"Apa yang terjadi?", tanya Oai pada Vie yang terlihat kaget akan hal itu.
"Benda itu menghilang begitu saja", respon Vie dengan wajah bingung.
Untuk beberapa saat mereka terdiam dalam sunyi. Lalu kemudian Vie mulai bicara seraya dia ingin kembali ke kamarnya.
"Baiklah, karena sudah malam, lebih baik aku kembali ke kamar ku!".
" Oh, ya!".
" Aku tidak tau benda apa tadi itu, tapi yang pasti, kau harus berhati-hati Oai!", Vie memperingatkan Oai seraya pergi ke luar dari kamar.
"Ya tentu saja! Kau juga, Vie!".
Malam itu Vie kembali ke bangunan gymnastic. Di sana, seseorang sudah menunggunya.
"Bagaimana keadaannya?", orang itu langsung melemparkan pertanyaan kepada Vie yang baru datang.
"Dia bilang, dia sudah tidak pernah mengalami hal itu lagi akhir-akhir ini, dan dia tampak normal, maksudku dia terlihat sama seperti awal aku bertemu dengannya, tidak ada perubahan sifat yang mencurigakan, hanya saja... ", setelah memberi penjelasan Vie terdiam tak melanjutkan ucapannya.
"Lanjutkan!", orang itu meminta Vie meneruskan kata-katanya yang terhenti.
"Hari ini dia terlihat aneh, setelah kelas pagi tadi, dia tidak kembali ke kamarnya seperti biasanya, lalu dia tidak hadir saat kelas sore, hingga malam dia tidak terlihat di sekitaran kampus, lalu beberapa waktu lalu saat aku mengecek kamarnya, dia datang dari luar, sepertinya dia pergi ke kota, namun hal yang lebih penting lagi, aku menemukan sebuah jarum tertancap di belakang lehernya, anehnya dia tidak merasakan apapun dan jarum itu sangant tipis hingga sulit terlihat, bahkan aku kesulitan mencabutnya karena benda itu sempat tidak terlihat, namun aku berhasil mencabutnya dan sedetik kemudian jarum itu lenyap begitu saja-..", Vie belum selesai dengan penjelasannya namun orang itu langsung memotong perkataannya dengan sebuah dugaan," kau merasakan ada aura yang terlepas saat itu?".
" -Eh!? Ya! Walaupun hanya sekejap aku merasakan suatu aura saat jarum itu lenyap", ujar Vie.
" Itu pasti dia!", respon orang itu.
"Dia? Kau mengetahui sesuatu tentang itu, master Wesh?", Vie mulai penasaran dengan respon orang itu yang dia panggil master Wesh.
"Belum benar-benar pasti, tapi akan ku temukan jawabannya secepat mungkin, apa yang dia rencanakan dari semua ini", Wesh terlihat menemukan sesuatu yang akan dia lakukan selanjutnya.
"Master Wesh! Bisa kau beri tahu aku apa yang kau ketahui itu! Mungkin aku akan berguna untuk membantu mu", ujar Vie dengan wajah yang serius.
" Kau masih perlu melatih kekuatan mu lagi sebelum menggunakannya di pertempuran. Untuk sekarang biar aku selesaikan ini sendiri! Dan aku perlu kau tetap mengawasi anak itu beberapa waktu lagi, apa kau bisa melakukan itu?", tanya Wesh kepada Vie.
" Baik, master Wesh!", meskipun Vie berkata begitu, dia masih merasa kecewa dengan keputusan Wesh yang barusan.
Beberapa hari pun berlalu, sesuai dengan tugas dari Wesh, Vie terus memperhatikan gerak-gerik Oai tanpa dia sadari. Dan untuk Oai, dia kembali ke kebiasaan sehari-hari lamanya yang berfokus pada pelajaran yang sedang dia tekuni. Kekhawatirannya dengan kumpulan Argo sudah berkurang karena mereka sudah tidak pernah mengganggu Oai lagi, walaupun hal itu masih sedikit membingungkan Oai, karena dia tidak mengetahui penyebab perubahan sikap mereka itu. Namun Oai sudah mulai bisa lebih menikmati hari-harinya lagi di kampus itu, atau begitulah yang terlihat dari pengamatan Vie selama itu.
Satu semester berlalu, liburan semester pun dimulai. Beberapa penghuni asrama pergi, ada yang bepergian untuk liburan dan ada pula yang kembali ke rumah mereka. Kampus menjadi sepi, terlebih karena tidak ada aktifitas belajar mengajar, namun tak sedikit orang-orang yang tinggal dan melakukan aktifitas klubnya. Seperti Vie yang selalu berlatih bela diri di gedung gymnastik setiap harinya. Untuk Oai, dia tidak pergi kembali ke rumahnya karena jarak yang sangat jauh, jadi dia menetap di kampus dan beraktifitas sehari-hari seperti biasa walaupun dia lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam kamarnya sendiri. " ... Dan sepertinya dia tidak melakukan hal-hal lain yang berbeda dari biasanya atau yang mencurigakan", akhir dari Vie yang memberikan laporan hasil pengamatannya kepada Wesh.
"Baiklah, terima kasih atas kerja keras mu! Untuk sementara, sembari mengawasinya, mungkin kau bisa bersantai sejenak mengingat ini adalah liburan panjang", ujar Wesh ke Vie.
