Aldi dan Salsha telah sampai di supermarket. Mereka akan berbelanja kebutuhan-kebutuhan dapur untuk beberapa minggu kedepan. Seperti beras, roti, susu, garam, gula, snack-snack, serta kebutuhan lainnya.
Aldi mendorong troli sementara Salsha memasukkan barang-barang yang mereka butuhkan kedalamnya.
"Tuh kan, Sal, berasa gue lagi temenin istri gue belanja." Aldi masih menjahili gadis itu. Sekarang, menjahili Salsha dan melihat wajah memerah menahan amarah gadis itu adalah hobi baru Aldi.
"Usstt, diam."
Tentunya Salsha geram atas ucapan-ucapan Aldi yang menurutnya tak penting. Salsha memasukkan roti gandum ke dalam troli.
"Kurang itu," komentar Aldi saat ia melihat Salsha memasukkan buah bungkus roti tawar ke dalam troli.
Dengan kesal Salsha memasukkan tiga bungkus roti tawar lagi dan menatap tajam Aldi. "Masih kurang?"
Aldi menggeleng sembari menyengirkan giginya. Salsha kembali fokus terhadap barang-barang yang ingin mereka beli. Salsha beralih ke stand selai. Salsha memasukkan selai rasa coklat ke dalam troli.
"Gue sukanya selai bluberry," komentar Aldi lagi.
Salsha memasukkan selai blueberry seperti keinganan Aldi. Sedari tadi memang, apapun yang Salsha pilih selalu di komentari oleh Aldi. Kurang inilah, kurang itulah sampai Salsha sendiri jengah mendengarnya.
Mereka beralih ke susu cair. Salsha memasukkan susu cair merk indomilk kedalam troli, tetapi Aldi malah mengeluarkannya lagi.
"Lebih segar yang merk ultra milk. Ganti-ganti."
Salsha menghela nafasnya, mau susu merk apapun sepertinya sama saja. "Sama aja kali. Lo ribet banget, sih."
"Bedaa." Aldi memasukkan lima sekaligus susu cair merk ultra milk ke dalam troli.
"Lo rakus banget, sih."
"Persediaan," jawab Aldi acuh. "Mending lo yang geser trolinya deh biar gue yang milih. Lo nggak becus dari tadi."
Aldi menggeser Salsha dengan kasar dan beralih mengambil barang-barang dan memasukkannya kedalam troli. Salsha menggeram kesal, benar-benar muak dengan sifat sok berkuasa Aldi ini.
"Trolinya berat, mana bisa gue gesernya."
"Semua aja lo nggak bisa, bisa lo apasih sebenarnya?" kata Salsha pedas. "Udah masak nggak bisa, belanja nggak bisa. Bisa lo cuma jadi beban."
Aldi membawa troli tersebut dan bergerak menuju stand mie instan. Ia memasukkan beberapa mie instan berbagai rasa untuk persediaan mereka. Hanya bahan-bahan ringan yang mereka beli karena baik Salsha maupun Aldi tidak bisa memasak.
Hati Salsha mencelos mendengar kata-kata Aldi. Apa yang lelaki itu katakan memang fakta, tapi tetap saha mendengarnya membuat Salsha sakit hati.
Aldi semakin bergerak menjauh, tetapi tak menemukan Salsha di depannya. Aldi berbalik ke belakang dan melihat Salsha masih diam di tempatnya.
"Ayo sini, malah bengong."
Salsha menghela nafas dan mendekati Aldi tanpa semangat. Moodnya hilang begitu saja karena kata-kata Aldi. Mulut lelaki itu memang pedas melebihi cabe.
"Lo mau beli apalagi? Gue capek mau pulang," kata Salsha.
"Bentar, gue mau beli rokok dulu."
"Lo ngerokok?" tanya Salsha. Pasalnya selama seminggu ini Salsha tidak pernah melihat Aldi merokok.
"Kalo lagi ada masalah aja," jawab Aldi. Kemudian ia bergerak menuju stand rokok.
Dari jauh, Salsha melihat jika Farel datang dan berbicara kepada Aldi. Ntah apa yang mereka bicarakan, Salsha tak bisa mendengarnya. Mau mendekat pun tak mungkin, ia tak mau Farel mengetahui jika ia sedang bersama Aldi.
Sementara itu Aldi kaget melihat keberadaan Farel disini, untungnya Salsha sedang tidak ada di sampingnya. Aldi pun belum siap jika orang-orang di sekolah mereka mengetahui perihal hubungannya dan Salsha.
"Gue mau bicara sama lo," kata Farel. Bukan cuma Aldi yang kaget, Farelpun sama. Tapi menurutnya ini adalah waktu yang tepat untuknya bisa berbicara dengan Aldi.
"Soal?" tanya Aldi acuh.
