Chereads / Tante Seksi Itu Istriku / Chapter 11 - Membantu Wanita Tua

Chapter 11 - Membantu Wanita Tua

"Sudah ... hanya bersumpah gitu saja kamu sampai segitunya, hehehe! Kalau gitu, nanti malam kamu ikut aku pulang. Tapi kamu pakaiannya yang rapih, yah!" pinta Farisha sambil menepuk pundak Usman.

"Ke rumah? Apakah aku juga harus bantu-bantu di rumah?" tanya Usman penasaran. Tapi memang masuk akal bagi Usman. Karena dengan bersumpah, ia harus menuruti apa kata Farisha.

"Iya, nanti aku akan kasih tahu apa yang kamu lakukan. Kamu di sini belum bisa jagain kasir. Ya sudah, kamu ke belakang lagi dan periksa apa ada dagangan yang tidak rapih atau ada yang kurang. Atau ada lantai kotor, kamu bersihkan!"

"Iya, Tante. Kalau begitu, aku akan memeriksanya." Usman mematuhi apa yang dikatakan oleh Farisha. Ia tidak menaruh curiga karena ia berpikir paling ia harus membersihkan rumah Farisha atau mengangkat barang-barang untuk dipindahkan.

Bagi Usman, dengan pekerjaan seperti itu sudah cukup untuknya. Yang paling penting ia bisa mendapatkan uang makan. Jika Farisha mau memberikan uang lebih banyak, ia tidak peduli itu semua. Meskipun tidak diberi uang banyak, ia juga akan tetap membantu Farisha.

Farisha duduk di kursinya sementara Usman kembali ke belakang. Selang beberapa menit berlalu, beberapa orang mulai berdatangan. Usman hanya mengangguk ketika orang-orang melewatinya. Terlihat seorang anak kecil yang sedang bersama dengan orang tuanya. Usman memperhatikan sejenak apa yang sedang mereka cari.

"Lama nggak mereka perginya? Kenapa kerja di sini rasanya bosan?" Karena ia kerjanya hanya berdiri saja malah membuat bosan. Ia lebih baik mengangkat karung berisi puluhan kilo daripada harus berdiri terus. Ia merasa bosan.

Saat seorang wanita paruh baya menghampiri Usman dan menepuk pundak Usman. Usman menengok ke arah wanita itu. Seorang wanita berusia lima puluh tahunan dengan rambut keriting dan berpenampilan nyentrik.

"Eh, Dek. Kalau toilet di sebelah mana, yah? Ibu kebelet pipis," ujar wanita itu. Wanita itu juga terlihat menahan diri dari ingin buang air kecil.

"Oh, di belakang, Bu. Ayo saya antarkan ke belakang," ujar Usman. Ia membawa wanita itu untuk menuju ke belakang. "Itu, ibu tinggal lurus ke depan dan di situ ada toilet," ungkap Usman memberitahu wanita tersebut.

"Oh, ya. Terima kasih, Dek." Wanita itu segera meluncur ke arah toilet. Karena ia terburu-buru membuatnya menabrak beberapa barang dan membuat Usman mengambil berbagai barang yang jatuh. Seperti panci atau beberapa barang rawan. Ada satu gelas kaca yang pecah juga karena ulah wanita itu.

"Ya Allah ... ini gelasnya sampai pecah. Apa yang harus ku katakan pada tante Farisha? Ya sudahlah ... semoga dia nggak marah padaku, huh," keluh Usman.

Usman membungkus pecahan gelas ke dalam kertas dan dimasukan ke dalam kresek agar tidak melukai orang saat dibuang. Ia kemudian kembali ke depan untuk memeriksa barang dagangan. Setelah ia keluar dari ruang belakang, melihat sudah semakin ramai dengan orang-orang.

"Sudah seramai ini?" Usman melangkahkan kakinya ke luar dan mendapati Farisha sedang duduk tenang sambil melihat CCTV yang terpasang di layar monitor laptopnya.

Jelas Farisha menyadari kehadiran Usman dan tahu apa yang terjadi. Ia melihat seorang wanita keluar dari kamar mandi dan kembali ke tempatnya memilih barang yang hendak dibeli.

"Usman," panggil Farisha dengan tenang. "Kamu tolong angkatin itu barang ibu-ibu yang kelihatannya belanjaannya berat!" perintah Farisha sambil menunjuk di layar monitor.