" Tenang saja master Wesh, aku akan tetap mengawasinya! Aku tidak perlu pergi liburan atau sebagainya", balas Vie.
" Sebenarnya, justru kau seharusnya pergi berlibur, kau terlalu banyak menggunakan waktu mu untuk berlatih dan melakukan tugas dari ku".
" Karena aku ingin menjadi orang yang berguna nantinya, untuk itu aku harus berlatih lebih keras lagi sekarang!".
" Baiklah terserah kau saja, jangan memaksakan kemampuan mu jika memang tidak mampu!", bersama kata-kata itu Wesh pergi meninggalkan Vie sendiri di sana.
Beberapa hari berlalu, Vie mulai merasa bosan dengan yang dia lakukan berulang-ulang kali di setiap harinya. Sesekali dia bertanya kepada Wesh untuk tugas lain yang bisa dia kerjakan, namun Wesh hanya menyarankan dia untuk melakukan hal yang dia inginkan saja, hingga akhirnya Vie tidak dapat menemukan Wesh dimana-mana. Wesh mulai menghindari Vie yang terlihat tidak sabaran dalam menerima tugas darinya dan itu membuatnya tidak nyaman karena berpikir Vie masih belum siap untuk segala yang dia perlukan. Semenjak itu Vie semakin bosan dengan kesehariannya, tugas pengawasan terhadap Oai pun sangat membosankan karena Oai sangat jarang pergi keluar kecuali untuk membeli makanan atau keperluannya, dan setelah itu dia akan kembali ke kamarnya dan menghabiskan waktunya di kamar sepanjang hari. Karenanya, Vie mulai berhenti untuk mengawasi keseharian Oai.
Hari-hari pun berlalu, hingga liburan panjang itu pun berakhir. Kegiatan belajar mengajar dimulai kembali dan semua berjalan normal. Kelas pagi berakhir, semua meninggalkan kelas dan sebagian orang pergi ke kantin seperti biasanya. Namun ada sesuatu yang berbeda siang itu, terlihat ada dua orang yang sedang berbicara sambil berdiri di jalan lain dari arah kantin ke gedung belakang kampus. Banyak orang yang memeperhatikan mereka berdua, karena mereka adalah orang yang terkenal di kampus, satu karena status baiknya dan yang satunya karena status buruknya. Kedua orang itu adalah Lesty dan Oai. Mereka terlihat sedang berbicara serius tentang sesuatu. Dan Lesty terlihat berbicara dengan wajah marah diawal namun tak lama setelah itu dia terlihat menangis lalu pergi. Oai terlihat sangat serius, itu tampak di wajahnya. Walaupun setelah Lesty terlihat menangis, wajah Oai tidak berubah, bahkan dia terlihat seperti tidak merasa bersalah karena itu.
Kejadian itu mengundang perhatian banyak orang di sekitaran kantin yang saat itu memang penuh dengan orang-orang yang sedang makan siang atau hanya sedang berkumpul dan berbincang-bincang. Tapi di antara mereka semua ada yang lebih terprovokasi karena itu, mereka adalah kelompok Ballad dan Argo. Mereka semua berjalan ke arah Oai. Tanpa menunggu lama Argo yang sudah mendekat langsung meninju wajah Oai dengan kerasnya. Oai pun jatuh terpelanting kebelakang. Namun wajah yang tak disangka, terpampang di wajah Oai. Dia terlihat tidak kesakitan sama sekali walaupun tanda lebam berbekas di pipi kirinya. Oai terduduk di tanah sambil melihat tajam dengan wajah lebamnya ke arah Argo. Tanpa menunggu sedetik pun Argo bergerak maju ke arah Oai dan menendangnya dengan keras hingga Oai terguling ke belakang. Namun seketika itu Oai langsung berdiri tegak dari terguling itu dengan ekspresi yang sama dengan wajah seriusnya menatap kearah Argo. Untuk sesaat Argo terdiam kaget melihat itu. Begitu juga Ballad dan lainnya. Bahkan semua orang yang melihat kejadian itu pun terdiam heran dengan apa yang terjadi. Suasana terasa hening untuk beberapa detik hingga suara Oai memecah keheningan.
"Aku tidak ingin berurusan dengan kalian! Sebaiknya kalian pergi dan semua mungkin akan baik-baik saja."
Mendengar perkataan Oai yang seperti itu membuat Ballad kesal, dengan cepat Ballad berlari ke arah Oai dengan kepalan tangannya yang akan menghantam wajah Oai. Namun tiba-tiba Ballad terjatuh dan berhenti tepat di depan Oai. Ballad terlihat kesakitan pada bagian kaki kirinya. Semua orang jadi lebih bingung dengan keadaan tersebut. Untuk Ballad, dia melihat sebuah ranting di dekat kakinya, dia yakin ranting itulah yang mengenai kakinya saat dia berlari hingga dia terjatuh.
"Jika kalian ingin berkelahi, sebaiknya kalian lakukan di tempat lain! Kalian mengganggu ketertiban kampus ini! ".
Itu adalah suara dari Wallace yang berada di jendela bangunan terdekat dari tempat keributan itu. Mereka semua melihat kearah Wallace dan bergegas pergi. Begitu pula Ballad yang dibantu oleh kawanannya untuk meninggalkan tempat itu. Dan Oai pun pergi ke arah berlawanan dengan kawanan Argo dan Ballad.
