Ada yang berbeda hari ini dengan Bella. Gadis itu menjadi ramah dan menyapa setiap orang yang ia temui. Semua ini karena Aldi yang sudah mengubah pola pikirnya. Tak seharusnya ia menjadi tertutup dan mengabaikan Farel padahal iapun memiliki perasaan kepada Farel. Sejak saat ini, Bella akan merespon Farel dan tidak akan mengabaikan lelaki itu lagi.
Di ujung koridor, Bella melihat Farel sedang berbincang dengan temannya. Bella pun melangkahkan kakinya untuk menemui Farel.
"Rel," panggil Bella sembari tersenyum malu.
Farel kaget, tidak biasanya Bella mau memanggilnya seperti ini. Biasanya jika Farel yang mendekat, Bella pasti akan selalu menghindar.
Farel bangkit dari duduknya dan mendekati Bella. "Kenapa, Bel? Tumben banget kamu mau bicara gini sama aku."
Bukannya tersinggung dengan ucapan Farel, Bella malah terkekeh singkat. "Nggak papa, kok."
"Oh gitu." Farel manggut-manggut. "Udah sarapan? mau sarapan bareng, nggak?"
"Udah sarapan kok tadi dirumah," tolak Bella sopan. "Tapi kalo ke kantin bareng pas istirahat aku mau kok."
Farel membelalakkan matanya mendengar ucapan Bella. Ntah apa yang merasuki gadis itu sehingga ia menjadi baik seperti ini kepada Farel.
"Kamu serius? tanya Farel seperti tidak percaya.
Bella mengangguk pelan, wajahnya ia tundukkan karena merasa malu. "Iya serius. Itupun kalo kamu mau."
"Mau, mau!" jawab Farel dengan semangat. Akhirnya ia di lirik juga oleh Bella. "Nanti aku samperin ke kelas, ya."
Bella menyelipkan rambutnya ke belakang telinga dan menggangguk. "Iya. Yaudah kalo gitu aku ke kelas duluan. Byee, Rel."
Bella melambaikan tangannya dan berlalu dari hadapan Farel. Farel tersenyum senang melihat langkah Bella yang semakin menjauh. Penantiannya ternyata tidak sia-sia. Gadis itu sudah memberikan lampu hijau kepadanya. Farel tentu saja tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Farel yakin, sebentar lagi ia akan berhasil mendapatkan hati Bella.
******
"Salshaaa..." Dinda memanggil nama Salsha dengan tak sabaran.
Salsha baru saja sampai di kelas dan sudah di kejutkan dengan suara nyaring milik Dinda. Salsha duduk di bangkunya dan menatap Dinda heran. "Kenapa, sih?"
"Ada kabar baik buat gue dan kabar buruk buat lo," kata Dinda menggebu-gebu.
"Apa?" tanya Salsha tak peduli.
"Gue kesekomplok sama Aldi untuk tugas seni budaya." Dinda berkata dengan nada girang.
Salsha hanya manggut-manggut mendengar ucapan Dinda. Ia tak begitu peduli dengan kabar yang Dinda berikan. "Trus?"
"Kabar buruk buat lo, lo juga sekelompok sama kita dan juga Bella." Dinda berkata dengan ragu.
Dan sudah seperti dugaan Bella sebelumnya, Salsha harus berteriak histeris. Salsha seolah enggan untuk di satukan bersama Bella.
"WHAT?" Salsha berteriak. "Siapa yang bagi kelompoknya, sih."
"Bu Mira langsung," kata Dinda. "Itu kertasnya di atas meja guru."
"Nggak mauuu!" Salsha bergerak ke meja guru dan melihat namanya sendiri tertera dengan Iqbaal, Bella dan Dinda. "Bu Mira lagi kenapa sih bagi kelompoknya gitu. Musibah banget sama gue."
Aldi baru saja masuk ke dalam kelas dan mendengar ucapan Salsha. Aldi mendekati Salsha dan menarik kertas yang di pegang gadis itu. Aldi membacanya singkat dan kembali meletakkannya di atas meja.
"Gue nggak mau sekelompok sama lo apalagi Bella," adu Salsha.
Aldi menatap Salsha sekilas dan berjalan ke mejanya tanpa menjawab ucapan Salsha itu. Salsha menghentakkan kakinya kesal dan menyusul Aldi.
"Gue nggak mau sekelompok sama lo apalagi Bella. Ngerti nggak, sih?"
