"Ini kapan mulainya, sih. Capek gue!" keluh Salsha.
Salsha, Aldi dan Dinda sudah berada di cafe sejak setengah jam lalu untuk mengerjakan tugas kelompok yang telah diberikan Bu Mira. Tetapi Bella yang juga anggota kelompok mereka belum juga datang.
"Sabar kali, Sha," ucap Dinda sembari memperhatikan Aldi tanpa kedip. Dinda jelas tak masalah jika Bella datangnya lama. Semakin lama Bella datang, semakin lama ia bisa bersama dengan Aldi.
"Gue disini, bukan disana!" Salsha memutar kepala Dinda untuk menatapnya. "Lo ngomong sama gue tapi mata lo fokus nengok tu cowok."
Dinda menggaruk tengkuknya karna merasa malu. "Ya habisnya Aldi ganteng banget."
Yang di puji hanya tersenyum tipis. Sesekali Aldi melirik ponselnya. Menanti kabar dari Bella. Tadi Bella mengatakan sudah dekat menuju cafe, tapi sampe sekarang gadis itu belum kelihatan.
"Aldi..," panggil Dinda. Ia menatap Aldi dengan tatapan memuja. "Gue boleh minta nomor lo, nggak. Kan kita sekarang sekelompok, nih. Jadi biar lebih mudah komunikasiannya."
Salsha menenguk salivanya mendengar ucapan Dinda. Dinda tidak ada malunya meminta nomor langsung kepada orangnya. Jika tau begini, Aldi pasti sadar jika Salsha belum memberikan nomor Aldi kepada Dinda.
"Nomor gue?" tanya Aldi. "Bukannya udah, ya?"
"Belum ah," jawan Dinda. "Lo belum ngasih nomor lo ke gue."
Aldi menatap Salsha seolah memastikan apa yang baru Dinda katakan. Tetapi Salsha malah mengalihkan wajahnya, tak berani menatap Aldi.
Mampus gue. Batin Salsha.
"Mana nomor lo, Ald." Dinda menyodorkan ponselnya kepada Aldi.
Aldi pun menerima ponsel Dinda dan mengetikkan beberapa digit nomornya di ponsel Dinda itu. Setelah selesai Aldi kembali menyerahkan ponselnya kepada pemiliknya.
Dinda menerimanya dengan perasaan senang. Jika sudah mendapatkan nomor Aldi, maka Dinda bisa cari perhatian dengan terus menelpon atau mengirimi lelaki itu pesan manis. Aldi pasti cepat luluh.
"Makasih, Aldi..," kata Dinda dengan ceria.
"Sama-sama. Nanti tinggal lo sms atau telfon gue aja." Aldi beralih menatap Salsha. "Lo nggak mau nomor gue juga, Sha?" sindir Aldi.
Salsha melotot ke arah lelaki itu dan menaikkan sudut bibirnya. "Nggak deh. Nggak perlu. Makasih."
"Atau jangan-jangan lo udah punya nomor gue, sebelumnya?" Aldi berkata dengan nada mengejek.
Salsha mengepalkan tangannya di bawah meja. Salsha tahu jika Aldi sedang menggodanya.
"Emang lo udah punya, Sha?" tanya Dinda dengan polosnya.
"Nggak la," jawab Salsha gugup. "Ngapain juga gue punya nomor cowok nggak penting kayak lo. Ogah."
Aldi hanya manggut-manggut sembari tertawa dalam hati. Aldi tahu, Salsha takut jika Dinda dekat dengannya. Mungkin Salsha cemburu, begitu pikir Aldi.
Akhirnya yang ditunggu-tunggu pun datang. Bella datang dan segera duduk di samping Aldi. Bella menatap teman-temannya dengan rasa bersalah.
"Sorry, gue telat." Bella meminta maaf. "Tadi ban motor Farel bocor. Jadi harus nyari bengkel dulu."
"Nggak bisa inisiatif nyari taxi gitu?" komentar Salsha sinis tanpa memandang Bella. "Di kira kita semua nggak capek apa nunggunya. Kita juga punya kesibukan lain, nggak cuma duduk nunggu orang yang lagi sibuk pacaran dan lupa sama tugasnya."
"Tadi gue mikirnya gitu juga. Tapi kasihan Farel kalo harus nunggu sendiri." Bella mencari pembelaan.
"Lo kira farel anak kecil yang takut di culik kalo sendirian? Di culik sih, tapi bukan sama penjahat, tapi sama tante-tante girang kali,ya." Salsha melemparkan tatapan permusuhan kepada Bella.
Dinda tertawa mendengar ucapan Salsha. "Canda tante-tante girang."
Bella ingin membalas ucapan Salsha lagi tetapi Aldi buru-buru mengintrupsi mereka untuk diam. Jika mereka terus berdebat seperti tadi, kapan kerja kelompoknya akan dimulai.