Waktu malam, keadaan kampus waktu itu terasa sangat sepi dan sunyi, sebenarnya kejadian di semester lalu saat kemunculan oddies di asrama putri itu membuat banyak orang memutuskan untuk tidak kembali ke kampus. Perspektif yang mengatakan bahwa kampus adalah tempat yang disukai oddies mungkin juga menjadi pengaruh besar yang membuat kebanyakan orang terutama para mahasiswa untuk berhenti pergi ke kampus atau mencari kampus lain yang lebih aman. Namun meskipun begitu, pada malam ini, suasana begitu tenang seperti tiada hal yang mengerikan ataupun tanda-tanda kemunculan dari oddies yang waktu itu menyerang kampus. Dan di suatu gedung, gedung gymnastic, Vie masih berlatih sendirian walaupun terlihat baju beladirinya sudah sangat basah kerena air keringatnya. Di nafasnya yang terengah-engah, Vie sedang memikirkan suatu hal lain diluar latihannya. Disamping dia tidak dapat menemukan keberadaan Wesh untuk meminta tugas yang dapat dia lakukan, dia pun mendengar tentang berita keanehan sikap Oai baru-baru ini, terutama diwaktu siang tadi. Disaat tugas pengawasannya terhadap Oai dia hentikan, justru perubahan malah terjadi pada Oai. Karenanya di tengah latihannya itu seketika dia berhenti dan berpikir untuk menemui Oai di kamarnya. Lalu dia pun bergegas pergi ke asrama putra untuk menemui Oai. Sesampainya di depan asrama putra, disaat Vie akan masuk ke dalam asrama dari depan, tiba-tiba terdengar suara panggilan atas namanya dari belakang punggungnya.
"Vie!?", Suara Oai memanggil Vie dari belakang yang agak bingung dengan kedatangan Vie ke asrama putra.
"Oh, Oai! Baru saja aku ingin menemui mu. Apa kau habis pergi dari suatu tempat?", Vie berbalik dan melihat Oai yang kelihatannya baru kembali dari suatu tempat.
"Restoran di sekitaran kampus", jawab Oai.
" Oh, makan malam", respon Vie sambil menggaruk-garuk kepalanya.
"Ada perlu apa kau kesini? Mencari ku?", kali ini Oai bertanya seakan tau yang ingin Vie lakukan di asrama putra itu.
"Oh, ya, ada hal yang ingin aku tanyakan pada mu, tapi mungkin bisakah kita bicara di kamar mu?", tanya Vie yang kelihatan tidak nyaman dengan tempat mereka bicara, karena sesekali ada yang lewat ditengah pembicaraan mereka.
"Ya tentu, tapi..", jawab Oai mengkonfirmasi permintaan Vie, namun Oai terlihat akan mengatakan sesuatu tapi dia tidak bisa katakan begitu saja.
"Kenapa? Ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu? Atau aku tidak bisa ke kamarmu sekarang karena sesuatu?", tanya Vie kepada Oai yang terlihat memikirkan sesuatu.
"Ku pikir kau perlu mandi dan berganti pakaian terlebih dahulu, kau tau", respon Oai sambil melihat pakaian Vie yang agak kotor dan juga basah kuyuk karena keringatnya.
"Oh, kau benar! Baiklah aku akan kembali setelah bersih-bersih, tunggu sebentar, okay!", ucap Vie yang langsung bergegas pergi.
Setelah itu Vie pergi untuk mandi dan mengganti bajunya, sedangkan Oai pergi ke kamarnya dan menunggu Vie kembali disana. Hingga beberapa menit pun berlalu, Vie yang sudah berganti pakaian berlari ke asrama putra dan menuju kamar Oai. Pintu kamar Oai dibiarkan terbuka karena Oai juga sedang menunggu kedatangan Vie. Lalu Vie pun masuk ke kamar Oai.
"Apa yang ingin kau tanyakan?", tanpa menunggu, setelah kedatangan Vie yang masih terengah-engah, Oai langsung menuju inti tujuan pertemuan mereka berdua.
"Oh!.. ya... Baiklah... Hufff...!", Vie masih mengatur nafas sembari mencoba memberi jawaban dari Oai, dan setelah menarik nafas yang cukup panjang, Vie pun langsung berbicara. " Bagaimana keadaanmu akhir-akhir ini?".
" Cukup baik! Tak ada yang perlu dikhawatirkan!", jawab Oai dengan tenang.
" Baguslah kalau begitu hehe.. ", respon Vie sambil menggaruk-garuk kepalanya.
"Itu saja?", Oai bertanya seperti dia tau kalau masih ada pertanyaan lain yang akan ditanyakan oleh Vie padanya.
"Eh, em... Sebenarnya aku mendengar sesuatu tentang kau dan Lesty hari ini dari perbincangan orang-orang... Apa yang sebenarnya terjadi antara kalian?", tanya Vie dengan sedikit agak canggung.
"Oh itu! Anggap saja pertengkaran sepasang kekasih, kau tau!?", jawab Oai dengan sedikit senyum kepada Vie.
"Oh! Jadi kalian benar-benar berpacaran?", respon Oai barusan membuat Vie sedikit terkejut.
