Usman mengikuti ke mana kaki Farisha melangkah. Matanya tidak hentinya melihat dengan kekaguman. Bram yang di belakang Usman seperti seorang bodyguard yang menjaga dua Usman dan Farisha. Bukan karena inginnya Bram. Ia takut akan diusir oleh Farisha. Apalagi status Bram yang sudah pernah menikah dan sekarang sudah ditinggalkan karena ketidakmampuannya untuk mencegah sang istri pergi.
"Man, kamu coba yang ini, deh!" perintah Farisha. Karena melihat pakaian yang dirasa cocok dengan Usman, ia memilihkan pakaian yang bisa membuat Usman lebih keren.
Usman melihat pakaian itu sejenak. Sebuah kaos dengan lengan panjang juga terlihat berkelas. Kaos yang cocok dengan badan Usman yang kecil. Tapi memang diakui bahkan oleh Bram sendiri yang mengacungkan dua jempolnya.
"Wah, mamen. Kamu memang cocok pakai yang itu. Kamu bakalan kelihatan keren. Walau badanmu pendek tapi pakai ini bakalan terlihat ... mmm, pendek juga, sih. Hahaha!" tawa Bram garing.
Farisha tidak peduli dan menempelkan kaos itu di dada Usman. "Gih, kamu cobain sekarang! Tuh, ada ruang ganti, kamu ganti yang ini!" perintahnya dan menyerahkan kaos itu pada Usman.
"Iya, Tante. Ini bagus banget tapi ini mahal banget," ungkap Usman. Setelah menerima kaos itu, ia melihat harga kaos itu yang cukup mahal. Bahkan hasil jualan cangcimen selama sebulan belum tentu bisa membeli kaos itu.
"Kamu coba saja dulu! Kamu dibilang ngeyel, yah! Kamu sudah janji mau lakuin apa saja yang aku perintahkan, 'kan?" ujar Farisha mengingatkan Usman.
"Eh, iya, Tante. Aku akan mencobanya. Maaf, Tante, aku yang salah. Aku akan menuruti semua apa yang diperintahkan," tandas Usman. Usman meninggalkan Farisha dan Bram untuk mencoba kaos tersebut.
Farisha melihat ke kanan dan ke kiri. Ia melihat sebuah celana panjang dan melirik ke arah Bram. Bram mengira akan diberikan celana itu karena lirikan matanya ditunjukkan padanya. Lantas Bram mendekat ke arah Farisha.
"Eh, Bram! Kamu cariin ukuran yang ngepas dengan Usman, yang mana, yah kira-kira?" tanya Farisha pada Bram karena ia tidak tahu ukuran para lelaki seperti apa.
"Oh, kirain mau buatku. Tapi baiklah kalau begitu. Kalau menurutku, sepertinya ukuran yang cocok dengan Usman yang ini. Tapi kalau untukku, yang ini. Bagaimana menurutmu? Aku cocok nggak, pakai yang ini?" Bram merasa iri karena hanya Usman yang dibelikan pakaian.
"Kamu terserah kamu, lah. Kamu yang bayar punyamu juga. Ngapain harus tanya padaku?" Farisha tidak mau lama-lama berada di dekat Bram. Ia juga tidak menyukai Bram sebagai seorang pria.
Bram seringkali membantu Farisha dan memberikan perhatiannya. Bisa dikatakan Bram adalah satu-satunya pria yang selalu ada untuk Farisha. Sebelum akhirnya Bram yang pernah menyerah. Yang pada akhirnya Bram ke lain hati dan menikah. Setelah menjalani pernikahan dan mendapatkan seorang anak, ia digugat istrinya karena lelaki itu terkenal playboy.
"Yah, aku kira kamu akan perhatian sama aku, Farisha. Dari dulu kamu tidak pernah ada hubungan khusus dengan seorang pria. Tapi mengapa kamu masih menutup dirimu sampai sekarang? Apakah kamu memang tidak berniat untuk membuka hatimu, Farisha?" tanya Bram dengan niat yang tulus bertanya pada Farisha tentang hati.
"Cukup!" bentak Farisha. "Aku nggak mau dengar semua tentang pria! Semua lelaki itu brengsek, Bram! Juga termasuk kamu juga brengsek! Kamu lebih baik pergi dari sini dan nggak usah ngikutin aku lagi!" Farisha sudah tidak mau berbicara lagi dengan Bram. Ia mengambil celana yang tadi direkomendasikan oleh Bram dan meninggalkan lelaki itu.