"Udah stop!" kata Aldi tegas. "Bisa nggak, nggak usah berantem sekali aja. Bisa lebih dewasa dan nggak kekananan?"
"Bisa," ucap Bella menunduk. "Gue minta maaf udah bikin kalian nunggu lama."
"Tapii dia.." Salsha masih ingin memperpanjang perdebatan. Tetapi Aldi lebih dulu mencelah ucapannya.
"Stop! Bella udah minta maaf," kata Aldi. "Sekarang kita mulai bahas tugasnya."
*****
"Whatsapp, Bro!"
Farel menyapa Dimas dan Bisma dengan tos an khas lelaki. Farel baru saja mengantar Bella ke cafe dan langsung datang ke basecamp mereka untuk menemui kedua sahabatnya.
"Darimana aja lo?" tanya Dimas sembari mengisap sebatang rokok.
"Biasa, pacaran dulu sama Bella," ucap Farel berbangga diri.
"Serius lo?" tanya Bisma penasaran. "Lo seriusan udah dekat sama Bella."
Farel mengangguk mantap. Ia mengeluarkan satu batang rokok dari bungkusnya dan menghidupkannya. "Serius lah. Siap-siap kalah lo berdua."
"Tapi kok bisa, ya." Bisma masih belum percaya jika Farel berhasil meluluhkan hati dinginnya Bella. "Kemaren-kemaren dia masih dingin sama lo."
Farel menghendikkan bahunya. "Nggak tahu tuh anak tiba-tiba baik sama gue dari tadi pagi."
Dimas dan Bisma sama-sama tertunduk lemas. Jika begini caranya mereka berdua harus siap mengorbankan satu motor kesayangan mereka untuk diberikan kepada Farel karena berhasil menaklukan hati Bella. Yaa, Bella adalah bahan taruhan Farel dan teman-temannya.
"Kalah lagi kan, kita." Dimas mengeluh. "Gara-gara lo nih milih targetnya Bella. Jadi kalah lagi, kita," adunya kepada Bisma.
Farel tertawa puas karena sebentar lagi akan memenangkan taruhan mereka. "Siap-siap motor lo gue ambil."
"Gue juga nggak nyangka Bella bakal luluh gitu sama dia. Kalo tahu kan gue nggak mungkin milih Bella." Bisma menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Tapi tunggu, Rel. Lo kan belum resmi jadian sama Bella. Bisa aja matanya kebuka dan nggak mau nerima lo jadi pacarnya." Dimas masih berfikiran positif bahwa kali ini Farel yang akan kalah.
"Waktu lo juga cuma seminggu lagi," tambah Bisma.
"Lo ingat kata-kata gue ini, ya. Nggak ada yang bisa nolak pesona seorang Farel. Nggak nyampe seminggu gue pasti udah bisa dapetin Bella," Farel membanggakan dirinya.
*****
"Jadi kita mau pake provinsi mana?" tanya Aldi kepada Salsha, Bella dan juga Dinda.
"Bali!"
"Sumatera Utara!"
"Maluku!" ucap ketiganya serempak.
Aldi memijat pelipisnya yang terasa berdenyut. Sudah hampir satu jam berdiskusi tetapi mereka belum menemukan titik terang tentang provinsi mana yang akan mereka jadikan objek dari tugasnya.
"Bali aja," kata Salsha. "Bali itu destinasi wisatanya banyak. Tarian sama baju daerahnya juga menarik. Nanti buat makanannya kita masak bubur mengguh."
"Emang lo bisa masaknya?" tanya Bella.
Salsha memandang sinis Bella. "Sekarang jaman udah canggih. Resepnya bisa dilihat dari google. Nggak usah gagap teknologi jadi orang."
"Lo, Bell. Kenapa lo milih Sumatra utara?" tanya Aldi meminta penjelasan Bella.
"Kita kan disuruh nyari provinsi untuk diteliti apa yang istimewa dari suatu provinsi itu. Gue rasa Sumatra Utara cukup menarik untuk kita teliti. Kalo Bali, semua orang udah tau kali kalo disana banyak pantai indahnya. Ritual-ritualnya juga. Tapi kalo Sumatra Utara, orang-orang masih sedikit yang tahu tentang keindahan provinsi itu," jelas Bella. "Destinasi disitu banyak yang belum di ketahui sama masyarakat. Mulai dari danau toba, air terjun si piso piso dan masih banyak lagi. Nanti kita kembangin sejarah danau tobanya. Baju adat, tarian adat dan lagu daerahnya juga menarik. Apalagi makanan khasnya, kita bisa memperkenalkan bika ambon atau kue putu bambu. Kenapa namanya bika ambon padahal itu dari medan bukan dari ambon."