"Anggap saja begitu! Kau tidak perlu memikirkan hal itu! Biar aku selesaikan urusan ku ini sendiri, jangan khawatir!", jelas Oai.
" Bukankah tadi kau sempat dipukuli oleh kawanan Argo? ", tanya Vie yang masih terlihat khawatir.
"Aku baik-baik saja, kau lihat? Tak ada yang perlu kau khawatirkan", Oai menunjukkan bahwa dia tidak apa-apa dan meminta Vie untuk tidak khawatir padanya. Vie melihat kondisi Oai yang memang tidak ada luka dan terlihat baik-baik saja. Ditengah Vie yang sedang memperhatikan kondisi dari Oai, Oai tiba-tiba bertanya kepada Vie lagi. "Ada lagi yang ingin kau bicarakan?". Bersama pertanyaan itu, Vie pun merasa cukup dan berniat untuk kembali ke tempatnya. Dan begitulah, akhirnya mereka berpisah. Vie pergi meninggalkan Oai di kamarnya dan kembali ke gedung gymnastic.
Malam itu berakhir dengan tenang tanpa ada kegaduhan dari kemunculan oddies. Waktu pagi, siang dan sore pun telihat tak ada hal seheboh waktu kemarin. Kawanan Argo tidak mengganggu Oai sedikit pun hari itu, kali ini sepertinya juga berbeda dari waktu yang lalu, mereka terlihat seperti takut pada Oai dibandingkan waktu yang lalu yang hanya seperti menghindarinya, namun kali ini mereka seperti benar-benar takut pada Oai, atau sikap Oai yang berbeda dari yang dahulu. Oai tampak lebih berani dan terlihat tidak sungkan untuk melawan jika dia merasa tertantang walaupun itu hanya terlihat dari tatapan matanya. Di hari-hari berikitnya pun terlihat Lesty berubah seperti bukan Lesty yang biasanya, dia terlihat lebih pendiam dan terkadang dia dengan mudahnya menuruti perkataan Oai. Semua orang yang melihatnya pun merasa aneh pada hal itu, namun mereka tidak berani untuk berbicara langsung, dan bahkan mereka terlihat tidak berani membicarakan mereka berdua disaat Oai berada di sekitaran mereka.
Disamping itu, kegiatan oddies yang pernah membuat panik di semester lalu, waktu itu tidak begitu nampak dan bahkan hampir tidak terlihat kemunculan mereka dalam beberapa hari itu. Hingga suatu malam setelah beberapa minggu dari hari itu, disaat Vie masih sedang berlatih di waktu malam, dia merasakan aura aneh yang muncul tiba-tiba. Dia berhenti bergerak didalam latihannya itu untuk beberapa saat, sampai seketika perasaan semangatnya muncul untuk beraksi. Dengan sekejap dia pun berlari menghampiri darimana aura itu datang. Dia terus berlari hingga dia sadar kalau tempat yang dia tuju adalah bangunan tua dibelakang kampus. "Jadi mereka memang benar-benar ada di sana!", pikir Vie yang terhenti di depan jalan setapak menuju bangunan tua itu. Dia pernah berpikir kalau bangunan tua itu adalah tempat keberadaan oddies. Namun sering diadakan penyelidikan dan hasil penyelidikan selalu tidak menemukan keberadaan atau tanda-tanda oddies itu. Untuk kali ini Vie sangat yakin kalau oddies benar-benar ada disana. Dia memberanikan diri untuk masuk kesana sendiri mengingat dia tidak dapat menemui Wesh akhir-akhir ini, jadi dia tidak dapat menemuinya untuk meminta izin darinya terlebih dahulu. Lalu dia pun bergerak menuju bangunan tua itu. Hingga tepat berada di depan bangunan tua itu, dia mencoba merasakan kembali aura yang tadi dia rasakan pada bangunan tua itu, namun dia tidak merasakan apa-apa dari sana pada saat itu. Tetapi dia tidak mau berhenti sampai disana. Dia pun mencoba masuk kedalam dan menelusuri setiap sisi bangunan itu yang memang cukup luas dan terdiri dari 3 lantai.