"Soal Bella," kata Farel. "Gue mau lo jauhin dia."
Aldi tersenyum miring. Bella adalah teman pertama dan satu-satunya di sekolah. Tidak mungkin Aldi menjauhinya dan memangnya apa alasan Aldi untuk menjauhi gadis itu.
"Gue nggak mau."
"Tapi gue nggak suka lo ada di samping Bella." Farel menatap Aldi dengan tatapan permusuhan. "Selagi ada lo di samping Bella, dia nggak bakal ngelihat gue."
"Gue ancaman terbesar lo buat dapetin Bella?" Aldi terkekeh ringan. "Lo penakut juga ternyata."
Farel mengepalkan tangannya mendengar ucapan menghina Aldi. "Kalo lo nggak mau jauhin Bella secara percuma. Gue bisa ngasih lo penawaran."
"Gue nggak tertarik," jawab Aldi cuek.
"Gue mau nantang lo duel basket. Siapa yang kalah harus jauhi Bella." Farel tak mendengarkan kata-kata Aldi tadi. Ia malah mengajak Aldi taruhan. "Gue dengar-dengar lo kapten basket di sekolah lo yang dulu. Gue mau lihat seberapa jago lo main basket."
"Saking takutnya, lo sampe nyari tau tentang gue sebegitunya." Aldi terkekeh mengejek. "Ternyata lo orangnya nggak percaya diri, ya."
"Setan!" maki Farel. Emosinya memuncak mendengar kata demi kata yang Aldi lontarkan. "Bilang aja lo takut ngelawan gue. Lo nggak punya nyali.
Aldi tersenyum puas melihat Farel yang sepertinya sudah terbawa amarah. Dari situ Aldi bisa menyimpulkan jika Farel adalah orang yang sangat mudah terbawa emosi.
"Pertama, gue sama sekali nggak takut duel basket sama lo. Gue kapten basket dan udah banyak bawain piala buat sekolah gue." Aldi membanggakan dirinya. "Kedua, gue bukan saingan lo. Jadi lo nggak perlu takut gue ngerebut Bella dari lo. Ketiga, Bella atau cewek manapun bukan taruhan. Mereka nggak bisa di bikin bahan taruhan kayak gitu. Keempat, kalo lo ngerasa pantas buat dapetin Bella, lo perjuangin dia."
Setelah mengatakan kalimat panjang itu, Aldi menatap Farel datang tatapan mengejeknya dan bergerak menjauhi lelaki itu. Aldi merasa puas bisa menjatuhkan mental Farel. Farel memang pantas di perlakukan seperti itu.
Farel mengepalkan tangannya dan pergi dari sana. Ia bahkan tidak jadi membeli apapun. Harga dirinya berhasil dijatuhkan oleh Aldi.
Melihat kepergian Farel, Aldi kembali mendekati Salsha yang diam mematung di tempatnya.
"Farel ngomong apa aja sama lo?" tanya Salsha penasaran.
"Nggak penting." Aldi menarik troli yang Salsha pegang. "Yuk bayar, trus pulang."
Salsha memanyunkan bibirnya karena Aldi tak mau mengatakan apapun, padahal Salsha ingin tahu. Setelah selesai membayar, Aldi mengangkat plastik berisi barang-barang belanjaan mereka. Totalnya ada tiga plastik.
Selama di perjalanan pulang pun Salsha terus bertanya tentang apa yang Aldi dan Farel bicarakan. Salsha bisa melihat jika Aldi dan Farel berbicara serius tadi, membuat rasa penasaran Salsha menguap.
"Kalian tadi ngomongin apa, sih."
Aldi melirik Salsha sekilas. Merasa di desak Aldi pun berkata. "Farel ngajak gue duel basket."
"Duel basket?" beo Salsha. "Buat?"
"Katanya siapa yang kalah harus jauhi Bella."
Salsha terdiam sejenak. Farel ingin mengajak Aldi duel basket untuk mendapatkan Bella. Kepada harus Bella. Hal apa yang istimewa dari gadis itu yang bisa membuat Farel segitunya untuk mendapatkan hati gadis itu. Salsha ingin menjadi Bella, di perebutkan oleh laki-laki. Tapi sayangnya, Salsha terlalu mustahil untuk bisa mendapatkan itu.
Melihat Salsha yang terdiam serta raut wajahnya yang berubah murung membuat Aldi menyesal mengatakannya. Ini yang Aldi elakkan, ia tak mau Salsha merasa sakit hati mendengar bahwa Farel ingin duel dengannya demi merebut hati Bella.
"Trus lo mau?" tanya Salsha akhirnya. Ia berusaha bersikap biasa saja di depan Aldi.
Aldi menggeleng. "Nggak la. Ngapain. Nggak guna juga."