"Termasuk lo juga?"
Bella menatap Aldi lekat-lekat. Pikirannya melayang ke orang dimasa lalunya. Ntah mengapa ucapan Aldi membuat ia kembali mengingat sosok itu. Sosok cinta pertamanya.
"Gue juga bakal gitu. Ibarat gini, Ald, orang yang dekat aja bisa selingkuh, apalagi orang yang jauh. Mungkin itu yang bikin pacar lo jadi kurang nyaman dan jadi posesif."
"Kalo menurut lo kayak gitu, berarti dalam hubungan lo nggak ada rasa kepercayaan. Lo nggak percaya sama pasangan lo sendiri," jelas Aldi.
"Bukan karena nggak ada kepercayaan, tapi karna takut. Takut kalo kepincut sama cewek lain disini atau takut kehilangan lo," ujar Bella. "Kalo pacaran jarak jauh itu harus bisa saling memaklumi."
"Ntah la, Bell. Gue bingung kalo mikirin itu terus." Aldi memijat pelipisnya yang terasa sakit karena terlalu memikirkan Tania disana.
"Sesekali kalo weekend lo pulang ke Bandung. Temui pacar lo. Dengan begitu rasa percayanya bakal tumbuh lagi sama lo. Lagian Jakarta Bandung nggak terlalu jauh." Bella menepuk pundak Aldi. "Gue ke lapangan lagi, ya. Lo pikirin baik-baik apa kata gue tadi."
Sepeninggal Bella, Aldi kembali termenung. Merenungi hubungannya dan Tania. Aldi bukan lelaki brengsek yang meninggalkan Tania tanpa penjelasan. Aldi mengatakan kepada Tania jika ia harus memenuhi wasiat Ayahnya untuk datang ke Jakarta dan tinggal serumah dengan gadis yang akan di jodohkan dengannya. Dan Tania pun seperti tidak masalah dengan hal itu.
Flashback On.
Ada yang pengen aku bilang sama kamu." Aldi menghela nafasnya. Berat bagi Aldi untuk berkata jujur kepada Bella tentang apa yang terjadi.
"Sayang, ini bagus, nggak?" Bukannya menjawab ucapan Aldi, Tania malah menanyakan pendapat Aldi tentang gantungan kunci. "Gantungan kuncinya bisa di bikin foto kita."
"Bagus," jawab Aldi tak bersemangat. Ia mengusap lembut kepala Tania.
"Nanti kita bikinin foto kita berdua, ya.Trus satu sama kamu, satunya lagi sama aku," kata Tania bersemangat.
"Iya, sayang." Aldi menghela nafasnya lagi.
Tania yang sadar ada yang aneh dari Aldipun menatap pacarnya itu. "Kamu kenapa? Ada masalah, ya?"
Aldi menggeleng. "Nggak ada, kok."
"Ihh serius?" tanya Tania manja. "Kamu pasti ada masalah. Coba sini cerita sama aku."
Aldi tersenyum teduh. Tania memang gadis yang peka. Tania selalu tahu apa yang Aldi rasakan. "Ada yang memang pengen aku kasih tau sama kamu."
"Apa?" Tania meletakkan ponselnya di atas meja dan menatap Aldi seksama. Ingin serius mendengarkan lelaki itu bercerita.
Melihat respon Tania yang sepertinya siap untuk mendengarkan membuat Aldi tersenyum hangat. Gadis itu lucu sekali. Aldi memegang Tania, dengan helaan nafas lagi. Aldipun mulai bercerita.
"Tadi Mama ngasih tau aku, katanya ada wasiat dari Papa yang harus aku lakuin dan nggak bisa aku tolak." Aldi mulai bercerita.
"Wasiat apa?" tanya Tania lembut sembari mengusap rambut lelakinya itu.
"Tapi kamu jangan salah paham dulu, ya." Aldi menghela nafas untuk kesekian kalinya lagi. "Aku dijodohin sama anak teman Papa dan Mama. Dan katanya untuk masa pendekatan aku harus tinggal serumah sama dia selama tiga bulan."
Usapan lembut Tania di kepala Aldi mendadak terhenti. Tania menjauhka tangannya dan mengalihkan pandangannya.
"Taniaa," panggil Aldi lembut. Ia menangkup pipi Tania untuk menatapnya tetapi gadis itu langsung menolaknya.
"Trus kamu mau? Kamu bakal tinggalin aku?" Suara Tania bergetar menahan tangis.
"Nggak sayang. Aku nggak mau lah di jodohin," ujar Aldi sembari mengusap lembut pipi Tania.
"Kamu tolak?" tanya Tania dengan penuh harap.