Seluruh lantai 1 sudah dia telusuri dan dia tidak dapat menemukan tanda-tanda oddies sedikit pun hingga dia sampai di tangga menuju lantai 2. Dia menaiki anak tangga satu persatu sembari melihat ke arah atas untuk melihat keadaan diatas dengan fokusnya. Karena tak ada lampu yang menyala di bangunan itu, satu-satunya penerangan yang dapat menyinari bangunan itu adalah cahaya bulan yang masuk dari jendela yang cukup besar dan banyak di sisi bangunan itu. Vie mencoba menelusuri seluruh lantai 2 itu dengan seksama karena banyak sisi yang gelap karena tidak terkena sinar bulan yang masuk dari sisi jendela yang terkena sinar bulan, titik gelap bangunan itu. Dibanding saat penelisiran di lantai 1, Vie lebih waspada di lantai 2 ini. Hanya sebuah firasat, dia merasa kalau malam ini dia akan benar-benar menggunakan kekuatannya yang sudah dia latih selama ini. Sudah sejak lama dia sangat ingin melakukan ini, namun selama ini Wesh sering memintanya untuk tidak menggunakan kekuatannya itu karena terpikir akan beberapa hal, namun malam ini dia akan mencoba kekuatannya tersebut. Setelah beberapa saat dia fokus untuk mengecek keadaan di lantai 2 itu, akhirnya dia tiba di tangga menuju lantai 3. Seperti saat menaiki lantai 2, dia mencoba melihat ke arah atas tangga. Kali ini dia melihat ruangan yang lebih gelap dari pada lantai sebelumnya. Penglihatannya sedikit sekali untuk menerawang apa yang ada di depannya karena keadaan di sana benar-benar gelap. Vie terus bergerah perlahan sambil mencoba menerka-nerka benda yang dia lihat di depannya yang terlihat samar-samar. Dia belum pernah berada di lantai 3 itu, jadi dia tidak tahu kalau di lantai itu tidak ada jendelanya. Jika begitu, bahkan pada waktu siang pun mungkin akan tetap gelap seperti malam ini, begitulah yang ada dalam pikiran Vie. Dan dia juga merasa di lantai itu lebih berantakan dibandingkan lantai 2, karena setelah beberapa langkah dia menjelajahi ruangan yang gelap gulita itu, sudah beberapa kali pula dia menabrak benda semacam kursi dan meja yang terbuat dari kayu. Beberapa saat kemudian Vie merasa meja yang menghalanginya tertahan oleh tembok saat dia akan memindahkannya. Suara benturan dari meja kayu dan permukaan tembok itu terdengar cukup keras dan sedikit bergema seakan ruangan itu benar-benar terisolir dari luar. Akan tetapi untuk beberapa saat Vie seperti melihat sekelebatan bayangan yang bergerak pada sisi lain ruangan yang luas itu. Vie mencoba untuk fokus melihat dengan teliti keadaan di ruangan itu, terutama pada bagian dimana dia melihat bayangan yang bergerak barusan. Setelah beberapa saat memperhatikan bagian ruangan tersebut, Vie tidak dapat menemukan tanda-tanda dari sosok lain yang berada di bangunan tersebut, kecuali dia seorang. Namun firasatnya saat itu seperti mengatakan padanya bahwa ada sesuatu di bangunan itu, di lantai 3 itu. Terbesit pemikiran yang cukup ekstrim didalam pikiran Vie.
"HALO!!", Vie mengeluarkan suara yang cukup keras hingga menggema di ruangan itu. Setelah itu dia menggunakan meja yang barusan dia tabrakkan ke dinding untuk menghantamkannya lagi ke dinding namun kali ini dia melakukannya dengan lebih keras lagi. Lalu suara benturan yang sangat kencang antara meja kayu dan dinding itu memenuhi ruangan, bahkan ruangan itu pun terasa bergetar karena benturan dari dinding itu. Namun Vie tidak berhenti sampai disitu, sedetik kemudian Vie mencoba mengangkat meja itu dan melemparkannya ke arah sisi dimana dia melihat sekelebatan bayangan yang bergerak tadi. Meja yang terlemparkan itu menghantam benda lainnya secara beruntutan dan membuat suara yang sangat gaduh dan benda-benda yang bertabrakan itu menjadi hancur berantakan dan juga menggeser sebagian benda lain di sekitarannya.
Di waktu itu, Vie memperhatikan daerah sekitarannya dan melihat sesuatu bergerak di sisi ruangan itu, dan pergerakan benda itu membuat seakan cahaya masuk ke dalam ruangan yang gelap itu, lalu terlihat benda seperti gorden tirai yang menggantung dan menutupi jendela, dan gorden itu tergerak karena hempasan benda yang barusan berhantaman sehingga cahaya dapat masuk melalui jendela yang tadinya tertutup itu. Ternyata cukup banyak jendela di lantai 3 itu, namun tertutup oleh gorden hitam gelap yang membuat cahaya bulan pada malam itu tidak dapat masuk. Dan beberapa detik kemudian ruangan itu kembali gelap karena sinar yang masuk melalui jendela kembali tertutup dengan rapat oleh gorden hitam itu. Sesaat sebelum ruangan kembali gelap, Vie sempat melihat sosok hitam di ujung ruang di depan dia berdiri. Belum sempat dia melakukan sesuatu, suatu benda menghantam dirinya dan membuat dirinya terhempas lalu terjatuh ke belakang. Benda itu adalah meja kayu yang memang banyak berjajar di ruangan itu. Benda itu mengenai Vie pada bagian badannya dan dia merasa kesakitan karena itu.
Setelahnya, Vie menyingkirkan meja yang mengenainya itu dan berdiri. Kali ini dia dapat melihat kilatan merah yang terpancar dari mata sosok yang berada di hadapannya itu. Sosok itu masih belum bergerak dari ujung ruangan itu, hanya melihat Vie yang sudah kembali berdiri dan siap bertarung. Dengan cepat Vie bergerak mencari benda disekitarnya lalu dengan kuat dia melemparkannya kearah sosok itu. Namun seakan tidak mengenai sasaran, kilatan mata sosok itu tetap tegak tak bergerak atau terkena benda yang Vie lempar itu, bahkan sebenarnya benda itu terbelah dua dan melesat ke setiap sisi dari sosok itu dan menghantam dinding yang ada dibelakangnya. Melihat itu Vie langsung mengambil benda lainnya dan melemparnya lagi, kali ini dia melempar benda-benda disekitarnya secara beruntun. Bekas hantaman benda-benda yang dia lemparkan itu membuat ruangan menjadi semakin berantakan dan debu yang telah lama terkumpul di ruangan itu membuat ruangan itu diselimuti debu beterbangan yang cukup tebal.
