Farisha tidak akan pernah mengakui Benny sebagai ayahnya. Bahkan untuk mengakui sebagai ayah kandungnya, ia tidak akan pernah mau. Walau ia sangat menyayangi ibunya, ibu yang mengandung dan telah merawatnya di tengah perlakuan Benny yang semena-mena.
Dalam hening itu, Farisha memeluk ibunya. Ia sebenarnya merasa takut terhadap Benny yang selalu memarahinya. Mungkin saat di rumah nanti, ia akan dimarahi oleh Benny karena selalu menolak saat dijodohkan.
Benny sudah berusaha agar anak perempuannya itu menikah. Ia sebenarnya tidak peduli jika ia harus menikah dengan siapa. Karena ia sudah dihina dan diejek oleh rekan-rekan bisnisnya. Mereka mengatakan bahwa Farisha tidak memiliki ketertarikan kepada seorang lelaki.
"Dasar anak tidak tahu diri! Membuat orang malu dan membuatku jadi bahan tertawaan orang lain. Mereka bilang kamu itu nggak ada ketertarikan kepada lelaki, Farisha!" geram Benny sambil menyetir.
"Tenang, Yah. Mungkin dia belum mendapatkan yang cocok," kata Azhari menenangkan Benny yang meledak-ledak itu.
"Bagaimana bisa tenang, mereka mengatakan semuanya bahwa Farisha menyukai sesama jenis, Az!" ketus Benny pada istrinya.
Azhari diam setelah mendengar perkataan suaminya. Namun ia tidak percaya begitu saja. Namun perasaan seorang ibu pasti tahu bagaimana anaknya. Jelas ia tahu perlakuan Benny selama ini. Ia tidak segan memukul atau berbuat sesuatu yang kejam. Farisha pun sering menjadi bulan-bulanan Benny dan hal itu membuat Farisha marah dan membenci lelaki.
Bukan Farisha tidak pernah memiliki pacar lelaki, ia pernah juga memiliki pacar yang tampan dan ia baru tahu sifat pacarnya yang suka selingkuh dan juga bersikap kasar padanya. Bahkan sering saat pulang ke rumah dalam keadaan wajahnya memar karena dituduh oleh pacarnya. Karena ia juga tidak mau melayani nafsu pacarnya.
Pada saat itulah, Farisha tidak pernah percaya pada lelaki manapun. Ia telah menutup pintu hatinya untuk semua lelaki yang mau menikahinya. Walau orang itu adalah pria tampan atau kaya sekalipun.
"Yah, kamu jangan terlalu keras pada putri kita." Azhari berkata lirih pada Benny walau tahu tidak akan digubris.
Benny mengendarai mobilnya sampai ia tiba di rumah mewah. Ia harus menunggu penjaga gerbang untuk membuka pintunya karena tidak tahu mereka pulang lebih awal.
Baru sekitar pukul delapan malam ketika Benny membawa dua wanita di jok belakang. Ia menghentikan mobilnya dan keluar dari mobil tanpa mencabut kuncinya. Karena biar penjaga rumah yang akan memasukannya ke garasi.
"Keluar kamu!" bentak Benny pada Farisha. Ia membuka pintu mobil dan menarik Farisha.
"Yah, jangan kasar-kasar sama putri sendiri, Yah," lirih Azhari. Ia takut akan ada kekerasan lagi yang diperbuat oleh Benny. "Jadi tolong kamu berhenti menyakitinya. Kalau mau memukul, biar ibu saja yang dipukul, Yah."
"Berisik!" Benny tidak menggubris perkataan Azhari. Saat Azhari menarik Farisha agar tidak ditarik Benny, lelaki itu menampar Azhari. "Kamu jadi perempuan, berisik banget! Lepaskan!"
"Ibu!" teriak Farisha ketika melihat Ibunya dipukul oleh Benny. "Dasar lelaki brengsek!" umpat Farisha pada Benny.
Tentu ucapan Farisha itu membuat Benny murka. Belum juga ia menyiksa Farisha, sudah dikatai seperti itu. Ia menarik dan menyeret Farisha dan dibawanya masuk ke dalam rumah.
"Dasar anak kurang ajar! Pada ayahmu sendiri, masih melawan, hah!" pekik Benny lalu memberikan tamparan keras di pipinya.
"Ayah? Ayah yang mana? Dasar lelaki bajingan!" bentak Farisha. Ia menolak dan mencoba melepaskan tangannya dari Benny. Tapi ia tidak kuat karena tenaganya tidak bisa mengimbangi orang tuanya itu.