"Bilang sama Bu Mira, jangan sama gue. Ribet banget," ketus Aldi.
Jika berhubungan sama Bu Mira, Salsha angkat tangan. Guru seni budaya itu terkenal killer di sekolahnya. Apa yang Bu Mira katakan harus mereka laksanakan. Tapi jika harus bekerja sama dan satu meja bersama Aldi dan juga Bella, Salsha tidak akan mau. Bahkan Salsha tidak akan sudi.
"Kalo gitu kita bagi tugas. Lo sama Bella, gue sama Dinda. Nanti tugasnya kita bagi, dan di kumpulin H-1," usul Salsha.
"Kalo gue gampang, terserah lo aja," jawab Aldi acuh. Hal yang biasa saja tidak perlu di peribetkan kayak gini.
Dinda yang mendengar ucapan Salsha jelas saja tidak setuju. Ini adalah kesempatan Dinda untuk lebih dekat dengan Aldi. Saat kerja kelompok nanti, Dinda akan curi-curi kesempatan.
"Gue nggak mau," tolak Dinda cepat. "Gue maunya ngerjain bareng-bareng sama Aldi dan Bella. Ini kan tugas kelompok, Sha."
"Iss, Dindaa." Salsha melotot tajam menatap Dinda. Sahabatnya itu memang tidak tahu diri.
"Jadi gimana, lo mau ngerjain sendiri atau ikut bareng-bareng sama kita?" tanya Aldi dengan smirk khasnya.
Salsha mengepalkan tangannya dan merenggut kesal. Tidak mungkin tugas itu bisa ia kerjakan, bersama Dinda pun belum tentu tugas itu akan selesai, apalagi jika ia sendiri. Dengan berat hati, kali ini Salsha harus mengalah dan bergabung dengan mereka.
"Terserah kalian aja!"
*****
Seperti janji Farel tadi pagi yang mengatakan akan menemui Bella di kelasnya, Farel pun melakukannya. Sebelum bel berbunyi pun Farel sudah berdiri di depan kelas gadis itu.
"Sal, ada Farel," bisik Dinda pelan.
Salsha menatap Dinda dan mengikuti arah pandang gadis itu. Salsha bisa melihat Farel berdiri di pintu dengan gagahnya.
"Farel nunggu siapa ya?" tanya Salsha. "Apa nunggu, gue?"
"Ya kali nungguin lo." Dinda tertawa pelan, takut gurun yang menerangkan di depan mendengar suara tertawanya.
"Trus nungguin siapa?" tanya Salsha lagi. "Udah jelas pasti nungguin gue, lah."
Bel tanda istirahat pun berbunyi. Ibu Melati, guru Biologi yang sedang mengajar pun membereskan peralatannya dan permisi untuk ke luar kelas. Selepas kepergian Bu Melati, Salsha segera bergegas untuk menemui Farel di depan kelas.
Salsha merapikan rambutnya dan tersenyum manis untuk menyapa Farel. "Hall, Rel."
Farel menatap tak suka ke arah Salsha. Bukan Salsha yang ia inginkan tetapi Bella.
"Lo nungguin siapa? Pasti nungguin gue'kan? Mau ngajakin gue ke kantin, pasti. Yukk," kata Salsha dengan percaya dirinya.
Farel tak menjawab ucapan Salsha itu. Ia fokus melihat Bella yang masih membereskan buku-bukunya. Kemudian berjalan ke arahnya. Farel tersenyum manis menyambut Bella.
"Soryy lama ya, Rel," sapa Bella hangat.
"Nggak papa, kok." Farel memegang tangan Bella dan untungnya gadis itu tidak menolak. "Yuk."
Bella dan Farel pun meninggalkan Salsha tanpa sepatah kata pun. Seolah-olah Salsha tidak ada di samping mereka. Salsha membelalakkan matanya melihat kepergian Bella dan Farel.
"Cewek lontee!" makinya kasar.
Salsh tak habis pikir dengan sikap munafik Bella. Sebelumnya Bella menolak Farel, tapi sekarang gadis itu malah berdekatan dengan Farel di depan matanya, berpegangan tangan.
Salsha mengepalkan tangannya. Bella sudah memberikan sinyal permusuhan dengannya. Kali ini Salsha tidak akan tinggal diam, jika dengan cara halus tidak bisa membuat Bella mengerti, mungkin dengan cara kasar gadis itu akan mengerti.
*****