"Iya, Tante. Tapi ... aku minta maaf soal–" Usman tidak berani mengatakannya karena ia merasa tidak bersalah tapi karena ia yang menunjukan jalan seorang wanita ke toilet membuatnya merasa bersalah.

"Soal gelas pecah itu? Sudahlah, Usman. Kamu lebih baik temui wanita itu dan bantu untuk membawanya ke sini!" titah Farisha tegas.

"Iya, Tante. Maaf," tandas Usman. Setelah mengatakan kesediaannya, ia berjalan menuju ke orang tua yang sedang kesusahan tersebut. Usman menawarkan bantuan untuk membawakan barang-barang yang di keranjang itu.

Karena di swalayan itu belum adanya kereta dorong atau keranjang dorong. Hanya adanya keranjang yang harus diangkat. Membuat setiap beban berat tidak bisa diangkat oleh seorang wanita tua.

"Sini, Bu. Aku bantuin mengangkatnya," ungkap Usman dengan sopan. Ia membawakan keranjang itu dengan tangan kanannya.

"Ooh, ya sudah, Nak. Anterin ke depan duku, yah! Eh, sebentar, Nak. Ibu mau ambil susu bubuk cucuku," ungkap wanita itu dengan pelan.

Usman mengikuti wanita itu hingga sepuluh menit kemudian, barulah wanita itu selesai berbelanja. Usman dengan sabar mengangkat barang di keranjang tersebut. Ia membawa itu di belakang wanita tua itu. Hingga sampai di tempat kasir, Farisha yang mengambil alih.

"Ada lagi yang mau ditambahkan, Bu?" tanya Farisha sopan. "Atau mau nambah minyak gorengnya sekalian? Ini ada diskon dua puluh persen," ujar Farisha menawarkan barang lainnya.

"Enggak, Mbak, itu aja!" balas wanita tua itu. Ia menunggu Farisha memeriksa dengan scanner barcode barang-barang yang dibelinya.

"Usman, kamu bisa masukan ini barang-barang ke dalam kardus? Tolong bukain kardusnya terus kamu pakaikan lakban, yah!" perintah Farisha sambil menunjuk kardus yang masih berbentuk lembaran dan belum dipasang.

"Iya, Tante!" balas Usman dengan semangat. Ia bekerja dengan giat hari ini. Ia sebisa mungkin akan melakukan apapun yang diperintahkan oleh Farisha.

Hari ini Usman telah membantu Farisha selama seharian penuh. Siang harinya Farisha makan siang saat sedang sepi. Berbeda dengan Usman yang makan di waktu apapun karena Usman tidak bisa melayani kasir.

Sore harinya jam lima mereka menutup swalayan. Karena memang swalayan itu biasanya akan buka jam delapan pagi, jam lima tutup dan jam setengah tujuh buka kembali. Usman juga harus beristirahat dan mandi.

"Sebenarnya swalayan ini buka lagi jam setengah tujuh. Tapi karena biar kamu terbiasa, aku meliburkan dulu. Tapi hari ini kamu harus ikut denganku ke rumah. Kamu sudah bersumpah akan membantuku, lho!" ungkap Farisha tegas. Raut wajahnya serius dan penuh dengan harap.

Usman mengangguk dan sore itu sudah ditutup semuanya. Sekarang saatnya Usman untuk mandi. Namun ia juga belum tahu apa yang diinginkan Farisha. Ia melangkahkan kakinya naik ke atas diikuti oleh Farisha di belakang.

Di atas memiliki tiga kamar yang bisa ditempati. Di atas sebenarnya juga ada kamar mandi. Hanya saja saat ini sedang rusak. Dan di atasnya ada tempat jemuran pakaian. Usman sudah menghafal tempat itu semalam. Walau sebenarnya ia merasa takut tidur sendirian.

"Tante mau mandi juga?" tanya Usman ketika Farisha juga ikut dengannya. Tapi di kamar yang berbeda.

"Iya!" jawabnya singkat. "Kamu mandi duluan, aku akan berberes-beres di kamar sebelah. Nanti aku kenalkan dengan ibuku!" tandas Farisha dengan datar dan masuk ke kamar.

Usman menjadi berpikir, 'Mengapa bertemu dengan ibunya? Apa aku mau diajak nikah sama tante Farisha? Hehehe, ada-ada saja pikiranku ini.' Tidak mau berpikir lagi, Usman masuk ke kamar untuk mengambil handuk dan pakaian ganti.

***