Plakk!
"Anak kurang ajar!" teriak Benny memukul Farisha kembali. Ia dorong tubuh Farisha ke lantai dan tendang perutnya. "Beraninya kamu melawan orang tua, hah!"
"Yah, jangan kasar pada putri kita sendiri, Ayah." Azhari membangunkan Farisha dan ia peluk putrinya. "Bagaimanapun juga, dia putri kandungmu, darah dagingmu sendiri. Kalau mau pukul, pukul aku saja, Yah."
Azhari menjadi seorang ibu dan sekaligus yang selalu membela Farisha agar tidak disakiti oleh Benny. Namum Farisha tidak mau mengakui Benny sebagai ayahnya. Sudah berbulan-bulan Benny tidak pulang ke rumah karena kesibukannya. Namun karena ada pengusaha muda yang Benny kenal, Benny sering memamerkan foto putrinya agar cepat mendapatkan jodoh. Tetapi sudah puluhan pria yang ia kenalkan, tak satupun dari mereka yang diterima oleh Farisha.
Karena penolakan Farisha yang berkali-kali itu, membuat Benny geram dan sudah pasrah akan semuanya. Ia tidak mau lagi berusaha menjodohkan Farisha. Tapi ia tidak mau Farisha menjadi perawan tua yang tidak menikah.
"Baiklah ... mungkin kali ini aku akan memaafkannya. Tapi ayah malu! Ayah malu karena memiliki putri yang sudah berumur tiga puluh tahun tapi belum juga menikah! Apa kata orang, coba? Mereka mengatakan kalau putri kita menyukai sesama jenis. Apa ini yang kamu inginkan? Memiliki putri yang tidak normal? Itu sungguh membuatku malu."
"Itu hanya omongan orang saja, Yah. Mungkin dia belum menemukan lelaki yang cocok untuknya. Kalau dia sudah menemukan lelaki yang cocok, mungkin dia akan menikah dengannya, Pah," tutur Azhari mencoba menenangkan Benny.
"Kalau itu hanya omongan orang, buktikan! Dengan siapapun dia mau menikah, ayah akan merestuinya! Mau pekerjaannya apa, mau dia orang tua, orang muda, orang kaya atau miskin, itu tidak masalah. Yang penting dia menikahi seorang lelaki!"
Benny meninggalkan mereka karena sudah lelah. Ia menarik dasinya dan melepaskan sepatunya. Ia masuk ke dalam kamarnya dan kemudian menuju ke kamar mandi untuk membersihkan wajahnya dan tangannya yang terkena darah Farisha.
"Bangun ayo, Nak. Kamu jangan diambil omongan ayahmu." Azhari membangunkan Farisha dan membawanya duduk. "Erni!" seru Azhari memanggil pembantunya.
Tak seberapa lama, seorang wanita muda menghampiri. Ia merupakan seorang asisten rumah tangga di rumah besar itu. Ia terburu-buru keluar dari kamarnya ketika ia dipanggil oleh Azhari.
"Iya, Nya! Eh, Non Farisha kenapa, Nyah?" tanya Erni khawatir. Ia melihat tanda-tanda kekerasan dari Benny dan membuatnya ngeri.
Erni jongkok di depan Farisha dan melihat luka lebam di wajah dan ia merasa ngilu saat melihatnya. Hanya meringis membayangkan bagaimana rasa sakit yang dirasakan nona mudanya itu.
"Sudah, jangan banyak tanya! Ambilkan obat untuk mengobatinya segera!" perintah Azhari pada pembantunya.
"Iya, Nyah. Erni ambil dulu obatnya, yah!" ucap Erni lalu meninggalkan tempat itu dengan segera. Ia pun segera mengambil kotak obat untuk mengobati luka Farisha.
"Sayang ... kamu jangan selalu melawan ayahmu. Dia hanya ingin kamu menikah dan dan bahagia. Orang tua mana yang tidak bahagia kalau anaknya menikah, hemm? Katakan sama ibu, apa kriteria untuk calon menantu ibu, hemm?"
"Aku nggak mau menikah, Bu. Aku mau sama ibu saja," pungkas Farisha. Dalam hidup, ia membenci lelaki yang seperti Benny. Tentu saja ia tidak mau menikah dengan orang yang seperti Benny.
"Lalu ... ibu ingin kamu segera menikah, Nak. Apakah kamu nggak mau melihat ibu bahagia?" tanya Azhari sembari mengusap rambut anaknya.
***