin rambut mu akan setajam jarum, kau lihat, tangan ku berdarah!", Vie menunjukan tangannya yang mengeluarkan darah dari luka kecil bekas tusukan benda yang tajam.

"Oh, kau benar-benar berdarah! Apa tidak apa-apa kalau benda itu dicabut?", respon Oai.

" Biar aku coba dulu!", balas Vie.

Vie langsung mencoba mencari benda itu, namun benda itu benar-benar tidak terlihat, dia mencoba merabanya lagi. Lalu dia merasakan ada benda yang menancap di jarinya dan mencoba mengambilnya, menjepitnya dengan jari-jarinya, lalu mencabut benda itu. Dia mencoba memperhatikannya, benda itu seperti jarum yang sangat tipis namun tidak mudah patah.

"Apa kau berhasil mencabutnya?", tanya Oai berbalik melihat ke arah tangan Vie.

"Ini! Apa kau dapat melihatnya?", tanya Vie menunjukkan benda itu ke Oai.

"Apa itu sebuah jarum?".

"Sepertinya begitu".

Sedetik kemudian jarum itu menghilang seperti menyublim atau menguap di udara. Oai dan Vie yang sempat melihat benda itu dapat merasakan sedikit aura yang terlepas saat menghilangnya benda itu walau hanya sekilas saja. Mereka pun sedikit kaget, karena terpikirkan akan sesuatu.