Setelah benda-benda disekitar Vie sudah mulai habis, Vie berhenti dan mencoba mengamati pergerakan sosok itu. Kilatan mata sosok itu menghilang tertutupi oleh debu tebal yang menutupi sebagian dari ruangan itu. Dan disaat Vie yang sedang fokus memperhatikan pergerakan sosok itu, tiba-tiba cahaya muncul dari sisinya, beberapa gorden yang menutupi jendela terjatuh ke lantai dan membuat cahaya masuk ke dalam dan mengenai Vie, hal itu membuat Vie agak kaget karena perhatiannya yang sedang fokus ke arah lain terganggu oleh hal itu. Namun sesaat kemudian fokusnya langsung teralih pada gorden-gorden yang jatuh itu, gorden-gorden itu dapat bergerak dan terlihat seperti memiliki 2 tangan dan 2 kaki.
"Benda apa..?", Vie kebingungan.
Gorden-gorden itu seperti bergerak untuk mencoba berdiri karena kesulitan dengan bentuk dan pergerakannya yang tidak beraturan itu. Dan ketika Vie sedang memperhatikan gorden-gorden itu, sesuatu begerak melesat keluar dari ruangan yang masih diselimuti debu yang bertebaran. Seketika Vie dapat menyadari sosok yang akan menyerangnya itu, dia berusaha untuk menghindari serangan itu, namun gerakannya sudah terlambat hingga serangan dari sosok itu mengenainya dengan keras dan membuatnya terhempas kebelakang menubruk barang-barang sebelum membentur dinding yang cukup jauh dibelakangnya.
"Ugghh...", Vie terlihat sangat kesakitan, tetapi dia tetap mencoba untuk bangun.
"Heehh... Akhirnya aku menemukanmu!", Vie berdiri sembari mulai tersenyum ke hadapan sosok itu.
"Akhirnya aku benar-benar bisa menggunakan kekuatanku!".
Seketika sosok yang terlihat berwarna hitam itu bergerak ke arah Vie dengan cepat. Dan dengan senyum yang cukup lebar Vie bersiap untuk bertarung.
"Mountaiye..".
Sosok itu benar-benar bergerak cukup cepat dan seketika sudah berada di depan Vie, namun setelah itu sosok hitam itu terhempas jauh hingga ke ujung lain dari ruangan itu. Hal itu terjadi karena serangan Vie yang berubah menjadi sesuatu lain dengan bentuk kepala seperti sayuran kubis yang terbuka atau seperti gambaran matahari diantara 2 gunung. Dengan costum yang berbeda pula dengan baju karate yang tadi dia kenakan. Pukulan dari satubtangannya cukup kuat yang membuat sosok hitam itu terhempas sangat jauh.
"Wooaahh!! Bagaimana rasanya?!", Vie benar-benar penuh semangat saat mengatakan itu dengan sangat lantang, walaupun tadi sempat babak belur dengan serangan dari sosok hitam barusan. Sekarang dia merasa dia telah mengembalikan rasa sakit yang dia rasakan tadi kepada sosok hitam itu.
Sosok hitam itu tidak menunjukkan pergerakan untuk beberapa saat, disisi lain, pergerakan beberapa gorden hitam yang berjatuhan di lantai masih terlihat kesulitan untuk berdiri. Sesekali mereka dapat mulai berdiri tegak, namun setelah itu kembali terjatuh lagi ke lantai.
"Apa yang sebenarnya kalian lakukan? Uh! Apapun itu, aku akan menghentikan rencana kalian dengan kekuatanku ini, bersiaplah untuk kuhancurkan! ", hentakan kaki Vie memulai langkahnya bergerak menuju kumpulan gorden hitam itu, dia berniat untuk menghancurkan mereka semua sebelum mereka membuat kehancuran, begitulah yang Vie pikirkan. Akan tetapi tiba-tiba suara keras membuat Vie menghentikan pukulan tangannya yang hampir mengenai salah satu gorden hitam itu.
"Berhenti!!".
"Huh?!", Vie berhenti dan mencari asal suara itu.
"Jika kau hancurkan mereka, kau akan membunuh mereka. Maksudku orang-orang yang menghilang setiap malam di sekitaran kampus ini", suara itu kembali terdengar di telinga Vie, bahkan Vie seperti familiar dengan suara itu namun dia tidak mengingat suara siapa untuk saat itu karena dia sedang fokus dengan para oddies di hadapannya.
"Mereka adalah orang-orang yang hilang? Apa maksudmu berkata seperti itu? Dan siapa kau? Tunjukkan dirimu?!", Vie bertanya-tanya dengan sosok dari pemilik suara misterius itu sambil melihat ke sekelilingnya karena dia tidak menemukan orang lain disekitar sana selain para oddies di hadapannya.