Aldi menggeleng pelan. "Aku nggak bisa nolak. Itu udah keputusan Mama, sayang."
"Trus aku gimana, Ald. Aku pacar kamu. Kita udah pacaran dua tahun. Masa kamu mau sia-siain gitu aja." Tania jelas tak mau kehilangan Aldi.
"Gini, sayang." Aldi berusaha menjelaskan dengan hati-hati. "Aku emang nggak bisa nolak keinginan Mama buat tinggal bersama cewek itu tapi aku bisa nolak buat di jodohin. Mama nggak akan paksa aku buat nikah nantinya sama dia kalo memang kita nggak cocok."
"Tiga bulan, Ald. Tiga bulan kamu tinggal serumah sama dia. Bukan nggak mungkin kamu suka sama dia." Mata Tania berkaca-kaca. Pintu kehilangan Aldi sudah ada di depan matanya.
"Nggak, sayang. Aku janji aku nggak bakalan suka sama dia. Di hati aku cuma ada kamu. Aku nggak mungkin lupain orang yang udah temanin aku bertahun-tahun demi orang yang baru aku kenal. Nggak mungkin." Aldi mengusap rambut Tania untuk memberikan pengertian kepada gadis itu.
"Kamu janji nggak bakal suka sama dia?"
Aldi mengangguk pelan. "Aku janji, sayang."
Tania lega. Hal yang selalu ia sukai dari Aldi adalah tanggung jawab dan kejujurannya. Aldi hampir tidak pernah berbohong kepadanya. Aldi selalu menepati janjinya.
"Kalo gitu, kita harus beli gantungan kunci itu. Satu sama kamu, satunya lagi sama aku. Biar kita saling ingat terus." Tania menyandarkan kepalanya di bahu Aldi.
Aldi mengusap lembut rambut Tania dan mencium rambutnya. "Iya, sayang. Nanti kita beli, ya."
"Aku tunggu kamu disini, Ald. Cepat pulang dan jangan berubah."
Flashback Off
Ponsel milik Aldi berbunyi menyadarkan lelaki itu dari lamunannya. Aldi mengambil ponselnya dari dalam saku dan melihat panggilan masuk dari Tania. Tanpa berfikir dua kali, Aldi segera menjawab panggilan Tania itu.
"Halo, sayang."
"Tadi malam kamu kemana? Kamu makin aneh ya sekarang. Udah suka sama cewek itu?" cecar suara di seberang sana.
Aldi memijat pelipisnya lagi. Tania terlalu curigaan. "Nggak, Tan. Semalam aku capek kerja kelompok. Sampe rumah aku langsung tidur makanya nggak sempat ngobrol sama kamu."
"Kamu bohong," tandas Tania.
"Aku nggak bohong, Tan. Ayolaah percaya sama aku." suara Aldi lelah.
"Ald, makasih lo tadi malam kamu udah nganterin aku pulang," kata Dinda yang tiba-tiba datang dan langsung duduk di samping Aldi.
Ucapan Dinda itu jelas saja terdengar di telinga Tania. Tania kembali marah. "Kamu nganterin cewek siapa lagi sih, Ald. Bener kan kata aku kalo kamu udah selingkuh disana."
"Tan dengar dulu. Kamu jangan salah paham."
Terdengan suara panggilan terputus. Panggilan telah di putuskan oleh Tania secara sepihak. Aldi menghela nafasnya. Hubungannya dengan Tania semakin hancur.
Dinda yang berada di samping Aldi pura-pura merasa bersalah. Padahal memang ia sudah merencakan untuk membuat pacar Aldi merasa cemburu dengannya.
"Maaf, Ald, Itu tadi pacar kamu, ya?"
Aldi mengangguk. Ia tak mau menyembunyikan keberadaan Tania sebagai pacarnya.
"Iya."
"Trus dia marah?" Dinda ber akting seolah-olah merasa bersalah. "Maaf, ya. Gara-gara gue pacar lo jadi salah paham."
"Nggak papa," kata Aldi cuek. "Nanti juga kita baikan. Udah biasa masalah kecil kayak gini."
Dinda manggut-manggut. Dalam hati ia berdoa agar hubungan Aldi dan pacarnya itu cepat putus. Sehingga ia punya kesempatan udah dekat dan berpacaran dengan lelaki itu.
"Kalian udah pacaran berapa lama?" tanya Dinda ingin tahu.
"Dua tahun," jawab Aldi seadanya.
Hingga mata Aldi tak sengaja menatap ke lapangan. Ada Salsha dan Bella yang terlibat adu mulut. Aldi refleks berdiri dan melangkah menuju lapangan yang disusul oleh Dinda di belakangnya.