"Kenapa malah aku dimarahin?" gumam Bram lirih. Ia tidak berusaha mengejar Farisha karena kalau sudah berbicara seperti itu berarti dirinya sedang emosi. "Aku akan menunggu kamu, Farisha. Aku akan menunggu kamu untuk membuka hatimu itu. Aku akan menunggu sampai kamu menerimaku. Atau setidaknya seorang pria yang kamu cintai. Siapa saja asal kamu mencintai seorang pria, Farisha," lirih Bram. Ia meninggalkan mall itu. Turun dari eskalator.
Farisha menghampiri Usman yang ada di dalam kamar ganti. Ia melihat Usman membuka kaosnya dan sedang memakai kaosnya. Melihat Farisha masuk membuatnya malu. Badan Usman juga tidak sebagus pria-pria idaman wanita. Tidak memiliki otot besar maupun perut six pack.
"Kamu pakai ini juga, ngepas atau tidak, kamu pakai ini!" perintah Farisha. Farisha menyerahkan celana itu lalu keluar dari kamar ganti. "Aku tunggu di sini. Kalau cocok, kamu pakai saja dan kalau tidak cocok, bisa diganti nanti."
"Iya, Tante. Tapi jangan masuk dulu. Aku mau lepas celanaku juga, yah!" Usman memperhatikan sekitar untuk memastikan bahwa Farisha tidak masuk kembali. Setelah merasa aman, ia melepas celana panjangnya lalu mengganti dengan celana yang diberikan oleh Farisha dengan cepat.
Usman sekarang sudah berganti pakaian dan merasa sudah keren. Ia ingin memamerkan pakaian yang dipakainya pada Farisha. Ia merasa lebih percaya diri setelah memakai pakaian yang mahal itu.
"Sudah, Tante. Ini kelihatan keren, yah!" ungkap Usman yang melihat ada cermin. Ia tersenyum senang karena melihat bayangannya sendiri di cermin. "Sebenarnya kalau pakai ini, aku kelihatan keren gini, kok," pujinya pada diri sendiri.
"Biasa saja, kamu masih burik, Usman. Tapi pakaian kamu sudah mendingan. Hanya perlu permak itu muka kamu yang isinya komedo itu. Sekarang kita ke salon dulu untuk merubah penampilan kamu!" ajaknya pada Usman.
Farisha membayar terlebih dahulu pakaian yang dikenakan Usman. Karena merasa lucu, sang kasir pun tersenyum mengejek pada Usman. Bisa-bisanya lelaki dekil itu dibelikan pakaian mahal itu.
Usman mengikuti Farisha. Hingga mereka sampai di sebuah salon kecantikan. Sepanjang perjalanan, dilihat orang-orang yang tentu akan mengira Usman adalah seorang pelayan seperti kenyataannya. Tapi bedanya Usman yang dimanjakan dengan pakaian yang bagus.
"Kenapa aku di bawa ke sini? Tempat apakah ini?" ungkap Usman. Usman melihat-lihat sekeliling karena ia diperhatikan orang-orang.
"Hay, Chin, apa khabarrnyeee? Uluh-uluhh ... Si cantik baru balek lage di mari, uhhh. Makin syantik aja kamyuu," beber seorang pria yang berpenampilan seperti seorang wanita.
"Ini, Beb. Aku mau mintol padamu untuk mendandani anak itu, bisa, kan?" tanya Farisha terlebih dahulu. Ia sendiri sudah lama menjadi pelanggan di tempat itu. Karena itu ia dan orang di salon itu sudah saling mengenal.
"Ouhh ... ancur, gitu. Tapi tenang saja, Cyiiin! Akan ekye jadiin itu makhluk jadi lebih keyeenn dikit, aww!"
"Oh, baiklah. Kalau begitu, kuserahlsn dia padamu. Pokoknya bikin dia sekeren mungkin." Farisha melambai kepada Usman. "Usman! Kamu sini! Kamu biarkan diurus di sini biar keren sedikit!" perintah Farisha lagi.
Karena telah berjanji tidak akan melawan Farisha lagi, Usman pun menurutinya. Ia berjalan ke tempat di mana ia akan mendapatkan perawatan wajahnya. Seorang lelaki yang berpakaian seperti seorang perempuan itu.
"Ooh, Tuhan ... kenapa aku harus ada di sini dengan orang yang tidak normal ini, Ya Tuhan," ucap Usman menengadah ke atas. Tapi ia menurut begitu saja.
***