"Hei! Apa kau yang berbicara barusan?!", Vie berpikir kalau suara itu adalah suara oddies yang sedang dia lawan. Namun tidak ada balasan dari setiap pertanyaan yang Vie tanyakan. Bahkan untuk beberapa saat suara itu seperti menghilang. Dan disaat itu, tiba-tiba melesat dari ujung ruangan di depan Vie, begerak cepat menuju arah Vie, itu adalah sosok yang tadi Vie pukul. Sosok itu dengan cepat menyerang Vie dari sisi kiri. Dengan sigap Vie menangan dengan lengan kirinya, Vie berhasil menahan serangan itu. Terlihat lengan berbentuk benda tajam yang panjang sedikit menekan ke dalam lengan Vie yang cukup tebal. Dan disaat itu pula Vie melihat dengan cukup jelas sosok itu, Hogwage. Lalu dengan tangan lainnya yang juga tajam dan panjang, Hogwage menyerang Vie dengan mencoba menusuk ke arah tubuh Vie. Berpikir kalau serangan itu akan menembus armornya, Vie memilih mundur untuk menghindarinya. Dan dia berhasil menghindari tusukkan itu, akan tetapi serangan Hogwage belum berakhir, sesaat setelah itu dengan benda-benda panjang yang seperti rambut yang berada di kepalanya, Hogwage menyerang Vie. Rambut-rambut itu juga sangat tajam dan mengenai Vie yang tak dapat menghindari serangan cepat tersebut. Beruntung armor Vie cukup tebal untuk menahan serangan tersebut namun Vie terjatuh ke lantai, dia tersudut. Melihat keadaan itu Hogwage melanjutkan serangannya menggunakan kedua tangannya mencoba menusuk ke arah Vie. Tanpa berpikir panjang, Vie segera menghancurkan tembok yang ada dibelakangnya dan melompat keluar. Vie berhasil menghindari serangan yang kemungkinan dapat membunuhnya itu, tetapi hal yang dia lakukan membuatnya terjatuh dari lantai 3 bangunan itu dan mendarat di permukaan tanah, keberuntungannya ditambah dengan armor yang dia gunakan, membuatnya bisa bertahan, untuk sementara, karena setelah itu kekuatannya segera menghilang dan Vie kembali kebentuk manusianya lagi, dia kehabisan energi, bahkan dia tidak dapat bangun dari keadaan jatuhnya.
"Ughh.. Sial!!", gumam Vie.
Di lain tempat di lantai 3 itu, Hogwage melihat kebawah, ke tempat Vie terjatuh. Hogwage seperti akan melanjutkan serangannya ketika tiba-tiba aliran api panjang melesat ke arah Hogwage. Api itu mengenainya dan membakarnya, namun dengan satu sentakkan, api itu segera menghilang.
"Crosshead?!", Hogwage menengok ke arah datangnya api tadi. Disana terdapat sosok yang dia kenali, Crosshead.
"Akhirnya kau menunjukkan keberadaanmu tepat di mana sarangmu menyembunyikan para orang-orang yang sudah kau culik", berkata Crosshead kepada Hogwage.
" Sarangku? Oh, yang benar saja!", jawab Hogwage senyangkal.
" Bersiaplah! Karena aku akan mengalahkanmu dan menyelamatkan mereka semua! ", ucap Crosshead dengan lantang kepada Hogwage.
"Oh, benarkah? Kau bahkan tak pernah bisa melukaiku sedikit pun sampai sekarang. Kekuatan api dan air mu tidak berpengaruh terhadapku, kau ingat? Lalu bagaimana caramu mengalahkanku?", ejek Hogwage.
" Diam Kau!!", Crosshead mengeluarkan setetes air dari kendi kecilnya dan dari setetes air itu menjadi air yang cukup banyak lalu dilemparkan ke arah Hogwage.
Hogwage terdorong ke belakang oleh aliran air yang dilemparkan itu, namun seperti membelah kayu, Hogwage membelah aliran air itu dengan kedua lengannya secara horintal, membuat air itu berhenti mendorongnya dan berserakan di lantai.
"Kalau kau ingin mati, baiklah kalau begitu", ucap Hogwage seraya bergerak maju kearah Crosshead dengan kedua lengannya yang siap menusuk ke depan.
"Matilah kau-..aah!!", Hogwage akan bergerak maju namun permukaan lantai tiba-tiba menjadi licin karena air yang bergenang dan itu membuat Hogwage kehilangan keseimbangan lalu terjatuh.
Saat Hogwage mencoba untuk bangun seketika dia langsung terjatuh lagi karena permukaan yang licin. Dia terlihat persis seperti para gorden hitam yang mencoba untuk berdiri namun tak pernah bisa.
"Sulit untuk berdiri, seperti saat pertama kali kau berubah menjadi wujud itu?", Crosshead seperti mengetahui sesuatu tentang Hogwage.
"Kau tak tau apapun tentang hal itu, jadi tutup saja mulutmu!! ", Hogwage terlihat tidak senang dengan kata-kata Crosshead sambil terus mencoba bangun walaupun terus terjatuh pula.
"Oh benarkah? Aku sudah lama memperhatikan gerak-gerikmu. Wanita populer di kampus ini, yang selalu dekat dengan orang baru, lalu mengajaknya pergi ke gedung ini untuk kau ubah menjadi benda hitam yang bergantungan itu", jelas Crosshead sambil menunjuk gorden-gorden hitam yang menggantung.
"Benarkan, Lesty?", lanjut Crosshead dengan menebak wujud asli dari Hogwage.
Hogwage hanya terdiam sembari terus mencoba untuk bangun. Badannya tajam sulit menjaga keseimbangan di atas permukaan lantai yang saat itu sangat licin oleh air yang Crosshead lemparkan itu.
"Hmmp, tak ada elakan? Baiklah sepertinya aku sudah tau cara untuk mengalahkanmu", setelah mengucap kata-kata itu, Crosshead menyalakan korek api besar yang ada dipinggangnya, lalu mengambil seberkas api itu dan dari api itu menjadi aliran api yang dia lemparkan ke arah Hogwage.
Seperti tadi, api itu membakar seluruh tubuh Hogwage. Namun kali ini api itu tidak padam walaupun Hogwage terus-terusan meronta dan bergerak.
"Api itu akan menguras energimu hingga kau akan kembali ke wujud manusiamu, dan disaat itu kau akan terbakar hingga hangus. Kecuali kau membebaskan orang-orang yang sudah kau culik itu, mungkin aku akan berbaik hati padamu", Crosshead memberi kondisi untuk dipilih Hogwage, namun Hogwage terlihat masih tidak mau menjawab.
"Apa jawabanmu?! Atau api itu akan benar-benar membakar mu setelah kau kehabisan energi!", Crosshead mengulangi pertanyaannya dengan lebih tegas, dia seperti tahu apinya itu akan segera menguras habis energi Hogwage atau Lesty, lalu setelah itu akan membakar tubuh manusianya hingga hangus.
"KATAKAN SEKARANG!", teriak Crosshead.
"Aku tidak bisa!", jawab Hogwage.
"Huh?! Apa maksudmu tidak bisa?! Kau mampu mengendalikan mereka sesuka hatimu! Mana mungkin kau tidak bisa?! ", Crosshead tidak percaya dengan kata-kata Hogwage.
"Aku... Tidak bisa..", kata-kata yang keluar dari Hogwage, sepertinya dia benar-benar mulai kehabisan energinya.
"Lakukan sekarang atau kau benar-benar akan mati, Lesty!", Crosshead masih mengulangi perkataannya.
"Aku... Aku ti-..", Hogwage mulai berhenti bergerak dan membuat api membakarnya dengan tenang.
"Sial! Kau akan mati, kau tau!!", Crosshead seperti akan memadamkan apinya itu namun melihat Hogwage tidak mau mendengarkan perkataannya, dia membiarkan apinya membakar hingga Lesty berubah menjadi wujud manusia kembali.
Tiba-tiba sesuatu bergerak kearah Hogwage dan membuat api disekujur tubuhnya menghilang, lalu melilit tubuh Hogwage dan menariknya ke arah datangnya sesuatu itu. Pandangan Crosshead mengikuti ke arah Hogwage dibawa hingga berhenti di suatu sosok yang menarik tubuh Hogwage itu, sosok itu menggunakan tangannya yang dapat memanjang.
"Siapa kau?", Crosshead bertanya kepada sosok hitam itu.
"Kau...", Hogwage seperti akan mengatakan sesuatu sebelum kehilangan kesadarannya, dia masih dalam bentuk oddiesnya.
Sesaat setelah itu aliran api melesat ke arah sosok itu yang memanggul Hogwage di pundaknya. Namun dengan satu tangannya, dia membuat tangannya berputar untuk menangkis api itu, lalu api itu pun menghilang.
"Huh!!?", Crosshead terkejut dengan hal itu, serangan apinya tidak mempan terhadap sosok itu.
Setelah itu dengan menggunakan kekuatan air dia melemparkan aliran airnya itu ke arah sosok itu lagi. Kali ini, sosok itu mengepalkan satu tangannya. Ketika aliran air itu mengenai tangannya, seketika air itu buyar dan cipratan air itu menyebar melewati tanpa mengenai sosok itu lalu menghilang. Crosshead yang melihat hal itu kembali terkejut mengingat kedua serangannya tidak mempan terhadap sosok itu. Sosok itu masih berdiri disana tanpa bergerak selangkah pun.
"Seperti yang kau katakan sebelumnya, membunuhnya sama seperti membunuh orang-orang yang sudah diculik selama ini, hanya saja memang sebagian besar dia juga turut peran dalam penculikan itu akhir-akhir ini. Tapi sudahlah, intinya, dia tidak dapat mengubah mereka kembali menjadi manusia", sosok hitam itu berbicara seperti tahu segalanya.
"Kau berkata seperti itu, seperti tahu segalanya, tapi yang pasti kau bukan orang yang tinggal di sini, jadi aku tak akan percaya dengan kata-kata mu, bahkan aku pikir kau juga salah satu dari mereka!", Crosshead berpendapat kalau sosok itu adalah salah satu dari para penculik orang di sekitar kampus.
"Itu keputusanmu untuk berpendapat, tapi sebaiknya kalian mempersiapkan diri untuk yang terburuk. Untuk para kepompong ini, mereka tak akan berubah tanpa energi yang cukup jadi biarkan mereka disini sampai kalian bisa mengalahkan induk dari para kepompong ini, tempat ini lebih baik dibanding membiarkan mereka berkeliaran, bukankah kau berpendapat yang sama? ", sosok hitam itu pun lalu pergi membawa Hogwage, menghilang di dalam kegelapan malam.